Kamis, 09 Agustus 2012

Tausiyah Alhabib Munzir Almusawa: KEMULYAAN PUASA RAMADHAN

Sabda Rasulullah saw : “Allah swt berfirman : Semua perbuatan keturunan Adam adalah untuknya, kecuali puasa, sesungguhnya puasa adalah untukku, dan Aku yg mengganjarnya (amal puasa mempunyai kekhususan disisi Allah swt). Dan puasa adalah perlindungan, maka jika dihari puasa diantara kalian, jangan ia mencaci, jangan pula berbicara dg ucapan buruk, jika ada seseorang yg mencacinya, atau mengancamnya, maka katakan : Sungguh aku orang yg sedang berpuasa, Dan Demi Yang diri Muhammad (saw) ini dalam genggaman Nya (Allah swt), sungguh bau yg tidak sedap dari bibir orang yg berpuasa lebih wangi disisi Allah swt dari wangi misik terwangi, Dan bagi yg berpuasa itu dua kegembiraan, gembira saat berbuka dan gembira saat berjumpa dengan Tuhannya (swt) ia gembira dengan puasanya” (Shahih Bukhari) Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh فَحَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. اَللّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ شَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur, Yang Maha Membuka kelembutan dan kasih sayangNya di malam-malam terluhur dalam setiap tahunnya, di hari-hari yang paling mulia dari hari-hari lainnya, yaitu hari-hari agung di bulan Ramadhan dan malam-malam luhur di bulan Ramadhan, dimana tersimpan padanya rahasia kemuliaan Al qur’an yang mana awalnya merupakan rahasia pembuka segala rahmat Ilahi, dan pertengahannya adalah pengampunan Allah subhanahu wata’ala yang berlimpah, serta pembebasan dari api neraka di akhirnya. Sungguh selayaknya ummat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berbahagia karena telah mendapatkan anugerah yang berlimpah berupa bulan luhur, bulan yang paling agung dari semua bulan, yaitu bulan Ramadhan yang sangat termuliakan, sehingga pahala dari setiap perbuatan hamba-hamba Allah subhanahu wata’ala di siang dan malamnya dilipatgandakan. Dan hadits yang telah kita baca, yang merupakan hadits qudsi Allah subhanahu wata’ala berfirman : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلاَّ الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِى بِهِ “ Setiap amal perbuatan keteurunan Adam adalah untuk dirinyakecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku (Allah) dan Aku yang akan membalasnya” Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani di dalam Fath Al Bari mensyarahakan bahwa makna hadits tersebut dengan menukil ucapan Al Imam Malik dalam kitabnya Al Muwattha’ dan para imam lainnya bahwa Allah subhanahu wata’ala ingin menyampaikan kepada kita bahwa ibadah puasa memiliki keutamaan lebih dibanding ibadah lainnya, dimana Allah subhanahu wata’ala melipatgandakan pahala amal perbuatan lainnya menjadi 10 hingga 700 kali lipat bahkan lebih, namun untuk ibadah puasa Allah tidak menyerahkan kepada malaikat untuk menilainya, akan tetapi Allah subhanahu wata’ala yang akan langsung memberi balasannya yang tanpa perhitungan lagi dan tentunya lebih dari 700 kali lipat, demikianlah rahasia keluhuran ibadah puasa. Di bulan Ramadhan pahala minimal dari setiap amal perbuatan adalah 10 kali lebih besar dari yang kita lakukan hingga 700 kali lipat dari yang kita perbuat, selain ibadah puasa baik berupa shalat wajib, shalat sunnah, membaca Al qur’an dan lainnya, sehingga jika seseorang menghatamkan Al qur’an di bulan Ramadhan maka seakan-sekan ia menghatamkan Al qur’an 10 kali atau 700 kali di bulan lainnya, demikian juga dengan ibadah yang lainnya selain puasa. Sehingga bulan Ramadhan ini disebut bulan 1000 sujud, karena di bulan ini ummat Islam dari kalangan Ahlu sunnah waljama’ah melakukan shalat tarawih sebanyak 20 rakaat dan ditambah 3 raka’at shalat witir di setiap malamnya, dimana dalam setiap raka’at terdapat 2 sujud sehingga dalam 20 rakaat terdapat 40 sujud setiap malamnya dan dilakukan selama 30 malam, maka jumlah sujud dalam shalat tarawih saja selama bulan Ramadhan adalah 1200 sujud lebih dari 1000 sujud dan belum lagi termasuk sujud dalam shalat witir dan shalat sunnah lainnya,dan jumlah tersebut dilipatgandakan