Selasa, 09 Oktober 2012

Tausiyah: KEMULIAAN 10 HARI DZULHIJJAH

oleh: Al-habib Munzir Almusawa Sabda Rasulullah saw : “ Sungguh tiada amal ibadah afdhal dari hari-hari ini (10 hari Dzulhijjah,sebagian mengatakan termasuk hari Tasryik yaitu 13 Dzulhijjah), maka beberapa sahabat bertanya : Tidak juga jihad di jalan ALLAH ?, Rasul saw bersabda : tidak juga Jihad lebih afdhal darinya, kecuali yang pergi jihad dengan dirinya dan semua hartanya, dan tidak kembali jiwa dan semua hartanya “ (Shahih Bukhari) Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh… حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ الْجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِيْ هَدَاناَ بِعَبْدِهِ الْمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ ناَدَانَا لَبَّيْكَ ياَ مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلّمَّ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ Limpahan puji ke hadirat Allah SWT yang telah menghamparkan alam semesta , menghamparkan permukaan bumi untuk menjadi tempat sementara kita, meniti tangga-tangga keluhuran dan keabadian, meniti tangga-tangga kebahagiaan, meniti tangga-tangga cinta Allah menuju kasih sayang Allah, menuju kelembutan Allah, tangga-tangga kerinduan kepada Sang Maha Abadi, Sang Maha berjasa dan Maha menciptakan hambaNya membantu satu sama lain ,dan hakikat itu semua dariNya. Hadirin hadirat, tiada nama sebelum nama Allah dan tiada nama setelah nama Allah . Makna dari kalimat ini adalah seluruh nama adalah makhluk di dalam samudera keagungan nama Allah SWT, Maha Tunggal dan Maha Abadi, Maha menerbitkan matahari dan bulan, Maha menciptakan kehidupan dan kematian, Maha menawarkan kasih sayang dan cintaNya kepada hamba-hambaNya sepanjang siang dan malam, di saat mereka melewati hari-harinya dalam setiap kejapnya bahkan di dalam jebakan dosa yang terdalam sekalipun, Sang Maha lemah lembut tidak menutup pintuNya bagi hamba yang ingin kembali kepada kelembutanNya. Pintu rahmat Allah SWT terus terbuka menanti mereka yang ingin bertobat, maka jelanglah dan jawablah seruan Allah... لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ, لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ “ Kusambut panggilan-Mu Ya Allah kusambut panggilan-Mu tiada sekutu bagi-Mu kusambut panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian, ni’mat dan kerajaan hanyalah milik-Mu tiada sekutu bagi-Mu.” Kami datang kepadaMu wahai Allah, datang kepada pengampunanMu, datang kepada rahmatMu, datang kepada kelembutanMu, datang kepada harapan-harapan dilimpahi anugerah olehMu, datang kepada Yang Maha melimpahi anugerah, datang kepada Yang Maha memiliki kebahagiaan dunia dan akhirah . Kami berkumpul di dalam naungan keagungan namaMu di majelis yang mulia ini, yang tiada satupun diantara mereka yang hadir terkecuali Kau melihatnya, dan Kau melihat bathin kami , Kau melihat masa lalu kami, Kau melihat masa depan kami dan Kau tau dimana kami akan wafat dan Kau mengetahui berapa jumlah nafas kami yang tersisa, berapa jumlah nafas kami yang telah lewat, berapa kenikmatan yang telah Kau berikan, berapa kenikmatan yang masih akan Kau berikan, wahai Allah Ya Rabbal ‘alamin. Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah… Inilah malam-malam agung ‘Arafah, inilah malam-malam mulia di sepuluh malam bulan Zulhijjah yang merupakan salah satu dari sumpah Allah SWT atas kemuliaannya seraya berfirman : وَالْفَجْرِ ¤ وَلَيَالٍ عَشْرٍ ¤ وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ ( الفجر : 1- 3 “ Demi cahaya fajar, demi malam yang sepuluh dan demi yang genap dan yang ganjil “. ( QS. Alfajr :1-3 ) Para mufassir menjelaskan cahaya fajar yang dimaksud adalah pagi hari di saat Idul Adha, terbitnya matahari Idul Adha yang membawa hamba-hamba yang beriman menuju Shalat ‘ied dan berkurban untuk menjamu saudara saudarinya, sesama tetangga dan kerabatnya dengan Udhhiyyah ( hewan sembelihan kurban ) sebagai tanda hubungan silaturrahmi yang berpadu, rahasia keluhuran Allah terbit di hari itu, di fajar waktu Idul Adha . وَلَيَالٍ عَشْرٍ ( الفجر : 2 “ Demi sepuluh malam “ . ( QS. Alfajr : 2 ) Al Imam Abdullah bin Abbas Ra, sepupu Rasulullah SAW yang digelari “ Bahrul ‘ilmi Ad Daafiq “ ( lautan ilmu yang dalam ) di dalam tafsirnya menafsirkan makna “ demi sepuluh malam “ adalah sepuluh hari pertama bulan Zulhijjah, mulai dari malam 1 Zulhijjah hingga malam 10 Zulhijjah. Jadi sekarang kita berada di tengah-tengahnya, malam Jum’at besok kita sudah berada di malam Idul Adha, berakhirnya sepuluh malam Zulhijjah. Pendapat lain mengatakan makna “ demi sepuluh malam “ adalah sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, tetapi pendapat yang Arjah ( lebih kuat ) yang dimaksud adalah sepuluh malam pertama bulan Zulhijjah yaitu mulai malam 1 Zulhijjah hingga malam 10 Zulhijjah yang di waktu itu tamu-tamu Allah Rabbul ‘alamin berdatangan ke medan Makkah dan Madinah untuk haji dan umrah, di tanggal-tanggal luhur itulah penduduk di barat dan timur ummat sayyidina Muhammad SAW di undang oleh Allah SWT untuk berkumpul di Arafah, berkumpul di Muzdalifah, berkumpul di medan thawaf, medan sa’i dan lainnya, sepuluh malam ini adalah malam-malam doa bagi yang berangkat haji dan umrah atau yang berada di rumahnya karena kita semua ummat Nabi Muhammad SAW. وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ ( الفجر :3 “ Demi yang genap dan yang ganjil “. ( QS. Alfajr : 3 ) Berkata Al Imam Ibn Abbas Ra bahwa makna ayat ini adalah hari Arafah dan hari Idul Adha, tanggal 9 Zulhijjah dan 10 Zulhijjah. Kenapa hari Arafah dikatakan genap, karena perhitungannya adalah terbenamnya hari Arafah yaitu malam 10 Zulhijjah dan ini adalah malam yang genap. Dan mengapa hari Idul Adha dikatakan yang ganjil padahal hari Idul Adha adalah tanggal 10, namun yang dimaksud ganjil disini karena mulai dari malamnya (malam arafah) sudah masuk malam Idul Adha (maksudnya genap dan ganjil adalah arafah berpadu dg idul adha. Disunnahkan bertakbir mulai dari terbitnya fajar hari Arafah tapi muqayyad ( terikat ) dengan waktu shalat , shalat fardhu dan shalat sunnah, demikian dalam Mazhab Syafi’i. Jadi tidak setiap waktu (hanya setiap habis shalat mulai fajar hari arafah), hari Arafah tanggal 9 Zulhijjah mulai shalat subuh sudah disunnahkan untuk bertakbir, demikian pula setelah zhuhur dan asar. Dan setelah shalat maghrib barulah mutlak sampai shalat Idul Adha esok harinya. Jadi malam lebaran itu mulai maghrib boleh bertakbir terus menerus sampai esok harinya, boleh di saat setelah shalat atau sebelum shalat , saat di rumah atau di jalan, atau sambil beraktifitas itu diperbolehkan. Disunnahkan dengan sunnah muakkadah bertakbir, mengagungkan nama Allah di malam 10 Zulhijjah itu sampai selesai waktu shalat ‘ied maka setelah itu tidak lagi sunnah Muakkadah , kecuali di waktu-waktu shalat saja (Muqayyad). Selesai shalat fardhu atau shalat sunnah disunnahkan untuk bertakbir sampai hari ke 13 Zulhijjah, berakhirnya hari tasyrik saat terbenam matahari pada tanggal 13 Zulhijjah sudah berhenti takbirannya. Jadi takbiran itu mutlaknya mulai dari waktu maghrib tanggal 9 Zulhijjah malam 10 Zulhijjah sampai selesai shalat Idul Adha . Dan setelah itu boleh bertakbir tetapi sebaiknya hanya di waktu selesai shalat fardhu atau shalat sunnah sampai terbenam matahari pada hari ke 13 Zulhijjah. Sedangkan setelah itu tidak lagi sunnah muakkadah bertakbir dengan takbir yang masyruu’ yang sering kita dengar. Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah... وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ ( الفجر :3 Firman Allah (yg maknanya) “ Demi hari Arafah dan hari IdulAdha “, dua hari yang bergandengan yaitu 9 dan 10 Zulhijjah tepatnya di kalender kita adalah hari Kamis dan hari Jum’at . Allah bersumpah dengan kemuliaan sepuluh malam ini, yang mana malam ini adalah salah satunya, kita di dalam naungan cahaya rahmat Ilahi yang berlimpah, yang mana Allah melimpahkan keluhuran dan kemuliaan seluas-luasnya. Dijelaskan oleh Hujjatul Islam Wabarakatul Anam Al Imam Nawawy di dalam kitabnya Syarh Nawawi ‘Alaa Shahih Muslim, mensyarahkan tentang hadits yang kita baca ini, yang di syarah oleh Al Imam Nawawi dan disyarah juga oleh Al Imam Ibn Hajar, tetapi syarah Al Imam Nawawy lebih ringkas . Syarah Al Imam An Nawawy Ar menjelaskan tentang hadits yang kita baca ini, bahwa “Tiadalah amal yang lebih afdhal diamalkan, dan pahalanya lebih besar daripada hari-hari ini” , Al Imam An Nawawi mengatakan sepuluh hari bulan Zulhijjah yaitu mulai dari tanggal 1 Zulhijjah sampai 10 Zulhijjah, dan Al Imam An Nawawi mengatakan “ dan disunnahkan berpuasa di sepuluh hari bulan Zulhijjah, dengan hadits-hadits yang teriwayatkan kuat”. Al Imam An Nawawi mengatakan, merupakan hal yang salah jika ada orang yang mengingkari puasa 9 hari di bulan Zulhijjah mulai tanggal 1 sampai 9 Zulhijjah, karena di tanggal-tanggal itu adalah hari-hari yang luhur sebagaimana hadits riwayat Al Imam Bukhari, sabda Rasulullah saw :“ Tiadalah suatu amal ibadah yang afdhal melebihi hari-hari ini “ yaitu sepuluh hari bulan Zulhijjah dari tanggal 1 sampai tanggal 10 Zulhijjah, tetapi tanggal 10 Zulhijjah tentunya diharamkan puasa karena hari lebaran. Jadi di hari lebarannya tidak puasa, tetapi hari-hari lainnya seluruh ibadah sunnah muakkadah, karena sudah ada hadits ini dan diperkuat dengan firman Allah SWT: وَالْفَجْرِ ¤ وَلَيَالٍ عَشْرٍ ¤ وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ ( الفجر : 1- 3 Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah... Kita bisa merenung, Rasul SAW bersabda : “ bahwa tiada satu amal yang lebih baik daripada amal-amal di hari-hari seperti sekarang ini “, maksudnya pahalanya sangat besar. Maka para sahabat bertanya : “ Ya Rasulallah, Walaa al jihaad? meskipun jihad tidak juga lebih besar pahalanya daripada ibadah di hari-hari ini?”, maka Rasulullah berkata : “ Walaa al jihaad “, jihad pun tidak bisa melebihi pahala orang yang beribadah di hari-hari ini, di sepuluh hari bulan Zulhijjah, إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْئٍ Kecuali orang yang betul-betul keluar untuk membela agama Allah dengan membawa nyawa dan seluruh hartanya dan tidak kembali baik nyawa dan hartanya, orang yang seperti itu barulah pahalanya bisa melebihi orang yang beribadah di sepuluh hari bulan Zulhijjah ini, yaitu tanggal 1 sampai 10 Zulhijjah. Kalau teriwayatkan di dalam Shahih Bukhari dan lainnya bahwa berlipatgandanya pahala 10 kali hingga 700 kali lipat itu, dan para Imam menjelaskan yang 700 kali lipat itu adalah di waktu-waktu tertentu diantaranya di bulan Ramadhan dan di sepuluh hari bulan Zulhijjah ini, dan diantaranya juga pada tanggal 10 Muharram yang akan datang. Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah... Demikian keagungan hari-hari mulia ini, bergetar jiwa kita mendengar indahnya hari-hari mulia ini, hingga sahabat berkata “ Ya Rasulallah Walaa al jihaad ( tidak juga jihad wahai Rasulullah ) “, jihad itu perang mengorbankan nyawa, dan meninggalkan keluarga dan semua sahabat. Maksudnya jihad adalah memerangi orang-orang non muslim yang memerangi muslimin. Sebagaimana firman Allah SWT : لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ ( الممتحنة : 8 “ Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama, dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil “. ( QS. Almumtahanah : 8 ) Jadi Allah tidak melarang kita untuk berhubungan baik dengan mereka yang di luar Islam selama tidak memerangi kita muslimin, tidak membunuh dan mengusir orang-orang Islam dari rumahnya, kalau mereka orang non muslim tidak memusuhi maka kita harus berbuat lebih baik daripada mereka. Allah SWT melanjutkan firmanNya : إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ ( الممتحنة : 9 “ Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan mereka sebagai temanmu, orang –orang yang memerangimu dalam urusan agama dan mengusir kamu dari kampung halamanmu dan membantu (orang lain ) untuk mengusirmu. Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan mereka itulah orang yang zhalim “ . ( QS. Almumtahanah : 9 ) Allah memerintahkan kalian berhati-hati, dan juga untuk waspada dan siap untuk berjihad memerangi mereka yang memerangi kalian dan mengusir kalian dari rumah-rumah kalian, kalau tidak maka tidak kita perangi, ini makna jihad. Kita memahami bahwa jihad itu mengorbankan nyawa , meninggalkan anak dan istri dan semuanya, dan jikalau ia wafat maka wafat jika cacat maka cacat, hal itu begitu dahsyat perjuangannya dan ternyata amal-amal di sepuluh hari Zulhijjah ini lebih afdhal daripada jihad fisabilillah, terkecuali orang yang keluar dengan dirinya bersama semua harta yang ia miliki rumah, mobil dan motor ia jual semuanya dan dibawa harta itu bersmanya digunakan untuk berjihad maka tidak kembali apapun dari keduanya, hartanya tidak kembali dan dirinya pun tidak kembali yaitu wafat. Maka orang yang seperti itu barulah amalnya lebih afdhal dari orang yang beramal-amal di sepuluh hari ini. Hadirin hadirat, saya tidak bisa memperpanjang kalimat agung dan luhur ini, bagaimana tawaran Ilahi untuk menyampaikan kita kepada keagungan yang demikian dahsyatnya, betapa beratnya kita berjihad, dan betapa ringannya Allah beri pahala yang lebih agung dari pahala jihad. Begitu indahnya tuntunan Sang Nabi Muhammad saw, Allah berikan hal-hal yang ringan untuk diamalkan, tapi diberi ganjaran yang sangat besar, inilah rahasia kedermawanan Ilahi, seraya berfirman : قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ¤ اللَّهُ الصَّمَدُ ¤ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ¤ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ ( الإخلاص : 1-4 “ Katakanlah ( Muhammad ) “ Dialah Allah Maha Tunggal”, Allah tempat meminta segala sesuatu, Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia “. ( QS. Al Ikhlash : 1-4 ) Tunggal dalam segala hal, tunggal dalam keabadian , tunggal dalam kesempurnaan , tunggal mengawali segala-galanya dari tiada , tunggal mengawali segala selainNya swt. Hadirin hadirat, jadikan Allah swt tunggal menguasai jiwa kita, jangan jadikan ada yang lebih dari nama Allah di dalam sanubari ini. Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah… Usia kita semakin hari semakin berkurang, semakin dekat dengan kematian setiap nafas kita adalah selangkah menuju ajal, dan hari perjumpaan dengan Allah SWT semakin dekat . Jika amal kita tidak bertambah, begitu-begitu saja setiap hari tidak berubah, berarti kita semakin mundur, karena apa? Karena jarak perjumpaan kita dengan Allah SWT semakin dekat, jika jarak perjumpaan kita dengan Allah semakin dekat mestinya semakin peduli. Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah… Kalau kita ada undangan perjumpaan dengan penguasa negeri , Presiden atau Raja misalnya. Perjumpaan ini bukan sekedar perjumpaan, perjumpaan ini bisa jadi penjamuan sambutan kasih sayang diberi hadiah, harta, rumah, mobil dan lain sebagainya, atau bisa jadi berubah menjadi sambutan kemurkaan, mendapat kehinaan yang kekal, seperti apa?, misalnya kalau kita tau kejadian itu setahun yang akan datang , maka bagaimana bingungnya kita khawatir kalau kita salah bicara, salah pakai baju atau salah melangkah dan ketahuan oleh spionasenya ( mata-mata ) dan akhirnya dilaporkan, bagaimana jika ini terjadi?! Yang Maha Melihat, melihat. Yang Maha Mendengar, mendengar. Yang Maha Melihat lintasan pemikiran kita, melihat apa yang kita renungkan. Apakah tidak ada dalam pemikiran kita tentang hal ini?!. Siang dan malam kita memikirkan tentang makan dan minum, keluarga, rumah tangga, anak-anak, dagangan, pekerjaan, sekolah, dan lain sebagainya, siang dan malam kita memikirkan masalah ini dan itu. Maka tidakkah terfikirkan oleh kita bahwa hari perjumpaan dengan Allah semakin dekat, itu adalah hari penentuan dan detik-detik yang membuka kebahagiaan yang kekal atau kehinaan yang abadi, masuk ke dalam penjara yang sangat merisaukan dan menakutkan di dalam api neraka atau di dalam kenikmatan di sorga yang kekal dalam kasih sayangNya. Adakah hal ini kita renungkan? Beruntung mereka yang merindukan perjumpaan dengan Sang Maha Indah maka dia sudah dirindukan Allah. Jauh hari sebelum berjumpa dengan Allah , ia sudah dirindukan Allah . Allah SWT berfirman dalam hadits qudsy : مَنْ أَحَبَّ لِقَائِيْ أَحْبَبْتُ لِقَاءَهُ “ Barangsiapa yang rindu berjumpa denganKu, maka Aku pun rindu berjumpa dengannya “. Maka jadilah hari-harinya, siang dan malamnya, makan dan minumnya, tidur dan bangunnya dalam cahaya kerinduan Ilahi dan Allah merindukannya. Maka tentunya berbeda , kalau seseorang tinggal di suatu kerajaan, dan raja rindu pada orang ini, apa yang susah dalam kehidupannya? kalau raja sudah menyayangi orang ini, maka semua pasukan dan pengawalnya dikerahkan untuk menjaga agar jangan sampai orang ini terganggu, bahkan sampai jalanannya pun dibuat serapi mungkin, apalagi bukannya orang ini yang mencintai raja, tapi raja yang mencintainya. Kita lihat kalau cinta manusia dengan manusia. Berbeda antara cinta manusia dengan manusia dan cinta manusia dengan Allah. Kalau cinta manusia dengan manusia itu, misalnya raja atau penguasa walaupun baik, walaupun dermawan , walaupun segala kebaikan ada, tapi tentunya jika kita mencintainya maka belum tentu ia mengenal kita apa lagi mencintai kita. Namun berbeda dengan Allah SWT, yang berfirman : مَنْ أَحَبَّ لِقَائِيْ أَحْبَبْتُ لِقَاءَهُ “ Barangsiapa yang rindu berjumpa denganKu, maka Aku pun rindu berjumpa dengannya “. Pendosa yang siang dan malam penuh kehinaan namun Sang Maha merindukan menanti jika mereka mau merindukan Allah. Lalu bagaimana dengan dosa-dosaku?! jiwa yang merindukan Allah pasti akan dibenahi hari-harinya oleh Allah, pasti dibenahi kehidupannya oleh Allah, pasti dibenahi kesusahannya oleh Allah, masalah dunia dan akhiratnya sudah di genggaman Sang Maha Dermawan untuk diberi kemudahan. Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah… Allah SWT menjadikan kehidupan di dunia yang sementara ini adalah sebagai tempat untuk memperbanyak amal, dan tempat untuk perjuangan hidup kita sementara, tidak lama kehidupan kita di dunia ini hanya puluhan tahun saja mungkin tidak mencapai seratus tahun, di antara kita semua yang hadir disini mungkin ada yang akan hidup melebihi seratus tahun, dan kita tidak tau apakah kita akan hidup sampai seratus tahun, hal ini tidak kita ketahui dan semoga kita semua panjang umur. Namun tentunya secara umum tidak sampai seratus tahun lagi, tapi yang akan kita jelang adalah kebahagiaan jutaan, milyunan atau triliunan tahun bahkan tidak bisa terhitung waktu, masihkah kita menolak cinta Allah?! Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah… Maka jelanglah kasih sayang Nya. Rasulullah SAW menyampaikan kepada kita bagaimana amal yang sangat agung di sepuluh hari bulan Zulhijjah yang luhur ini, maka perbanyaklah amal ibadah dengan harta kita ,dengan diri kita,dengan ucapan kita,dengan perbuatan kita, dan dengan jiwa kita. Jadikan sepuluh hari ini adalah hari-hari rindu kepada Allah . Tersisa tiga malam lagi, malam selasa, malam rabu, malam kamis karena yang tujuh malam telah berakhir. Maka jadikanlah malam –malam ini malam doa, malam-malam indah dan rindu kepada Allah sehingga di malam-malam ini kita dirindukan oleh Allah . Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah… Diriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari bahwa ketika Rasulullah SAW hendak melakukan shalat Idul Adha, beliau keluar ke Baqii’ ke lapangan di dekat perkuburan Baqi’ dan melakukan shalat Idul Adha disana . Jadi beliau shalat Idul Adha sekaligus ziarah. Diriwayatkan oleh Sayyidina Jabir bin Abdullah Ra di dalam Shahih Al Bukhari, bahwa Rasulullah SAW kalau keluar untuk Shalat ‘ied maka pulanganya beliau melewati jalan yang lain. Jadi kalau berangkatnya melewati satu arah, maka pulangnya melewati arah yang lain. Al Imam Hujjatul Islam wabarakatul Anam Ibn Hajar Al Asqalany dalam Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari mensyarahkan bahwa Rasul SAW mengambil jalan lain saat pulang adalah, dalam hal ini banyak pendapat, diantaranya adalah untuk menghindari desakan para Jamaah, yang sudah bersalaman dengan beliau dari tempat beliau datang, maka pulangnya beliau mengambil jalan lain agar jamaah yang di tempat lain juga kebagian salaman dengan beliau selepas shalat ‘ied, demikian budi pekerti Nabi Muhammad SAW. Dalam pendapat lainnya beliau kalau keluar shalat Idul Adha melewati rumah-rumah muslimin dan melewati perkuburan untuk berziarah selepas shalat Idul Adha, jadi dari rumah beliau SAW menuju ke medan Baqi’ itu tidak begitu jauh, dari situ beliau melewati jalan lain karena berziarah dulu ke ahlul Baqi’. Jadi ziarah di hari Idul Adha teriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari bahwa Rasul SAW melakukan shalat Idul Adha di medan Baqi’ dan salah satu maknanya sebagaimana dijelaskan oleh Al Imam Ibn Hajar adalah selesai beliau SAW melakukan shalat ‘ied beliau melakukan ziaratul Ahyaa wal Amwaat, yaitu menziarahi yang hidup dan yang telah wafat maksudnya silaturrahmi ke rumah-rumah tetangga dan menziarahi kuburan. Pendapat selanjutnya, Al Imam Ibn Hajar menjelaskan bahwa Rasul SAW ketika keluar dari rumahnya untuk shalat ‘ied maka pulangnya beliau melewati jalan lain adalah untuk melimpahkan keberkahan di jalan yang beliau lewati dan mewangikan jalan itu, sebagaimana dijelaskan oleh Al Imam Ibn Hajar dalam Fathul Bari bahwa ketika Rasul SAW melewati suatu jalan maka jalan itu menjadi wangi beberapa waktu. Jadi jalan yang telah dilewati beliau sudah wangi, maka beliau mewangikan jalan yang lain. Beliau tidak memakai minyak wangi, tetapi memang sudah wangi dicipta oleh Allah SWT. Kita mengetahui kotoran itu keluar dari tubuh kita , diantaranya keluar melewati keringat, demikian indahnya Allah SWT merangkai jasad sayyidina Muhammad SAW sampai keringat beliau pun lebih wangi dari semua wewangian, sehingga beliau ingin mewangikan jalan-jalan di Madinah dengan melewatinya. Al Imam Ibn Hajar juga menukil, sebagai sunnah bagi ummat ini untuk melakukan itu, kalau berangkat dari satu arah maka pulangnya dari arah yang lain supaya permukaan bumi itu menjadi saksi bahwa kita telah melewatinya dalam kemuliaan, karena bumi akan bersaksi untuk kita kelak. Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah… Di malam-malam agung ini disunnahkan bagi kita untuk memperbanyak doa. Ketika kita melihat orang-orang yang melakukan shalat sunnah mereka pindah tempat , mengapa berpindah tempat begitu? maksudnya supaya semakin banyak pijakan bumi yang akan menyaksikan kebaikannya, karena setiap tempat yang kita pergunakan untuk berbuat pahala dan dosa akan bersaksi di hari kiamat kelak. Jadi mereka berpindah tempat ketika melakukan shalat sunnah agar semakin banyak bagian dari bumi ini yang ditempuh atau di injak dalam keluhuran dan pahala atau di pakai sujud, atau di pakai zikir . Dan tanah masjid yang kita inipun yang kita duduki akan menjadi saksi bagi kita di hari kiamat. Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah… Muncul kepada saya pertanyaan, bagaimana kalau Idul Adha itu jatuh pada hari Jum’at ?, ada pendapat mengatakan bahwa Rasul SAW membolehkan untuk tidak melakukan shalat Jum’at, kalau berkumpul Shalat ‘ied dan shalat Jumat dalam satu hari. Namun hal itu disangkal oleh Hujjatul Islam Al Imam An Nawawy di dalam Syarh Nawawy ‘alaa Shahih Muslim berdasarkan hadits riwayat Shahih Muslim, yang menjelaskan bahwa salah seorang sahabat, Nu’man bin Basyir berkata: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - يَقْرَأُ فِي اْلعِيْدَيْنِ وَفِي الْجُمُعَةِ بِـسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى و هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ قَالَ: وَإِذَا اجْتَمَعَ اْلعِيْدُ وَالْجُمُعَةُ فِي يَومٍ وَاحدٍ يَقرَأُ بِهمَا أَيضًا في الصَّلاتَينِ ( رواه المسلم “ Rasulullah SAW di dalam shalat dua hari raya dan shalat jum’at membaca surat ( Sabbih isma Rabbika al a’laa dan Hal Ataaka hadiitsu al ghasyiyah), dan berkata : jika shalat ‘ied dan shalat jumat terjadi dalam satu hari maka Rasul SAW juga membaca kedua surat ini dalam shalat ‘ied dan Idul Adha” Hadits riwayat Shahih Muslim ini merupakan suatu dalil bahwa Rasul SAW tidak memerintahkan agar shalat Jum’at dihilangkan, berarti Rasul SAW melakukan shalat Jumat di waktu hari ‘ied juga. Lalu Al Imam Nawawy menengahi tentang hadits yang mengatakan bahwa tidak perlu shalat Jumat jika sudah shalat ‘ied itu bagi yang datang dari jauh. Di masa lalu mereka berdatangan dari jauh untuk shalat ‘ied di satu tempat, ada yang datang dari Wadi yaitu lembah-lembah, tempat-tempat yang jauh mereka datang dengan berjalan kaki mungkin butuh waktu ber jam-jam atau setengah hari, mungkin untuk hadir shalat ‘ied di tengah malam mereka sudah berangkat supaya bisa tiba di waktu subuh di Madinah Al Munawwarah, jadi kalau mereka setelah shalat ‘ied pulang ke rumah mereka dan harus kembali lagi untuk shalat Jumat, tentunya akan memberatkan bagi mereka maka Rasul berkata sudah tidak perlu kembali lagi untuk shalat Jum’at , karena akan memberatkan bagi mereka. Jadi bagi mereka yang masjidnya tidak jauh maka tetap melakukan shalat Jumat. Di zaman kita sekarang meskipun sejauh-jauhnya masjid masih mudah untuk kita tempuh. Di zaman dahulu orang butuh waktu berjam-jam untuk bisa menghadiri shalat Jum’at karena masjidnya sangat jauh. Alhamdulillah di zaman sekarang terutama kita di pulau Jawa sangat mudah menemukan masjid dan mushalla, tetapi di sebagian saudara-saudara kita di wilayah Papua butuh berjam-jam juga untuk menempuh perjalanan ke masjid. Semoga adik-adik kita yang belajar di sini di bawah asuhan KH.A hamad Baihaqi,kelak merekalah yang akan membangkitkan ribuan masjid disana agar muslimin muslimat tidak kesulitan untuk melakukan shalat. Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah… Disunnahkan berpuasa pada hari Arafah, yaitu tanggal 9 Zulhijjah sebagaimana hadits riwayat Shahih Muslim,bahwa Rasul SAW ditanya tentang puasa Arafah kemudian beliau bersabda : يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالسَّنَةَ القَابِلَةَ “ Puasa Arafah itu menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang “ Berkata Hujjatul Islam Al Imam Nawawy Ar dalam Syarh Nawawy ‘ala Shahih Muslim bahwa sebagian Ulama mengatakan bahwa akan diampuni dosa setahun yang lalu dari semua dosa-dosanya, dan setahun yang akan datang itu adalah dosa-dosa kecil saja yang diampuni. Tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud setahun yang akan datang itu adalah bahwa Allah akan memberi ia hidayah dan taufik hingga ia tidak sampai ke hari Arafah yang akan datang kecuali telah dihapus dosa-dosanya oleh Allah SWT, dihapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang, demikian indahnya. Tetapi bukan berarti kita berfikir dengan berpuasa hari Arafah berarti boleh bermaksiat selama setahun, jangan-jangan tidak diterima puasanya, belum berpuasa sudah berniat seperti itu. Maka berniatlah ikhlas karena Allah, maka Allah akan menghapuskan dosa setahun yang lalu dan dosa setahun yang akan datang, demikian indahnya sang Maha Indah. Dan tentunya di hari Arafah perbanyak doa , jadikan hari Arafah hari puasa kita. Mereka saudara saudari kita berkumpul di padang Arafah di dalam keluhuran dalam zikir dan doa, maka yang disana tidak disunnahkan berpuasa, karena diriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari ketika Rasul SAW melaksanakan Haji Wadaa’ , maka para sahabat ragu dan saling bertanya apakah Rasulullah puasa atau tidak di hari Arafah ini, maka berkatalah salah satu istri beliau : “ berilah beliau susu, beliau tidak akan menolak susu karena beliau sangat menyukai susu, kalau beliau menolak berarti beliau berpuasa, kalau beliau tidak menolak berarti beliau tidak berpuasa “ tetapi jika diberi air, kalau beliau ingin minum maka beliau minum, jika tidak mungkin beliau akan menolak tapi jika susu yang diberikan tidak akan beliau tolak kecuali beliau berpuasa. Ketika itu Rasul SAW berada di atas ontanya kemudian diberikan susu lalu beliau minum, berarti Rasulullah tidak berpuasa di hari Arafah karena sedang menunaikan haji, maka tidak disunnahkan mereka yang sedang menunaikan ibadah haji di padang Arafah untuk berpuasa Arafah, karena tidak diajarkan oleh Rasul SAW. Tapi yang tidak berangkat haji dan umrah, maka Rasul SAW memberikan kemuliaan puasa bagi mereka dengan mendapatkan penghapusan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang . Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah... Diriwayatkan di dalam Shahih Muslim, bahwa Rasul SAW bersabda : مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرُ مِنْ أَنْ يَعْتِقَ اللهُ فِيْهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ “ Tiada satu hari yang lebih banyak dimana Allah SWT membebaskan hamba dari api neraka melebihi hari Arafah”. Jadi belum sampai ke neraka atau ke surga nama-nama penduduk neraka dan penduduk surga sudah tercantum. Maka setiap waktu dan saat Allah pindahkan nama-nama itu, ada yang nama ahli surga di pindah ke neraka karena perbuatan jahatnya, ada nama ahli neraka di pindah ke sorga karena telah bertobat, itu setiap detik terjadi, Allah SWT memindahkan nama-nama para pendosa ke sorgaNya. Namun kata Rasul SAW paling banyak Allah SWT membebaskan hamba-hambaNya dari api neraka adalah di hari Arafah. Semoga kita semua dipastikan oleh Allah bebas dari api neraka. Penyampaian saya yang terakhir adalah firman Allah SWT : الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ( المائدة : 3 “ Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmatKu bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu” . ( QS. Almaidah : 3 ) Diriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari, berkata sayyidina Umar bin Khatthab bahwa kejadian itu yaitu turunnya ayat ini terjadi tepat pada hari Jum’at di hari Arafah , dan setelah itu adalah pelaksanaan haji wadaa’ ( haji perpisahan ) bagi Rasul SAW, setelah itu masih ada ayat-ayat Al qur’an yang turun. Jadi, kalau ayat ini dipakai dalil bahwa tidak boleh ada lagi penambahan dalam hal-hal yang diperbolehkan di dalam syariat , karena sudah turun ayat tadi, tentunya itu adalah pemahaman yang salah karena setelah ayat itu ada ayat lain lagi yang turun, ayat mengenai hutang, mengenai warisan dan lainnya, jadi ayat ini bukan ayat terakhir. Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah... Namun ayat ini di dalam tafsir Al Imam Thabari dan lainnya, mempunyai makna bahwa sudah sempurnanya Makkah Al Mukarramah, bersih dari berhala yang sebelumnya masih dipenuhi berhala, dan sempurnanya agama ini dengan kesempurnaan yang abadi, tentunya semua hal yang membawa manfaat bagi muslimin muslimat boleh dilakukan selama tidak bertentangan dengan syari’ah, demikian hadirin hadirat yang dimuliakan Allah. Kita bermunjat kepada Allah SWT, semoga malam-malam agung ini kita termuliakan dengan cahaya yang paling indah yang pernah Allah anugerahkan kepada hamba-hambaNya di malam-malam agung di sepuluh malam Zulhijjah Ya Rahmaan Ya Rahiim Ya Zal Jalaaly wal Ikraam Ya Zatthawli wal in’aam, inilah sepuluh malam yang mulia dan ini adalah malam yang ketujuh. Rabby, tersisa tiga malam di hadapan kami maka selesailah kami dari sepuluh malam Zulhijjah. Rabby inilah doa kami, betapa banyak maksiat yang kami lakukan di masa lalu, dan barangkali betapa banyak pula dosa yang akan menjebak kami di masa mendatang , maka kepada siapa kami akan mengadu kalau bukan kepadaMu Ya Rabby, betapa banyak musibah yang kami lewati di masa lalu, betapa banyak musibah yang mungkin akan datang di masa mendatang , betapa banyak kenikmatan yang kami lewati yang lupa kami syukuri, betapa banyak kenikmatan yang akan datang yang barangkali kami lupa mensyukurinya, kepada siapa kami menitipkan diri ini wahai Rabby kalau bukan kepadaMu Ya Allah, kalau bukan kepada Yang Maha berkasih sayang , kalau bukan kepada yang berfirman : ” Aku merindukan hamba-hambaKu jika hamba-hambaKu merindukanKu”, kepada yang berfirman : “ Aku bersama hambaKu ketika hambaKu mengingatKu dan bergetar bibirnya menyebut namaKu “. Rabby, kami memanggil namaMu, kami getarkan bibir untuk memanggil namaMu, yang getaran bibir kami menterjemahkan seluruh doa dan hajat kami , kami memanggil namaMu Ya Allah maka dalam nama itu kami pendamkan seluruh hajat kami , kami mohonkan seluruh doa kami, kami mintakan segala kemudahan di masa mendatang, kami mintakan pengampunan di masa lalu, dan kami mintakan taufik dan hidayah, dan kami mintakan agar kami jauh dari api neraka. Wahai Allah kami mendengar siksaan ynag paling ringan di dalam neraka adalah dipakaikan sandal dari api hingga bergejolak otaknya dari panasnya sandal api itu, api itu dipanaskan selama seribu tahun hingga berwarna putih, dan api itu dipanaskan selama seribu tahun hingga berwarna hitam, pernahkah terbayang kau melihat api yang berwarna hitam, api yang bergemuruh memanggil para pendosa . Rabby, disaat itu dimanakah kami, jangan kami dipanggil oleh api neraka karena dosa-dosa kami saat kami bangun di padang mahsyar Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim . Pastikan kami di dalam kelompok yang Kau firmankan : إِنَّ الَّذِينَ سَبَقَتْ لَهُمْ مِنَّا الْحُسْنَى أُولَئِكَ عَنْهَا مُبْعَدُونَ ¤ لَا يَسْمَعُونَ حَسِيسَهَا وَهُمْ فِي مَا اشْتَهَتْ أَنْفُسُهُمْ خَالِدُونَ ¤ لَا يَحْزُنُهُمُ الْفَزَعُ الْأَكْبَرُ وَتَتَلَقَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ هَذَا يَوْمُكُمُ الَّذِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ ( الأنبياء : 101-103 “ Sungguh, sejak dahulu bagi orang-orang yang telah ada ( ketetapan )yang baik dari kami ( Allah ), mereka akan dijauhkan dari api neraka, mereka tidak mendengar desis api neraka, dan mereka kekal dalam menikmati semua yang mereka inginkan, kejutan yang dahsyat tidak membuat mereka sedih , dan para malaikat akan menyambut mereka ( dengan ucapan ), “ inilah harimu yang telah dijanjikan kepadamu “. ( QS. Al Anbiyaa’ : 101-103 ) Orang-orang yang lebih dahulu Allah beri anugerah, mereka meminta di masa hidupnya husnul khatimah , maka Allah berikan kepada mereka anugerah, mereka jauh dari api neraka, jangankan mendengar gemuruh api neraka, desisnya pun mereka tidak mendengarnya, karena mereka dalam keagungan cahaya Ilahi, mereka sampai ke surga Allah dan jauh dari api neraka itu dan tidak mendengar desisnya, dan mereka tidak risau dan tidak bingung di hari dimana semua orang kebingungan, karena di hari itu mereka gembira dan berjumpa dengan yang dirindukannya yaitu Allah SWT. Di dunia mereka merindukan Allah, di hari itu di saat semua orang kebingungan, tetapi mereka dirindukan dan dipanggil oleh Allah dengan panggilan kasih sayangNya. Rabby, betapa jauh berbeda mereka yang dipanggil oleh api neraka dan yang dipanggil oleh kasih sayangMu. Jadikan kami dipanggil oleh kasih sayangMu Ya Allah. Allah berfirman : إِنْ ذَكَرَنِيْ فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِيْ وَإِنْ ذَكَرَنِيْ فِي مَلاَءٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلاَءٍ خَيْرٌ مِنْهُمْ “ Barangsiapa yang mengingatKu dalam dirinya, Aku pun mengingatnya dalam diriKu, jika ia mengingatKu dalam keramaian maka Aku pun menyebutnya dalam tempat yang ramai. فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا ... Ucapkanlah bersama-sama يَا الله...يَا الله... ياَ الله... ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ الله مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ Semoga malam ini malam qabul kita, malam keabadian kita untuk terbuka padanya rahasia keridhaan Allah yang abadi, tiada berakhir hingga kita bertemu dengan Allah SWT kelak, seraya berfirman : إِنَّا كُنَّا مِنْ قَبْلُ نَدْعُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْبَرُّ الرَّحِيمُ ( الطور : 28 “ Sesungguhnya kami dahulu menyembah-Nya. Sesungguhnya Dia-lah yang melimpahkan kebaikan lagi Maha Penyayang.” (QS. Ath Thuur : 28) Hingga kelak di hari kiamat ada yang berbangga-bangga dimuliakan Allah, apa yang mereka ucapkan? إِنَّا كُنَّا مِنْ قَبْلُ نَدْعُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْبَرُّ الرَّحِيمُ (الطور 28 Dulu kami menyembahNya dan berdoa kepadaNya, menyebut namaNya, Sungguh Dialah Yang Maha Baik dan Maha berkasih sayang. (QS Atthuur 28) Mereka dalam sambutan yang kekal, semoga kita dalam kelompok mereka di hari kiamat, berabangga-bangga sering memanggil nama Allah SWT, dunia bukan tempat berbangga-bangga, akhirat tempat berbangga-bangga dari segala pengampunan Allah SWT. Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah... Beberapa hal yang perlu saya sampaikan pada malam hari ini, malam Idul Adha malam Jumat ini kita akan mengadakan takbiran sebagaimana selebaran yang telah dibagikan . Dan juga saya memohon doa karena besok akan tabligh akbar dan zikir Jalalah di Denpasar Bali, esok pagi keberangkatan dan kembali hari Rabu Insyaallah, dan minggu ini juga ada acara di Banjarmasin dalam Tabligh Akbar dan Doa, dan malam Sabtu dan malam Ahad tetap di Jakarta, Insyaallah. Untuk minggu ini cuma ada dua acara yaitu di Denpasar dan Banjarmasin. Insyaallah menyusul bulan Desember di Masjid Raya Bogor, Bandung dan wilayah Jawa Barat untuk bulan Desember. Jadi yang bisa berangkat ke Denpasar silahkan berangkat, tapi tidak dianjurkan konvoi tapi kalau ke Cimahi Bogor tidak apa-apa konvoi, tapi kalau ke Denpasar tidak diperbolehkan konvoi, kita konvoi dengan doa kita insyaallah acara di wilayah sukses dan dakwah semakin mulia dan kita semakin indah di dalam hari-hari kita. Saya juga memohon kepada Jamaah untuk tidak terlalu berdesakan dalam bersalaman kepada pendosa ini, saya bukan Ulama bukan pula Shalihin yang berhak untuk diambil barakah saya cuma pendosa yang berharap pengampunan dosa dari Allah karena doa kalian para Jamaah. Memang dulu para Sahabat berdesakan untuk bersalaman dengan Rasulullah dan menciumi beliau, tapi beliau Rasulullah yang memang berhak untuk dimuliakan, dan sebelum beliau mendapatkan hal itu, di awal dakwah beliau, beliau sendiri yang bercerita : “suatu waktu aku berdiri di salah satu pasar, ketika ku katakan : قُوْلُوْا لاَإلهَ إِلاَّ الله “ Katakanlah : Tiada tuhan selain Allah “ Mereka berdesakan padaku bukan untuk berjabat tangan atau untuk mengucapkan “ Laa ilaaha illallaah “, tetapi mereka berebutan meludahi wajahku, kata Rasul SAW. Demikian keadaan dakwah Sang Nabi. Tentunya hamba pendosa ini malu, di zaman Rasulullah orang-orang berdesakan meludahi beliau dan di zaman sekarang orang-orang berdesakan mau menciumi saya hamba penuh dosa ini, sungguh sangat tidak pantas. Demikian sekedar himbauan penyampaian dari sanubari ini, tentunya jika akan memberatkan kalian sendiri cukuplah bersalaman dengan doa dan munajat kita bersatu dalam persaudaraan Islam dunia dan akhirah. Jika kau bertabarruk dengan tangan pendosa ini tampaknya bukan tempatnya, demikian hadirin hadirat. Selanjutnya kita teruskan acara ini dengan qasidah Muhammadun mengenang indahnya Nabi kita Muhammad SAW, falyatafaddhal masykuraa. Senin, 23 November 2009

Tausiyah: SEHELAI RAMBUT RASULULLAH SAW

oleh: Al-habib Munzir Almusawa Dari Ibn Siiriin (ra) berkata, kukatakan pada Ubaidah (ra) aku memiliki sehelai Rambut Nabi SAW, kudapatkan dari Anas (ra) atau dari keluarga Anas (ra), maka ia berkata (Ubaidah ra): Jika kumiliki sehelai Rambut beliau SAW lebih kusukai dari dunia dan segala isinya” (Shahih Bukhari) Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي هَذَا الشَّهْرِ اْلعَظِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur, Yang Maha Melimpahkan kemuliaan dan rahmatNya di setiap waktu kepada hamba-hambaNya yang beriman atau yang tidak beriman, kepada hamba-hambaNya yang shalih ataupun yang tidak, bahkan kepada semua makhluk yang di muka bumi selain manusia seperti hewan dan tumbuhan, atau makhluk-makhluk yang tidak bergerak seperti bebatuan, atau debu dan lainnya, sehingga kesemua makhluk yang berada di langit dan di bumi mengagungkan nama Yang Maha Luhur dan Mulia, maka janganlah kita menganggap benda-benda mati yang ada di muka bumi ini hanya sekedar benda mati yang tidak bergerak, akan tetapi kesemuanya berdzikir, memuji dan mengagungkan nama Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala : تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا ( الإسراء : 44 ) “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kalian tidak memahami tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun”. ( QS.Al Israa: 44 ) Dan hal tersebut, telah ditemukan oleh para Ilmuwan di zaman ini yang mengatakan bahwa semua benda memilki suara, baik itu adalah benda hidup atau pun benda mati seperti hewan, tumbuhan atau bebatuan dan lainnya, kesemuanya memiliki frekuensi suara masing-masing, dan kesemuanya memilki suara namun sebagian suara tersebut tidak difahami dan tidak terdengar oleh manusia, yang mana suara-suara tersebut adalah pujian terhadap keagungan nama Allah, kesemua benda atau sesuatu yang tidak terdengar oleh kita frekuensi suaranya termasuk sel tubuh kita, sesungguhnya kesemuanya itu selalu memanggil dan menyeru namaNya di setiap waktu dan kejap, sehingga tidak pernah terlepas dari dzikir kepada Allah subhanahu wata’ala. Akan tetapi banyak dari manusia yang kenyataannya mereka adalah makhluk hidup, justru mereka lalai dan lupa kepada Allah dikarenakan hati mereka yang mati, sehingga lebih mati dari benda-benda yang mati, karena benda-benda mati sebenarnya hidup dan senantiasa berdzikir dan memuji keagungan nama Allah subhanahu wata’ala. Maka selayaknyalah kehidupan di dunia yang sementara ini tidak dilewatkan dalam kelalaian dari mengingat Allah subhanahu wata’ala, serta berhati-hatilah dalam menjalani kehidupan dunia ini, sebagaimana di dalamnya terdapat anugerah dan musibah yang pasti akan dihadapi oleh manusia. Tidak ada kehidupan tanpa anugerah atau permasalahan, sehingga Allah subhanahu wata’ala menciptakan siang dan malam sebagai pelajaran kepada manusia bahwa kehidupan di dunia ini akan selalu terdapat perubahan dalam setiap waktu dengan kehendak Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Mampu merubah segala sesuatu. Sebagaimana perubahan yang terjadi pada jasad manusia, dimana setiap sel-sel di tubuh manusia tumbuh dan berkembang dalam setiap detiknya. Manusia tidak akan mampu mengatur perubahan dalam tubuhnya, tidak mampu mengatur detak jantung, tidak mampu mengatur pertumbuhan sel-sel di dalam tubuhnya, tidak mampu mengatur setiap nafas dan lainnya, namun Allah subhanahu wata’ala dengan mudah mampu mengatur hal-hal tersebut. Maka dalam setiap nafasnya manusia selalu berada dalam asuhan kasih sayang Allah subhanahu wata’ala, sehingga Allah memberikan pengajaran kepada manusia dengan adanya alam dan segala yang ada di dalamnya serta sifat-sifatnya seperti air, tanah, api, udara, cahaya, kegelapan, serta sifat-sifat makhluk lain yang Allah ciptakan seperti malaikat, syaitan, binatang dan tumbuhan, Allah jadikan sifat-sifat tersebut ada dalam hati setiap manusia. Dan Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam hadits qudsi : مَا وَسِعَنِيْ أَرْضِيْ وَلَا سَمَائِيْ وَلَكِنْ وَسِعَنِيْ قَلْبُ عَبْدِي الْمُؤْمِنِ “ Tidak dapat menampung-Ku (rahasia keluhuran Allah) bumi-Ku atau langit-Ku, akan tetapi mampu menampung-Ku hati hamba-Ku yang beriman” Maka sanubari seorang yang beriman lebih luas dan kuat dari seluruh alam semesta, karena mampu menampung keluhuran dan cahaya keagungan Allah subhanahu wata’ala, yang mana tidak mampu ditampung oleh alam semesta, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala : لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآَنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ ( الحشر : 21 ) “Jika Kami menurunkan Al Qur'an ini kepada sebuah gunung, niscaya engkau akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir”. ( QS. Al Hasyr : 21 ) Gunung akan hancur jika diturunkan kepadanya Al qur’an karena takut pada kewibawaan Allah subhanahu wata’ala, namun sanubari manusia yang beriman mampu menerima dan menampung kewibawaan Allah, kecintaan dan kasih sayang Allah, dan segala sifat keluhuran Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Sempurna dan Maha memilki segala kesempurnaan, Maha Memiliki segala sesuatu yang ada di alam semesta ini, akan tetapi waspadalah jangan sampai sanubari kita terbawa ke dalam sifat-sifat yang tidak baik dari mahkluk yang Allah ciptakan. Sebagaimana dalam setiap hati manusia terdapat sifat-sifat dari segala makhluk, seperti sifat pemarah, dimana sifat ini dikiaskan sebagai sifat seekor anjing, dan hawa nafsu atau syahwat dikiaskan sebagai sifat dari seekor babi, yang mana hewan-hewan tersebut dihukumi sebagai hewan yang najis, akan tetapi tidak satu pun dari hewan tersebut yang memprotes kepada Allah karena telah diciptakan sebagai hewan yang najis, padahal hewan-hewan tersebut senantiasa berdzikir dan mengagungkan nama Allah subhanahu wata’ala. Tentunya hewan tidak lebih baik dari kita sebagai manusia, akan tetapi justru kita sering lalai dari mengingat Allah dan barangkali di dalam hati kita sering memprotes akan ketentuan-ketentuan yang diberikan oleh Allah kepada kita. Kelak di akhirat manusia akan muncul dalam wujud yang sesuai dengan keadaan sanubarinya hari-hari yang terlewatkan dalam kehidupannya di dunia, apakah muncul dalam bentuk hewan ataukah muncul dalam bentuk manusia yang bercahaya?!. Maka perhatikanlah waktu dan hari-hari yang kita lewatkan dalam kehidupan kita, apakah terlewatkan dalam keluhuran atau dalam kehinaan?!. Maka jadikanlah panutan kita adalah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, manusia yang paling ramah terhadap semua makhluk Allah subhanahu wata’ala, dimana segala tuntunan dari perbuatan dan perkataannya adalah bimbingan dari Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam : أَدَّبَنِيْ رَبِّيْ فَأَحْسَنَ تَأْدِيْبِيْ “Tuhanku telah mendidikku dan Dia mendidikku dengan sebaik baik-baik pendidikan”. Allah subhanahu wata’ala telah membimbing dan mengajari nabi Muhammad adab bahkan terhadap butiran tanah yang beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menginjakkan kaki diatasnya untuk berjalan perlahan-lahan dan tidak menghentakkan kaki di bumi, sebagaimana firmanNya subhanahu wata’ala : وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا ( الفرقان : 63 ) “Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (adalah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati”. ( QS. Al Furqan : 63 ) Saat ini banyak ummat Islam di dunia yang dibuat murka akan perbuatan orang-orang yang menghina dan melecehkan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Tentunya kita semua mencintai nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, akan tetapi jangan kita jadikan emosi kita ummat islam dikendalikan oleh mereka orang-orang yang tidak menyukai nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga mereka dengan mudah dapat membuat ummat Islam marah atau tenang sesuai keinginan mereka, yang semestinya merekalah yang kita seru kepada kemuliaan bukan justru kita yang dikendalikan oleh mereka, dan hal itu pun (penghinaan terhadap nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam) tidak akan terjadi kecuali dengan kehendak Allah subhanahu wata’ala, dan hal tersebut juga telah terjadi 14 abad yang silam di masa hidup beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka dalam menghadapi hal ini, kita jadikan nama beliau shallallahu ‘alaihi wasalam semakin menjadi harum dan indah dengan mengenalkan budi pekerti luhur beliau shallallahu ‘alaihi wasallam kepada keluarga, kerabat dan teman-teman kita. Jangan sampai kita yang semasa di dunia seakan-akan adalah orang yang paling mencintai nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, justru lebih menghinakan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam daripada orang-orang yang tampaknya telah menghina nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, karena kita terpancing emosi dan kemarahan yang mengakibatkan kerusakan dan kehancuran disekitarnya. Dan hal ini kelak akan terungkap di hari kiamat, di saat kita dihisab oleh Allah dan disaksikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan ketika nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya oleh Allah apakah ummat beliau melakukan perbuatan-perbuatan tersebut (kerusakan dan kehancuran yang disebabkan kemarahan akan hinaan terhadap nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam), maka nabi Muhammad harus membenarkan setiap pertanyaan Allah akan perbuatan yang telah dilakukan ummatnya ketika di dunia. Maka perbuatan dosa tersebut kelak di hari kiamat akan mempermalukan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di hadapan Allah subhanahu wata’ala. Maka kendalikanlah emosi dalam menghadapi peristiwa tersebut, dengan berfikir yang manakah perbuatan yang membawa manfaat atau keburukan. Dan hal tersebut Allah subhanahu wata’ala izinkan untuk terjadi?, karena ummat Islam banyak yang telah melupakan nabi mereka shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga kejadian tersebut membuat mereka ingin lebih mengetahui nabi mereka, betulkah nabi mereka seperti yang orang-orang tuduhkan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga dengan itu mereka akan lebih mempelajari sirah dan akhlak-akhlak nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, begitu juga orang-orang yang di luar Islam pun akan tertarik perhatian mereka untuk mengetahui apakah betul demikian sosok nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga mereka pun akan mencari tahu dan mempelajari tentang nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang mana dengan hal tersebut mereka akan mengenal dan mengetahui bahwa seorang (nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam) yang dihina dan dilecehkan itu adalah sosok manusia yang paling baik, manusia yang paling ramah dan berlemah lembut kepada semua orang baik yang seagama dengannya atau pun orang yang berbeda agama dengannya, bahkan terhadap musuh-musuhnya sekalipun. Dan bulan Dzulqa’dah ini mengingatkan kita pada perjanjian Hudaibiyah yang terjadi di bulan Dzulqa’dah tahun 6H, dimana ketika itu 1500 muslimin menuju ke Makkah untuk melaksanakan ibadah umrah, namun dihalangi oleh orang kafir quraisy, padahal kaum muslimin disaat itu tidak ada yang membawa senjata apapun atau peralatan perang yang lainnya, karena mereka hanya ingin melakukan ibadah Umrah dan Haji, namun kuffar quraisy tetap tidak memberi izin untuk masuk ke Makkah, sehingga mereka membuat perjanjian yang menguntungkan fihak quraisy, yang mana diantara perjanjian tersebut adalah jika kaum muslimin yang di Makkah akan berangkat ke Madinah maka harus dengan seizin para pembesar quraisy, akan tetapi penduduk Madinah yang ingin ke Makkah dan masuk pada agama quraisy maka tidak boleh dihalangi dan dilarang. Adapun hikmah yang dapat kita ambil dari peristiwa tersebut adalah kesabaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kaum muslimin akan tindakan kuffar quraisy terhadap mereka dalam perjanjian Hudaibiyah tersebut yang sangat menyakitkan kaum muslimin, sehingga 2 tahun setelahnya terjadilah fath Makkah di tahun 8 H, dan jumlah muslimin di saat itu adalah 10.000, sehingga dengan jumlah yang besar tersebut kaum kuffar quraisy tidak lagi mampu untuk menghalangi mereka ketika memasuki kota Makkah, dan ketika itu mereka juga tidak membawa senjata apa pun. Kemudian 2 tahun setelah kejadian Fath Makkah yaitu tahun 10 H Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan haji wada’ (haji perpisahan) bersama 120.000 kaum muslimin. Demikian pesat perkembangan Islam sebab budi pekerti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Adapun riwayat yang tadi kita baca menunjukkan kemuliaan cinta para sahabat terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dimana sayyidina Ubaidah merasa sangat cemburu terhadap Ibn Sirin yang memilki dan menyimpan sehelai rambut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga baginya jika memilki sehelai rambut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka itu lebih ia cintai dari dunia dan seisinya, sebab kecintaannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dijelaskan oleh Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani dalam Fath Al Bari bisyarh Shahih Al Bukhari bahwa Ibn Sirin adalah putra Sirin yang ia adalah pembantu sayyidina Anas bin Malik Ra, dan sayyidina Anas bin Malik adalah pembantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mana Rasulullah jadikan sebagai anak angkat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Demikian kecintaan para sahabat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan tahallul di saat Haji Wada’ maka tidak sehelai pun dari rambut beliau shallallahu ‘alaihi wasallam yang terjatuh ke bumi, akan tetapi helaian rambut-rambut beliau terjatuh di tangan para sahabat Radhiyallahu ‘anhum. Selanjutnya kita bermunajat kepada Allah subhanahu wata’ala, semoga Allah mengabulkan seluruh hajat kita, menghapus seluruh dosa-dosa kita, menjauhkan kita dari segala musibah dan permasalahan, serta mempermudah kita dalam mencapai keluhuran, kemuliaan, kebahagiaan di dunia dan akhirat. فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا Ucapkanlah bersama-sama يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ

Tausiyah: MENDAHULUKAN BAGIAN YANG KANAN

oleh: Al-habib Munzir Almusawa Dari Aisyah Ra: Bahwa Nabi SAW menyukai memulai dengan bagian yang kanan, dalam memakai sandalnya, dalam menyisir rambutnya, dalam bersucinya, dan dalam gerak-geriknya” (Shahih Bukhari) Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي هَذَا الشَّهْرِ اْلعَظِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur, Yang Maha melimpahkan kebahagiaan dan Maha mencabutnya, Yang Maha Memiliki dan Memberi kenikmatan serta Maha berhak mengambilnya. Dialah Allah subhanahu wata’ala dimana semakin mendekat seorang hamba kepadaNya maka semakin dekatlah ia kepada Sang Maha Memilki segala ketentuan dan kejadian, dan semakin seorang hamba memiliki niat untuk mendekat kepadaNya maka niat tersebut menjadi bekal untuk tumbuhnya kasih sayang dan ridha Allah untuknya, semoga niat-niat luhur itu senantiasa tumbuh di dalam sanubari kita di setiap hari-hari kita, apalah arti kehidupan ini jika di hati tidak ada keinginan untuk mendekat kepada Allah subhanahu wata’ala . Sebagaimana firmanNya dalam hadits qudsi : مَنْ أَحَبَّ لِقَائِيْ أَحْبَبْتُ لِقَاءَهُ وَمَنْ كَرِهَ لِقَائِيْ كَرِهْتُ لِقَاءَهُ “Barangsiapa yang rindu perjumpaan denganKu, maka Aku rindu perjumpaan dengannya, dan barangsiapa yang membenci perjumpaan denganKu maka aku membenci perjumpaan dengannya” Beruntunglah mereka yang ingin berjumpa dengan Allah hingga lewatlah hari-harinya dengan kerinduan, dan dalam catatan amalnya tercatat bahwa ia dalam kerinduan kepada Allah di siang dan malamnya, meskipun sesekali ia terjebak di dalam perbuatan dosa, namun Sang Maha Penyelamat mampu dan siap menyelamatkannya di setiap waktu dan kejap, serta siap mengampuni dosa-dosanya di setiap waktu, dan pengampunan itu akan didahulukan untuk hamba-hambaNya yang senantiasa ingin mendekat kepadaNya. Sebaliknya manusia akan terlewat hari-harinya dalam kehinanaan meskipun berada dalam kebahagiaan atau kenikmatan namun tidak ada keinginan dalam dirinya untuk mendekat kepada Allah subhanahu wata’ala, maka setiap nafas mereka akan terus mendekatkan mereka kepada kemurkaan Allah dan siksa Allah yang pedih, wal’iyadzubillah. Kehadiran kita di majelis ini merupakan undangan kasih sayang Allah subhanahu wata’ala kepada kita untuk mendekat kepadaNya dan mencapai pengampunanNya, mencapai keridhaanNya. Sebagaimana di saat ini kita berada dalam kebahagiaan dan kenikmatan, tersenyum karena berada dalam anugerah Allah subhanahu wata’ala, namun kita tidak mengetahui apa yang akan terjadi pada diri kita di hari esok. Banyak diantara kita yang saat ini berada dalam keluasan harta dan dalam keadaan sehat, namun dalam beberapa detik hal itu bisa saja berubah dan sirna sebab penyakit stroke yang dengan sekejap Allah subhanahu wata’ala mencabut kebahagiaan dan harta yang dimilikinya. Maka beruntung bagi yang dekat kepada Sang Maha Pemilik kenikmatan, yang barangkali mereka mendapatkan musibah atau dalam kesedihan, namun karena ia dekat dekat Yang Maha Mampu menyelesaikan setiap musibah dan kesedihannya, maka mereka akan segera mendapatkan kemudahan dan pertolongan atas musibah atau permasalahanya lebih dahulu dari mereka yang tidak dekat denganNya. Sebagian orang berkata jika seseorang semakin dekat kepada Allah subhanahu wata’ala, maka akan semakin banyak mendapatkan musibah, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: إِذَا أَحَبَّ اللهُ عَبْدًا اِبْتَلاَهُ “ Jika Allah mencintai seorang hamba, maka Dia (Allah) akan menimpakan cobaan baginya” Namun cobaan tidak senantiasa berupa kesedihan atau musibah, akan tetapi meskipun cobaan tersebut berupa musibah atau kesediahan namun kenikmatan yang Allah berikan kepada mereka jauh lebih mulia dari cobaan tersebut. Sebagaimana kita ketahui bagaimana dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hidupnya disakiti dan dikejar-kejar untuk dibunuh, beliau juga mengikat perutnya dengan batu karena tidak makan selama beberapa hari, serta banyak peristiwa-peristiwa sulit yang dulu dihadapi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun disamping itu beliau lah satu-satunya manusia yang diberi kemapuan oleh Allah untuk mengalirkan air dari jari-jari mulia beliau shallallahu ‘alaihi wasallam disaat manusia kehausan dan tidak mendapatkan air, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan sahabat untuk membawa bejana besar, kemudian beliau meletakkan tangan beliau di dalam bejana tersebut dan mengalirlah air dari jari-jari tangan mulia beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu beliau memerintah semua orang untuk minum dan berwudhu dari air tersebut, dimana jumlah mereka di saat itu adalah 1500 orang dan teriwayatkan dalam hadits : لَوْ كُنَّا مِائَةَ أَلْفٍ لَكَفَنَا “ Jika ketika itu (jumlah) kami 100.000, niscaya mencukupi kami” Dan ketika beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dihina dan dilempari batu oleh musuh-musuhnya hingga kaki beliau berlumur darah, maka Allah subhanahu wata’ala mengutus malaikat untuk menolong beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dengan mengangkat gunung dan menimpakan kepada ummat yang telah menyiksa beliau shallalahu ‘alaihi wasallam, sehingga musnahlah semua umat tersebut namun beliau menolak hal itu dan memilih bersabar, dan beliau berkata jika mereka tidak beriman barangkali kelak ada diantara keturunan mereka yang akan beriman, adakah manusia yang bersabar dan berlemah lembut terhadap musuh melebihi beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan masih memikirkan kebaikan untuk anak-anak dan keturunan musuh-musuhnya, hal yang tidak pernah dilakukan oleh seorang makhluk pun di muka bumi ini selain beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Demikian mulia dan indahnya akhlak beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Hadirin yang dimulikan Allah Selanjutnya hadits yang kita baca di malam hari ini, yang tampaknya adalah hal yang ringan dan biasa akan tetapi hal tersebut justru menunjukkan mukjizat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam banyak hal dan perbuatan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, namun yang akan kita bahas adaalah secara ilmu kesehatan, dimana menunjukkan bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah nabi yang mana tuntunan-tuntunan beliau sesuai dengan ilmu kesehatan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam banyak perbuatannya senantiasa mendahulukan bagian anggota yang kanan, Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani menyebutkan dengan menukil ucapan Al Imam An Nawawi bahwa ucapan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam “ وفي شأنه كله (dalam segala perbuatannya)” menunjukkan kalimat ‘aam makhsuus (kalimat umum yang dikhususkan), yang mana tidak semua perbuatan yang beliau shallallahu ‘alaihi wasallam kerjakan dimulai dari anggota yang kanan, sebagaimana banyak perbuatan yang beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mulai dengan anggota yang kiri, seperti ketika masuk ke dalam kamar mandi, atau ketika keluar dari masjid, dan lainnya. Namun kebanyakan dari perbuatan-perbuatan yang beliau mulai dengan anggota yang kanan, mengapa hal tersebut beliau lakukan?. Dijelaskan dalam ilmu kedokteran bahwa darah dari jantung yang mengalir ke seluruh tubuh terlebih dahulu mengalir di bagian anggota yang kanan, lalu mengalir ke bagian tubuh yang kiri kemudian kembali ke jantung. Sehingga darah yang mengalir pada anggota tubuh bagian kiri telah melewati anggota tubuh bagian kanan dan membawa kotoran atau racun-rancu untuk kemudian dibawa ke jantung. Hal ini menunjukkan jika seseorang melakukan perbuatannya dengan mendahulukan anggota yang kiri, maka keadaan kesehatan tubuhnya akan menjadi buruk karena kekuatan tubuh lebih kuat di anggota yang kanan, dikarenakan darah mengalir terlebih dahulu di anggota tubuh bagian kanan, meskipun posisi jantung terletak di sebelah kiri. Oleh sebab itu anggota sebelah kiri seharusnya lebih diberi kesempatan untuk beristirahat daripada bagian tubuh yang sebelah kanan, karena anggota bagian kiri mendapatkan pasokan darah yang telah bercampur dengan banyak kotoran yang dibawa dari anggota bagian kanan. Dan jika diteliti aliran darah yang mengalir di anggota bagian kanan mengalir sangat deras, namun aliran darah di anggota sebelah kiri mengalir lambat dan warna telah berubah karena telah bercampur dengan kotoran yang dibawa dari anggota bagian kanan. Dari sini kita fahami sungguh indah dan modern tuntutan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Hadirin yang dimuliakan Allah Saat ini kita telah memasuki bulan Dzulqa’dah, dan bulan ini mengingatkan kita pada peristiwa yang terjadi pada tahun 5 H yaitu kejadian perang Khandaq atau perang Ahzab.Dimana di saat itu Madinah dikepung oleh qabilah-qabilah sekitar Madinah yang dipimpin oleh kuffar quraisy, yang bertujuan untuk memerangi muslimin dan membunuh nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Disebutkan dalam kitab Sirah bahwa jumlah mereka yang mengepung Madinah adalah 10.000 orang, dan 100 orang dari mereka adalah para tentara handal yang mempunyai keahlian dan dengan persenjataan yang lengkap, dan jumlah kaum muslimin di saat itu adalah 300 orang pria dan yang lainnya adalah kaum wanita, anak-anak, dan orang-orang tua yang lemah. Ketika mengetahui hal tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintah kaum muslimin untuk menggali parit atau seperti saluran aliran, yang mana hal itu adalah perintah dari Allah subhanahu wata’ala. Maka disaat penggalian parit itu, terdapat sebuah batu yang tidak dapat dihancurkan meskipun dengan segala kekuatan yang dimiliki seluruh penduduk Madinah. Kemudian mereka menyampaikannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengambil martil dan memukulkannya pada batu tersebut, namun hanya berpijar cahaya dan tidak bergerak dari posisi semula, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memukulkan palu itu untuk kedua kalinya, akan tetapi terjadai hal yang sama dan hanya memancarkan cahaya yang kuat dari batu itu, kemudian palu itu dipukulkan lagi untuk yang ketiga kalinya hingga batu pun hancur. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata bahwa pijaran cahaya yang pertama beliau diperlihatkan anugerah-anugerah Allah subhanahu wata’ala dan pijaran cahaya yang kedua beliau diperlihatkan kekuatan-keuatan romawi dan kemenangan muslimin. Hal itu diperlihatkan oleh Allah subhanahu wata’ala untuk menenangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sampaikan kepada para shabat untuk menenangkan diri mereka, bahwa kemenangan akan diraih oleh kaum muslimin. Maka para sahabat pun menenangkan diri mereka sambil melantunkan qasidah, sebagaimana teriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari: نَحْنُ الَّذِيْنَ بَايَعُوْا مُحَمَّدًا عَلَى الْإِسْلاَمِ مَا بَقِيْنَا أَبَدََا “ Kamilah yang telah membai’at Muhammad (berpegang) kepada Islam sepanjang hidup kami” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : اَللّهُمَّ إِنَّ الْعَيْشَ عَيْشُ الْآخِرَةِ فَاغْفِرْ لِلْأَنْصَارِ وَالْمُهُاجِرَةِ “ Wahai Allah, sesungguhnya kehidupan yang sejati adalah kehidupan akhirat, ampunilah kaum Anshar dan Muhajirin” Maka membaca qasidah dengan bersautan adalah hal yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sejak tahun 6 H yang silam. Kemudian di saat itu, datanglah seorang sahabat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yang mana sahabat tersebut terkenal dengan seorang yang memiliki strategi yang handal dan pandai mempengaruhi, berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “Wahai Rasulullah, izinkalah aku untuk mendatangi kaum Yahudi dan qabilah-qabilah yang akan mengepung Madinah”, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun mengizinkannya karena beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengetahui bahwa ia tidak akan terpengaruhi oleh orang quraisy dan qabilah-qabilah lainnya. Setelah ia menemui kelompok yahudi ia berkata : “ Wahai kaum Yahudi, apa yang akan diberikan kaum quraisy kepada kalian sehingga kalian bergabung dengan mereka untuk memerangi nabi Muhammad?”, maka mereka menjawab : “Kami tidak mendapatkan apa-apa dari kaum quraisy”, ia kembali berkata : “Ketahuilah, bukan harta yang harus kalian minta dari orang quraisy, akan tetapi mintalah beberapa orang quraisy untuk dijadikan jaminan kepada kaum muslimin agar kalian dibebaskan dan tidak dibantai dan dijadikan budak oleh kaum muslimin jika ternyata kaum quraisy kalah”, mendengar hal tersebut, orang yahudi pun mulai berfikir sehingga mereka pun meminta kepada orang quraisy beberapa orang dari kaum mereka untuk dijadikan jaminan. Akhirnya ucapan itu pun tersebar dikalangan Yahudi yang lainnya, sehingga mulailah orang Yahudi berpecah belah dan memisahkan diri dari kaum quraisy serta tidak memerangi kaum muslimin bersama kaum quraisy. Namun masih banyak qabilah dan kelompok yang masih bertahan untuk tetap memerangi nabi Muhammad dan pengikut beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga pengepungan berlangsung dan kaum muslimin dalam keadaan yang sangat sulit karena pasokan sandang pangan tidak dapat masuk ke Madinah. Di sore harinya seorang terkuat dari kalangan quraisy yaitu ‘Amr bin Abd Wud berteriak dan memanggil penduduk Madinah serta menantang kaum muslimin untuk mengeluarkan orang terkuat kaum muslimin agar beradu dengannya sebelum peperangan di mulai, maka di saat itu sayyidina Ali bin Abi Thalib berdiri untuk menghadapinya, dan ketika itu usia beliau masih sangat muda, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menahannya agar tidak terbawa amarah dan mengingatkan sayyidina Ali bin Abi Thalib bahwa laki-laki itu adalah ‘Am bin Abd Wud, orang terkuat kaum quraisy, bukan berarti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam takut untuk menghadpainya, akan tetapi beliau shallallahu ‘alaihi wasallam meminta sayyidina Ali untuk tidak terbawa emosi, kemudian Amr bin Abd Wud kembali berteriak dan menantang kaum muslimin, maka sayyidina Ali bin Abi Thalib berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “Wahai Rasulullah, izinkanlah aku untuk menghadapinya”, setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat sayyidina Ali bin Abi Thalib merasa tenang dan tidak dalam emosi, maka beliau pun mengizinkan sayyidina Ali bin Abi Tahlib. Namun ketika sayyidina Ali bin Abi Tahlib keluar dan akan menghadapi Amr bin Abd Wud, ia berkata : “Wahai Ali engkau adalah anak muda dan ayahmu adalah temanku maka aku tidak mau beradu denganmu, biarkan orang lain yang melwanku”, lalu sayyidina Ali berkata : “Demi Allah, aku akan membunuhmu jika engkau tidak mau masuk Islam”, mendengar hal itu ‘Amr bin Abi Hud pun marah dan mulailah pertarungannya dengan sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib, yang mana tidak beberapa lama Amr bin Abd Wud dikalahkan dan terbunuh oleh sayyidina Ali bin Abi Thalib. Adapun di saat itu pemimpin quraisy adalah Abu Sufyan yang merupakan orang terkuat di kalangan quraisy serta memiliki banyak tentara perang yang kuat dan juga memiliki harta yang banyak. Maaka di saat itu, di malam harinya Allah subhanahu wata’ala mengirim angin dahsyat yang bertiup di sekitar kota Madinah, namun angin tersebut tidak turun di Madinah. Melihat angin kencang yang tiada berhenti, Abu Sufyan mulai merasa risau dan kebingungan, sebab dia adalah orang yang mempunyai onta dan harta terbanyak, jika angin kencang itu tidak berhenti dan onta-onta akan terlepas dari ikatannya kemudian kabur, maka bagaimana ia akan membawa harta-hartanya. Kemudian ia memutuskan untuk memerintah para prajuritnya membongkar kemah-kemah dan kembali ke Makkah untuk menyelamatkan harta-hartanya. Dan ketika pagi menjelang tidak seorang pun dari kaum quraisy tersisa di Madinah Al Munawwarah. Demikian pertolongan Allah untuk hamba-hambaNya yang senantiasa dalam ketabahan dan kesabaran. Selanjutnya kita bermunajat bersama semoga Allah subhanahu wata’ala menjaga kota Jakarta dan penduduk muslimin di wilayah ini selalu dalam kedamaian, serta dijauhkan dari gangguan-gangguan tangan yang ingin merusak dan merubah wilayah ini dan semoga Allah subhanahu wata’ala memberikan kemenagan kepada kaum muslimin sebagaimana kemenangan yang terjadi pada kaum muslimin di perang Ahzab , amin allahumma amin. فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا Ucapkanlah bersama-sama يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ

Para Ulama memerangi faham sesat IBNU TAIMIYAH

Ia bernama Ahmad ibn Taimiyah, lahir di Harran dalam keluarga pancinta ilmu dalam madzhab Hanbali. Ayahnya adalah seorang baik dan tenang pembawaannya, ia termasuk orang yang dimuliakan oleh para ulama daratan Syam saat itu, juga dimuliakan oleh orang-orang pemerintahan hingga mereka memberikan kepadanya beberapa tugas ilmiah sebagai bantuan mereka atas ayah Ibn Taimiyah ini. Ketika ayahnya ini meninggal, mereka kemudian mengangkat Ibn Taimiyah sebagai pengganti untuk tugas-tugas ilmiah ayahnya tersebut. Bahkan mereka sengaja menghadiri majelis-majelis Ibn Taimiyah sebagai support baginya dalam tugasnya tersebut, dan mereka memberikan pujian kepadanya untuk itu. Ini tidak lain karena mereka memandang terhadap dedikasi ayahnya dahulu dalam memangku jabatan ilmiah yang telah ia emban. Namun ternyata pujian mereka terhadap Ibn Taimiyah ini menjadikan dia lalai dan terbuai. Ibn Taimiyah tidak pernah memperhatikan akibat dari pujian-pujian yang mereka lontarkan baginya. Dari sini, Ibn Taimiyah mulai muncul dengan faham-faham bid’ah sedikit demi sedikit. Dan orang-orang yang berada di sekelilingnyapun lalu sedikit demi sedikit menjauhinya karena faham-faham bid’ah yang dimunculkannya tersebut. Ibn Taimiyah ini sekalipun cukup terkenal namanya, banyak karya-karyanya dan cukup banyak pengikutnya, namun dia adalah orang yang telah banyak menyalahi konsensus (ijma’) ulama dalam berbagai masalah agama. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh al-Muhaddits al-Hafizh al-Faqih Waliyyuddin al-‘Iraqi, sebagi berikut: “Ia (Ibn Taimiyah) telah membakar ijma’ dalam berbagai masalah agama yang sangat banyak, disebutkan hingga enam puluh masalah. Sebagian dalam masalah yang terkait dengan pokok-pokok akidah, sebagian lainnya dalam masalah-masalah furu’. Dalam seluruh masalah tersebut ia telah menyalahi apa yang telah menjadi kesepakatan ulama -sebagai Ijma’- di atasnya”. Sebagian orang awam di masa itu, -juga seperti yang terjadi di zaman sekarang- yang tidak mengenal persis siapa Ibn Taimiyah terlena dan terbuai dengan “kebesaran” namanya. Mereka kemudian mengikuti bahkan laksana “budak” bagi faham-faham yang diusung oleh Ibn Taimiyah ini. Para ulama di masa itu, di masa hidup Ibn Taimiyah sendiri telah banyak yang memerangi faham-faham tersebut dan menyatakan bahwa Ibn Taimiyah adalah pembawa ajaran-ajaran baharu dan ahli bid’ah. Di antara ulama terkemuka yang hidup di masa Ibn Taimiyah sendiri dan gigih memerangi faham-fahamnya tersebut adalah al-Imam al-Hafizh Taqiyyuddin ‘Ali ibn ‘Abd al-Kafi as-Subki. Beliau telah menulis beberapa risalah yang sangat kuat sebagai bantahan atas kesesatan Ibn Taimiyah. Imam Taqiyyuddin as-Subki adalah ulama terkemuka multi disipliner yang oleh para ulama lainnya dinyatakan bahwa beliau telah mencapai derajat mujtahid mutlak, seperti Imam asy-Syafi’i, Imam Malik, Imam Abu Hanifah atau lainnya. Dalam pembukaan salah satu karya bantahan beliau terhadap Ibn Taimiyah, beliau menuslikan sebagai berikut: “Sesungguhnya Ibn Taimiyah telah membuat ajaran-ajaran baru. Ia telah membuat faham-faham baru dalam masalah pokok-pokok akidah. Ia telah menghancurkan sendi-sendi Islam dan rukun-rukun keyakinannya. Dalam mempropagandakan faham-fahamnya ini, ia memakai topeng atas nama mengikut al-Qur’an dan Sunnah. Ia menampakkan diri sebagai orang yang menyeru kepada kebenaran dan kepada jalan surga. Sesungguhnya dia bukan seorang yang mengikut kepada kebenaran, tapi dia adalah seorang yang telah membawa ajaran baru, seorang ahli bid’ah. Ia telah menyimpang dari mayoritas umat Islam dengan menyalahi berbagai masalah yang telah menjadi ijma’. Ia telah berkeyakinan pada Dzat Allah yang Maha Suci sebagai Dzat yang memiliki anggota-anggota badan dan tersusun darinya”[ad-Durrah al-Mudliyyah Fi ar-Radd ‘Ala Ibn Taimiyah]. Di antara faham-faham ekstrim Ibn Taimiyah dalam masalah pokok-pokok agama yang telah menyalahi ijma’ adalah; berkeyakinan bahwa jenis alam ini tidak memiliki permulaan. Menurutnya jenis (al-Jins atau an-Nau’) alam ini qadim bersama Allah. Artinya menurut Ibn Taimiyah jenis alam ini qadim seperti Qadim-nya Allah. Bagi Ibn Taimiyah yang baharu itu hanya materi-meteri (al-Maddah) alam ini saja. Dalam hal ini, Ibn Taimiayh telah mengambil separuh kekufuran kaum filosof terdahulu yang berkeyakinan bahwa alam ini Qadim, baik dari segi jenis maupun materi-materinya. Ibn Taimiyah mengambil separuh kekufuran mereka, mengatakan bahwa yang qadim dari alam ini adalah dari segi jenisnya. Dua faham ini sama-sama sebagai suatu kekufuran dengan kesepakatan (ijma’) para ulama, sebagaimana ijma’ ini telah dinyatakan di antaranya oleh al-Imam Badruddin az-Zarkasyi dalam Tasynif al-Masami’ Bi Syarh Jama’ al-Jawami’. Karena keyakinan semacam ini sama dengan menetapkan adanya sesuatu yang azali kepada selain Allah, dan menetapkan sifat yang hanya dimiliki Allah bagi makhluk-makhluk-Nya. Faham ekstrim lainnya, Ibn Taimiyah mengatakan bahwa Allah adalah Dzat yang tersusun dari anggota-anggota badan. Menurutnya Allah bergerak dari atas ke bawah, memiliki tempat dan arah, dan disifati dengan berbagai sifat benda lainnya. Dalam beberapa karyanya dengan sangat jelas Ibn Taimiyah menuliskan bahwa Allah memiliki ukuran persis sebesar ‘arsy, tidak lebih besar dan tidak lebih kecil. Faham sesat lainnya, ia mengatakan bahwa seluruh para nabi Allah bukan orang-orang yang terpelihara (ma’shum). Juga mengatakan bahwa Nabi Muhammad sudah tidak lagi memiliki kehormatan dan kedudukan (al-Jah), dan tawassul dengan Jah nabi Muhammad tersebut adalah sebuah kesalahan. Bahkan mengatakan bahwa perjalanan untuk tujuan ziarah kepada Rasulullah di Madinah adalah sebuah perjalanan maksiat yang tidak diperbolehkan untuk mengqashar shalat pada perjanan tersebut. Faham sesat lainnya; ia mengatakan bahwa siksa di dalam neraka tidak selamanya. Dalam keyakinannya, bahwa neraka akan punah, dan semua siksaan yang ada di dalamnya akan habis. Seluruh perkara-perkara “nyeleneh” ini telah ia tuliskan sendiri dalam berbagai karyanya, dan bahkan di antaranya di kutip oleh beberapa orang murid Ibn Taimiyah sendiri. Karena faham-faham ekstrim ini, Ibn Taimiyah telah berulangkali diminta untuk taubat dengan kembali kepada Islam dan meyakini keyakinan-keyakinan yang benar. Namun demikian, ia juga telah berulang kali selalu saja menyalahi janji-janjinya. Dan untuk “keras kepalannya” ini, Ibn Taimiyah harus membayar mahal dengan dipenjarakan hingga ia mati di dalam penjara tersebut. Pemenjaraan terhadap Ibn Taimiyah tersebut terjadi di bawah rekomendasi dan fatwa dari para hakim empat madzhab di masa itu, hakim dari madzhab Syafi’i, hakim dari madzhab Maliki, hakim dari madzhab Hanafi, dan dari hakim dari madzhab Hanbali. Mereka semua sepakat memandang Ibn Taimiyah sebagai seorang yang sesat, wajib diwaspadai, dan dihindarkan hingga tidak menjermuskan banyak orang. Peristiwa ini semua termasuk berbagai kesesatan Ibn Taimiyah secara detail telah diungkapkan oleh para ulama dalam berbagai karya mereka. Di antaranya telah diceritakan oleh murid Ibn Taimiyah sendiri, yaitu Ibn Syakir al-Kutbi dalam karyanya berjudul ‘Uyun at-Tawarikh. Bahkan di masa itu, Sultan Muhammad ibn Qalawun telah mengeluarkan statemen yang beliau perintahkan untuk dibacakan di seluruh mimbar-mimbar mesjid di wilayah Mesir dan daratan Syam (Siria, Libanon, Palestina, dan Yordania) bahwa Ibn Taimiyah dan para pengikutnya adalah orang-orang yang sesat, yang wajib dihindari. Akhirnya Ibn Taimiyah dipenjarakan dan baru dikeluarkan dari penjara tersebut setelah ia meninggal pada tahun 728 H. Bantahan Para Ulama Terhadap Ibn Taimiyah Ibn Taimiyah (w 728 H) adalah sosok kontroversial yang menjadi rujukan salafy wahabi yang mana segala kesesatannya telah dibantah oleh berbagai lapisan ulama dari empat madzhab; ulama madzhab Syafi’i, ulama madzhab Hanafi, ulama madzhab Maliki, dan oleh para ulama madzhab Hanbali. Bantahan-bantahan tersebut datang dari mereka yang hidup semasa dengan Ibn Taimiyah sendiri maupun dari mereka yang datang setelahnya. Berikut ini adalah di antara para ulama tersebut dengan beberapa karyanya masing-masing : 1. Al-Qâdlî al-Mufassir Badruddin Muhammad ibn Ibrahim ibn Jama’ah asy-Syafi’i (w 733 H). 2. Al-Qâdlî Ibn Muhammad al-Hariri al-Anshari al-Hanafi. 3. Al-Qâdlî Muhammad ibn Abi Bakr al-Maliki. 4. Al-Qâdlî Ahmad ibn Umar al-Maqdisi al-Hanbali. Ibn Taimiyah di masa hidupnya dipenjarakan karena kesesatannya hingga meninggal di dalam penjara dengan rekomedasi fatwa dari para hakim ulama empat madzhab ini, yaitu pada tahun 726 H. Lihat peristiwa ini dalam kitab ‘Uyûn at-Tawârikh karya Imam al-Kutubi, dan dalam kitab Najm al-Muhtadî Fî Rajm al-Mu’tadî karya Imam Ibn al-Mu’allim al-Qurasyi. 5. Syekh Shaleh ibn Abdillah al-Batha-ihi, Syekh al-Munaibi’ ar-Rifa’i. salah seorang ulama terkemuka yang telah menetap di Damaskus (w 707 H). 6. Syekh Kamaluddin Muhammad ibn Abi al-Hasan Ali as-Sarraj ar-Rifa’i al-Qurasyi asy-Syafi’i. salah seorang ulama terkemuka yang hidup semasa dengan Ibn Taimiyah sendiri. * Tuffâh al-Arwâh Wa Fattâh al-Arbâh 7. Ahli Fiqih dan ahli teologi serta ahli tasawwuf terkemuka di masanya; Syekh Tajuddin Ahmad ibn ibn Athaillah al-Iskandari asy-Syadzili (w 709 H). 8. Pimpinan para hakim (Qâdlî al-Qudlât) di seluruh wilayah negara Mesir; Syekh Ahmad ibn Ibrahim as-Suruji al-Hanafi (w 710 H) • I’tirâdlât ‘Alâ Ibn Taimiyah Fi ‘Ilm al-Kalâm. 9. Pimpinan para hakim madzhab Maliki di seluruh wilayah negara Mesir pada masanya; Syekh Ali ibn Makhluf (w 718 H). Di antara pernyataannya sebagai berikut: “Ibn Taimiyah adalah orang yang berkeyakinan tajsîm, dan dalam keyakinan kita barangsiapa berkeyakinan semacam ini maka ia telah menjadi kafir yang wajib dibunuh”. 10. Syekh al-Faqîh Ali ibn Ya’qub al-Bakri (w 724 H). Ketika suatu waktu Ibn Taimiyah masuk wilayah Mesir, Syekh Ali ibn Ya’qub ini adalah salah seorang ulama terkemuka yang menentang dan memerangi berbagai faham sesatnya. 11. Al-Faqîh Syamsuddin Muhammad ibn Adlan asy-Syafi’i (w 749 H). Salah seorang ulama terkemuka yang hidup semasa dengan Ibn Taimiyah yang telah mengutip langsung bahwa di antara kesesatan Ibn Taimiyah mengatakan bahwa Allah berada di atas arsy, dan secara hakekat Dia berada dan bertempat di atasnya, juga mengatakan bahwa sifat Kalam Allah berupa huruf dan suara. 12. Imam al-Hâfizh al-Mujtahid Taqiyuddin Ali ibn Abd al-Kafi as-Subki (w 756 H). • al-I’tibâr Bi Baqâ’ al-Jannah Wa an-Nâr. • ad-Durrah al-Mudliyyah Fî ar-Radd ‘Alâ Ibn Taimiyah. • Syifâ’ as-Saqâm Fî Ziyârah Khair al-Anâm. • an-Nazhar al-Muhaqqaq Fi al-Halaf Bi ath-Thalâq al-Mu’allaq. • Naqd al-Ijtimâ’ Wa al-Iftirâq Fî Masâ-il al-Aymân Wa ath-Thalâq. • at-Tahqîq Fî Mas-alah at-Ta’lîq. * Raf’u asy-Syiqâq Fî Mas’alah ath-Thalâq. 13. Al-Muhaddits al-Mufassir al-Ushûly al-Faqîh Muhammad ibn Umar ibn Makki yang dikenal dengan sebutan Ibn al-Murahhil asy-Syafi’i (w 716 H). Di masa hidupnya ulama besar ini telah berdebat dan memerangi Ibn Taimiyah. 14. Imam al-Hâfizh Abu Sa’id Shalahuddin al-’Ala-i (w 761 H). Imam terkemuka ini mencela dan telah memerangi Ibn Taimiyah. Lihat kitab Dakhâ-ir al-Qashr Fî Tarâjum Nubalâ’ al-’Ashr karya Ibn Thulun pada halaman 32-33. • Ahâdîts Ziyârah Qabr an-Naby. 15. Pimpinan para hakim (Qâdlî al-Qudlât) kota Madinah Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Musallam ibn Malik ash-Shalihi al-Hanbali (w 726 H). 16. Imam Syekh Ahmad ibn Yahya al-Kullabi al-Halabi yang dikenal dengan sebutan Ibn Jahbal (w 733 H), semasa dengan Ibn Taimiyah sendiri. • Risâlah Fî Nafyi al-Jihah. 17. Al-Qâdlî Kamaluddin ibn az-Zamlakani (w 727 H). Ulama besar yang semasa dengan Ibn Taimiyah ini telah memerangi seluruh kesesatan Ibn Taimiyah, hingga beliau menuliskan dua risalah untuk itu. Pertama dalam masalah talaq, dan kedua dalam masalah ziarah ke makam Rasulullah. 18. Al-Qâdlî Shafiyuddin al-Hindi (w 715 H), semasa dengan Ibn Taimiyah sendiri. 19. Al-Faqîh al-Muhaddits Ali ibn Muhammad al-Baji asy-Syafi’i (w 714 H). Telah memerangi Ibn Taimiyah dalam empat belas keyakinan sesatnya, dan telah mengalahkan serta menundukannya. 20. Sejarawan terkemuka (al-Mu-arrikh) al-Faqîh al-Mutakallim al-Fakhr ibn Mu’allim al-Qurasyi (w 725 H). * Najm al-Muhtadî Wa Rajm al-Mu’tadî 21. Al-Faqîh Muhammad ibn Ali ibn Ali al-Mazini ad-Dahhan ad-Damasyqi (w 721 H). • Risâlah Fî ar-Radd ‘Alâ Ibn Taimiyah Fî Mas-alah ath-Thalâq. • Risâlah Fî ar-Radd ‘Alâ Ibn Taimiyah Fî Mas-alah az-Ziayârah 22. Al-Faqîh Abu al-Qasim Ahmad ibn Muhammad ibn Muhammad asy-Syirazi (w 733 H). • Risâlah Fi ar-Radd ‘Alâ Ibn Taimiyah 23. Al-Faqîh al-Muhaddits Jalaluddin al-Qazwini asy-Syafi’i (w 739 H). 24. As-Sulthan Ibn Qalawun (w 741 H). Beliau adalah Sultan kaum Muslimin saat itu, telah menuliskan surat resmi prihal kesesatan Ibn Taimiyah. 25. Al-Hâfizh adz-Dzahabi (w 748 H) yang merupakan murid Ibn Taimiyah sendiri. • Bayân Zaghl al-’Ilm Wa ath-Thalab. * an-Nashîhah adz-Dzahabiyyah. 26. Al-Mufassir Abu Hayyan al-Andalusi (745 H). * Tafsîr an-Nahr al-Mâdd Min al-Bahr al-Muhîth 27. Syekh Afifuddin Abdullah ibn As’ad al-Yafi’i al-Yamani al-Makki (w 768 H). 28. Al-Faqîh Syekh Ibn Bathuthah, salah seorang ulama terkemuka yang telah banyak melakukan rihlah (perjalanan). 29. Al-Faqîh Tajuddin Abdul Wahhab ibn Taqiyuddin Ali ibn Abd al-Kafi as-Subki (w 771 H). • Thabaqât asy-Syâfi’iyyah al-Kubrâ 30. Seorang ulama ahli sejarah terkemuka (al-Mu-arrikh) Syekh Ibn Syakir al-Kutubi (w 764 H). • ‘Uyûn at-Tawârikh. 31. Syekh Umar ibn Abi al-Yaman al-Lakhmi al-Fakihi al-Maliki (w 734 H). • at-Tuhfah al-Mukhtârah Fî ar-Radd ‘Alâ Munkir az-Ziyârah 32. Al-Qâdlî Muhammad as-Sa’di al-Mishri al-Akhna’i (w 750 H). • al-Maqâlât al-Mardliyyah Fî ar-Radd ‘Alâ Man Yunkir az-Ziyârah al-Muhammadiyyah, dicetak satu kitab dengan al-Barâhîn as-Sâthi’ah karya Syekh Salamah al-Azami. 33. Syekh Isa az-Zawawi al-Maliki (w 743 H). * Risâlah Fî Mas-alah ath-Thalâq. 34. Syekh Ahamad ibn Utsman at-Turkimani al-Jauzajani al-Hanafi (w 744 H). • al-Abhâts al-Jaliyyah Fî ar-Radd ‘Alâ Ibn Taimiyah. 35. Imam al-Hâfizh Abdul Rahman ibn Ahmad yang dikenal dengan Ibn Rajab al-Hanbali (w 795 H). • Bayân Musykil al-Ahâdîts al-Wâridah Fî Anna ath-Thalâq ats-Tsalâts Wâhidah. 36. Imam al-Hâfizh Ibn Hajar al-Asqalani (w 852 H). • ad-Durar al-Kâminah Fî A’yân al-Mi-ah ats-Tsâminah. • Lisân al-Mizân. • Fath al-Bâri Syarh Shahîh al-Bukhâri. * al-Isyârah Bi Thuruq Hadîts az-Ziyârah. 37. Imam al-Hâfizh Waliyuddin al-Iraqi (w 826 H). • al-Ajwibah al-Mardliyyah Fî ar-Radd ‘Alâ al-As-ilah al-Makkiyyah. 38. Al-Faqîh al-Mu-arrikh Imam Ibn Qadli Syubhah asy-Syafi’i (w 851 H). * Târîkh Ibn Qâdlî Syubhah. 39. Al-Faqîh al-Mutakallim Abu Bakar al-Hushni penulis kitab Kifâyah al-Akhyâr (829 H). • Daf’u Syubah Man Syabbah Wa Tamarrad Wa Nasaba Dzâlika Ilâ Imam Ahmad. 40. Salah seorang ulama terkemuka di daratan Afrika pada masanya; Syekh Abu Abdillah ibn Arafah at-Tunisi al-Maliki (w 803 H). 41. Al-’Allâmah Ala’uddin al-Bukhari al-Hanafi (w 841 H). Beliau mengatakn bahwa Ibn Taimiyah adalah seorang yang kafir. Beliau juga mengkafirkan orang yang menyebut Ibn Taimiyah dengan Syekh al-Islâm jika orang tersebut telah mengetahui kekufuran-kekufuran Ibn Taimiyah. Pernyataan al-’Allâmah Ala’uddin al-Bukhari ini dikutip oleh Imam al-Hâfizh as-Sakhawi dalam kitab adl-Dlau’ al-Lâmi’. 42. Syekh Muhammad ibn Ahmad Hamiduddin al-Farghani ad-Damasyqi al-Hanafi (w 867 H). • ar-Radd ‘Alâ Ibn Taimiyah Fi al-I’tiqâdât. 43. Syekh Ahamd Zauruq al-Fasi al-Maliki (w 899 H). * Syarh Hizb al-Bahr. 44. Imam al-Hâfizh as-Sakhawi (902 H). * al-I’lân Bi at-Taubikh Liman