menjadi 10 hingga 700 kali lipat, itu dalam sekali Ramadhan dan berapa kali Ramadhan yang telah kita lewati, sungguh betapa Maha Dermawan Allah subhanahu wata’ala yang telah memuliakan hamba-hambaNya dengan bulan luhur ini. Dan juga aka nada lagi pahala agung yang Allah siapkan pada satu malam puncak keluhuran yaitu Lailatul Qadr, dimana ibadah di malam lebih baik daripada ibadah 1000 bulan. Adapun untuk beribadah pada malam Lailatul Qadr tidak harus menanti waktu tertentu, karena yang menanti waktu tertentu itu adalah saa’ah Al Ijabah ( Waktu-waktu dikabulkannya doa), di hari Jum’at misalnya terdapat waktu-waktu tertentu dimana doa di waktu itu tidak akan ditolak oleh Allah subhanahu wata’ala ketika itu. Adapun Lailatul Qadr tidak dibatasi waktu tertentu seperti saa’ah al ijaabah yang lainnya akan tetapi Lailatul Qadr dimulai dari terbenamnya matahari di malam itu hingga terbitnya fajar. Dan ibadah puasa akan dibalas langsung oleh Allah subhanahu wata’ala karena puasa merupakan satu-satunya ibadah yang jauh dari sifat riya’, dimana puasa tidak terlihat oleh orang lain sebagaimana ibadah lainnya seperti shalat, kecuali puasa di bulan Ramadhan karena semua orang diwajibkan berpuasa di bulan Ramadhan, akan tetapi puasa sunnah pada selain bulan Ramadhan, seseorang yang berpuasa tidak akan diketahui bahwa ia sedang berpuasa apabila orang tersebut tidak memberitahukan bahwa ia sedang berpuasa, maka ibadah yang paling suci dan mudah untuk mencapai ikhlas adalah ibadah puasa sehingga pahalanya pun sangat agung di sisi Allah subhanahu wata’ala. Kemudian dalam hadits tadi disebutkan : الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ ، وَلاَ يَسْخَبْ ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ : إِنِّى امْرُؤٌ صَائِمٌ Al Imam Ibn Hajar menjelaskan bahwa makna جُنَّةٌ adalah sebuah perlindungan dan benteng dari api neraka dan murkaan Allah subhanahu wata’ala. Oleh sebab itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kita untuk menjaga puasa kita agar sempurna, yaitu ketika seseorang berpuasa maka ia tidak mengucapkan kalimat-kalimat yang kotor dan buruk, seperti mencaci maki, menghina dan lainnya. Adapun kalimat فَلاَ يَرْفُثْ dalam hadits tersebut mempunyai beberapa makna diantaranya adalah larangan berjimak di siang hari bulan Ramadhan, dan makna yang lain adalah larangan mengumpat atau mencaci maki dan lainnya dari mengucapkan kalimat-kalimat yang buruk. Mengucapkan hal-hal yang buruk, seperti mencaci maki, mengumpat dan lainnya di selain bulan puasa dan dalam keadaan orang tidak berpuasa pun hal tersebut dilarang, namun karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menginginkan kita agar lebih sempurna lagi dalam menjalani puasa di bulan Ramadhan, maka beliau melarang kita untuk berucap kalimat-kalimat yang buruk selama bulan Ramadhan. Kemudian disebutkan dalam hadits ini disebutkan jika seseorang mencacinya (orang yang sedang berpuasa) atau menantangnya dengan cara berkelahi atau yang lainnya baik di bulan Ramadhan atau selainnya, maka disunnahkan baginya untuk mengatakan : إِنِّى امْرُؤٌ صَائِمٌ “ Sesungguhnya aku sedang berpuasa” Akan tetapi jika seseorang telah membahayakan nyawa kita dan kita terjebak di dalamnya sedangkan kita dalam keadaan berpuasa, maka dalm hal seperti ini sudah seharusnya bagi kita untuk membela diri karena hal demikian diperintahkan oleh Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana juga Badr Al Kubra yang terjadi di bulan Ramadhan dimana kaum muslimin ingin membela diri dan agama mereka. Al Imam Ibn Hajar menjelaskan bahwa kalimat إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ ini mencakup atau diucapkan untuk kedua fihak yaitu orang yang dicaci dan orang yang mencaci, karena kalimat ini layak diucapkan untuk yang dicaci agar menenangkan dirinya, dan layak pula diucapkan kepada orang yang mencaci atau menantangnya yang menunjukkan bahwa ia tidak akan melayaninya karena ia dalam keadaan berpuasa, sebagaimana dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk mengucapkan : إِنِّي صَائِمٌ إِنِّيْ صَائِمٌ “ Sesungguhnya aku berpuasa, sesungguhnya aku berpuasa” Kalimat yang pertama diucapkan untuk dirinya sendiri, sedangkan kalimat yang kedua diucapkan untuk orang yang mengganggunya, dan hal ini lebih sempurna menurut pendapat jumhur ulama’, namun jika hanya diucapkan sekali saja maka diniatkan untuk keduanya. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ ، وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ وَإِذَا لَقِىَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ “ Demi jiwa Muhammad yang berada di dalam genggaman-Nya (Allah), sungguh bau mulut seorang yang berpuasa di sisi Allah lebih wangi dari pada aroma misk, dan bagi yang berpuasa terdapat 2 kebahagiaan, yaitu ketika berbuka puasa ia gembira, dan ketika bertemu dengan Rabb nya (Allah) ia gembira karena puasanya” Bukan berarti maksud dari kalimat tersebut bahwa Allah subhanahu wata’ala menyukai aroma yang tidak sedap, namun karena Allah subhanahu wata’ala Maha Mengetahui bahwa orang yang berpuasa itu akan menahan bau yang tidak sedap dari mulutnya, namun ia bersabar menahan dirinya untuk tetap tidak makan atau minum agar bau tidak sedap hilang dari mulutnya karena ingin mencapai kesempurnaan puasanya demi ridha Allah subhanahu wata’ala, sehingga hal itu di sisi Allah subhanahu wata’ala lebih wangi daripada aroma misk. Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani menjelaskan dalam pendapat lainnya bahwa kelak di hari kiamat orang yang banyak berpuasa akan mendapatkan bau yang sangat wangi keluar dari mulutnya, sebagaimana para syuhada’ mereka akan mendapatkan bau yang sangat wangi dari darah yang keluar dari luka-lukanya kelak di hari kiamat. Kemudian disebutkan bahwa orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan, yaitu kegembiraan di saat ia berbuka puasa, dimana bagi tingkatan puasa kalangan orang awam (orang umum) kegembiraan itu didapatkan karena ia telah diperbolehkan untuk makan dan minum setelah sehari penuh menahan lapar dan haus, adapun bagi tingkatan puasa orang-orang khusus bahwa kegembiran itu dikarenakan puasa mereka sempurna hingga terbenam matahari. Adapun kegembiraan yang kedua adalah disaat orang yang berpuasa itu kelak berjumpa dengan Allah subhanahu wata’ala. Demikian rahasia keluhuran yang kita ambil dari hadits yang agung nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan kita ketahui bahwa bulan Ramadhan adalah bulan Al qur’an, karena rahasia kemuliaan Al qur’an terbit pada malam 17 Ramadhan. Diriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari bahwa turunnya wahyu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu dengan berbagai cara, diantaranya dengan adanya suara yang bergemirincing dan hal itu merupakan sesuatu yang sangat berat bagi beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, dan terkadang dengan datangnya malaikat Jibril yang membawakan wahyu tersebut. Dan diiriwayatkan dalam Shahuh Al Bukhari bahwa sayyidah Aisyah Ra berkata ketika turun wahyu kepada Rasulullahu shallallahu ‘alaihi wasallam di waktu cuaca yang sangat dingin, maka akan mengalir keringat yang deras dari dahi beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan tubuh beliau berubah menjadi panas, karena dahsyatnya kewibawaan turunnya firman-firman Allah kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan dalam riwayat Shahih Muslim sayyidina Abu Hurairah Ra berkata : “Tidak seorang pun dari kami (sahabat) berani mengangkat kepala untuk memandang wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di saat turunnya ayat kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam”, karena ketika itu wajah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berpijar dengan cahaya rabbani yang membuat seluruh mata tertunduk dari rahasia kewibawaan Allah subhanahu wata’ala yang terbit disaat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan wahyu-wahyu Allah yang baru turun kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Diriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari bahwa tanda-tanda sebelum turunnya wahyu yang pertama kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah dengan datangnya mimpi yang berkelanjutan, dimana beliau selalu bermimpi melihat cahaya terbitnya fajar atau seakan-akan cahaya matahari yang akan terbit, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam lebih menyukai untuk khalwat (menyendiri) dan lebih sering dilakukan di gua Hira, di saat itu beliau di usia 39 tahun, sehingga meninggalkan kesibukan yang biasa beliau lakukan seperti berdagang, namun ketika usia beliau akan memasuki 40 tahun beliau semakin banyak menyukai khalwat (menyendiri) di gua Hira’ kemudian kembali ke rumah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam hingga waktu yang telah ditentukan untuk diturunkan kepada beliau cahaya Yang Maha Benar Allah subhanahu wata’ala, maka ketika itu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam melihat malaikat Jibril As berada di antara langit dan bumi yang memperlihatkan sosok yang sebenarnya, bukan berwujud manusia tetapi berwujud malaikat yang sebenarnya kemudian berkata : “Wahai Muhammad, ini Jibril”, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menghindar dan ketika beliau berada dalam keramaian maka malaikat Jibril tidak lagi terlihat, namun ketika beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dalam keadaan sendiri malaikat Jibril kembali terlihat oleh beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka malaikat Jibril terus mengikuti beliau shallallahu ‘alaihi dan tetap berada di antara langit dan bumi seraya berkata : “Wahai Muhammad, (ini) Jibril”, maksudnya adalah telah tiba waktunya untuk turun wahyu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sehingga beliau menghindar dan memasuki gua Hira, maka ketika itu malaikat Jibril As turun ke gua Hira kemudian malaikat Jibril As berkata : إقرأ ( Bacalah), namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : مَا أَنَا بِقَارِئٍ ( Aku tidak bisa membaca/ apa yang harus aku baca), maka malaikat Jibril As kemudian memeluk beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, hingga disebutkan bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam hampir tidak bisa bernafas dari eratnya pelukan malaikat Jibril. Dalam hal ini sebagian ulama’ menjelaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dipeluk sedemikian eratnya oleh malaikat Jibril dikarenakan malaikat Jibril sangat gembira telah bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah menahan kerinduan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam selama ribuan tahun sejak malaikat Jibril As diciptakan, karena telah dikabarkan oleh Allah subhanahu wata’ala bahwa akan tiba suatu waktu ia diutus kepada nabi akhir zaman, semulia-mulia makhluk ciptaan Allah subhanahu wata’ala, sehingga ketika malaikat Jibril bertemu dengan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, ia memeluk beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dengan seerat-eratnya. Kemudian malaikat Jibril melepaskan pelukannya dan kembali berkata : “Bacalah”, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Aku tidak bisa membaca/ apa yang harus aku baca”, maka malaikat Jibril kembali memeluk beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, dan dijelaskan oleh para ulama’ bahwa malaikat Jibril gembira sekali mendenagr indahnya suara nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana dalam riwayat Shahih Al Bukhari bahwa salah seorang berkata : “Aku tidak pernah mendengar suara yang lebih indah dari suara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”. Kemudian untuk yang ketiga kalinya malaikat Jibril kembali memeluk nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata : اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ ، خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ ، اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ ، الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ ، عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ ( العلق : 1-5 ) “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” ( QS. Al ‘Alaq : 1-5) Lima ayat tersebut adalah ayat yang pertama turun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditinggal oleh malaikat Jibril As dan setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam turun dari gua Hira dan mendatangi istri beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sayyidah Khadijah Ra dalam keadaan gemetar dari rahasia kewibawaan firman Allah subhanahu wata’ala yang pertama kali turun kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam yang mana hal itu terjadi pada malam 17 Ramadhan, 13 tahun sebelum hijrah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kembali ke rumah beliau dan menemui sayyidah Khadijah Ra, lalu sayyidah Khadijah membawa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam kepada anak pamannya, Waraqah Bin Naufal yang mana ia adalah seorang Rahib agama Nasrani. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan kepadanya akan hal yang telah terjadi, lalu Waraqah berkata : “ Seandainya aku masih hidup ketika engkau dianiaya dan diusir oleh kaummu dari wilayahmu, sungguh aku akan menjadi pembela dan penolongmu”, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “Apakah aku akan terusir oleh kaumku?”, kemudian Waraqah bin Naufal berkata : “Tidak seorang pun yang mengalami kejadian seperti ini, kecuali pasti akan terusir oleh kaumnya serta dimusuhi, dan jika aku mendapati masa itu sungguh aku akan menjadi pendukung dan penolongmu”, namun setelah beberapa lama Waraqah pun wafat. Sehingga sebagian pendapat mengatakan bahwa Waraqah adalah orang yang pertama kali beriman, karena telah mengakui kenabian sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan dialah orang pertama yang mengetahui hal tersebut sebelum orang lain mengetahuinya, namun sebagian ulama’ tidak membenarkan hal tersebut karena ia belum mengucapkan kalimat syahadah dihadapan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan setelah kejadian tersebut firman Allah tidak lagi turun kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam hingga waktu yang dikehendaki Allah subhanahu wata’ala, dimanan malaikat Jibril As kembali lagi terlihat dengan wujud yang aslinya untuk kedua kalinya, sebagaimana yang teriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari ketika itu malaikat Jibril terlihat duduk di atas kursi di antara langit dan bumi dan terus mendekati nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam masuk ke dalam rumah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata kepada sayyidah Khadijah Ra : زَمِّلُوْنِيْ زَمِّلُوْنِيْ “ Selimuti aku, selimuti aku” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam diselimuti, lalu turunlah surat Al Muddatssir ayat 1-5 : يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ، قُمْ فَأَنْذِرْ، وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ، وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ، وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ ( المدثر : 1-5 ) “Hai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan, dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah”. ( QS. Al Muddatssir : 1-5) Ayat tersebut merupakan wahyu kedua yang turun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan di saat itu adalah bulan Rabi’ Al Awal yang mana usia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam genap 40 tahun. Demikian rahasia kebangkitan Risalah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang diawali dengan kelahiran beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian dilanjutkan dengan turunnya wahyu yang pertama ketika akhir usia beliau yang ke 39, kemudian wahyu yang kedua turun ketika usia beliau tepat mencapai 40 tahun, dan terus wahyu Allah subhanahu wata’ala turun kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam hingga beliau berjuang selama 13 tahun di Makkah, kemudian hijrah ke Madinah Al Munawwarah selama 10 tahun, lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam meninggalakan Madinah dan kaum muslimin untuk menghadap Allah subhanahu wata’ala. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam wafat dan meninggalkan dunia namun rahasia keluhuran beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah sirna dari zaman ke zaman dan hingga malam hari ini kita masih berada dalam naungan cahaya kebangkitan risalah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka malam 17 Ramadhan adalah malam pertama diturunkannya ayat-ayat Al qur’an dan di malam itu juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa untuk kemenangan Ahlu Badr Al Kubra yang terjadi pada tahun ke 2 H, kurang lebih 15 tahun setelah wahyu pertama (QS. Al ‘Alaq : 1-5 ) turun kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu pula Allah subhanahu wata’ala memuliakan bulan Ramadhan, yang mana di bulan inilah Allah subhanahu wata’ala memuliakan ummat ini dengan turunnya Al qur’an Al Karim, semoga Allah subhanahu wata’ala memuliakan kita dengan rahasia kemuliaan bulan Ramadhan. Maka perindahlah siang-siang hari kita di bulan Ramadhan ini dengan puasa dan ibadah lainnya, serta hiasilah dan sempurnakan malam-malamnya dengan memperbanyak shalat tarawih dan membaca Al qur’an. Cukuplah bagi kita untuk melewati kehidupan kita ini dengan permainan, karena hakikat kehidupan dunia adalah permainan, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala : وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَلَلدَّارُ الْآَخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ ( الأنعام : 32 ) “Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?”. ( QS. Al An’aam : 32 ) Seseorang yang memiliki akal sempurna tidak akan mau jika disebut sebagai pemain atau orang yang suka bermain, akan tetapi justru dalam kehidupan di dunia ini orang yang menjadi pemain adalah orang yang banyak beruntung di dunia dan mendapatkan banyak harta, seperti pemain sepak bola misalnya, ia bisa mendapatkan keberuntungan hingga triliunan dolar hanya karena memiliki keahlian sebagai pemain. Namun tentunya tujuan dari kehidupan kita di dunia bukan mengharapkan hal itu, akan tetapi yang kita dambakan agar Allah subhanahu wata’ala memberikan kecukupan dan kemudahan untuk setiap kebutuhan dalam kehidupan kita di dunia dan menjadikan kita untuk senantiasa mengingatNya, karena kehidupan kita di dunia adalah sebagai bekal untuk kehidupan kelak di akhirat, maka jalanilah kehidupan ini dengan banyak beribadah dan mentaati segala perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang, serta dengan mengikuti tuntunan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Kita memohon kepada Allah subhanahu wata’ala agar selalu mencukupkan segala kebutuhan kita baik yang zhahir dan bathin, serta mempermudah segala yang sulit dari setiap permasalahan kita, menyingkirkan segala masalah dan musibah kita dan menggantikannya dengan rahmat dan anugerah dariNya… فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا Ucapkanlah bersama-sama يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ Kita terus berdoa untuk terlaksananya dan suksesnya acara kita pada malam 17 Ramadhan, Haul Ahlu Al Badr dan Doa malam Nuzul Al Qur’an, semoga acara ini berjalan dengan sukses dan mendapatkan keberkahan dari Allah subhanahu wata’ala untuk kita, wilayah dan bangsa kita, serta bagi seluruh ummat Islam di barat dan timur. Dan telah kita sampaikan kepada guru mulia Al Habib Umar bin Muhammad Al Hafizh untuk memberikan sambutan dari Tarim Hadramaut dalam acara tersebut melalui streaming dan beliau telah bersedia untuk hal itu. Semoga Allah subhanahu wata’ala memberikan kemudahan kepada kita semua untuk hadir dalam acara ini, dan bagi yang tidak bisa hadir langsung dalam acara maka usahakan untuk ikut hadir melalui streaming, jika bisa dengan gambar atau hanya sekedar suara, agar kita ikut termuliakan dengan rantai agung yang mengikat kita dengan para Ahlu Al Badr radiyallahu ‘anhum, dimana mereka adalah golongan orang-orang yang termulia diantara ummat ini. Selanjutnya kita bertawassul kepada Ahlu Al Badr dan berdoa semoga Allah subhanahu wata’ala mengangkat segala permasalahan dan kesulitan dari kita dengan kemuliaan Ahlu Al Badr Radiyallahu ‘anhum, kemudian doa penutup oleh guru kita Al Habib Hud bin Muhammad Bagir Al Atthas, yatafaddhal masykura.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar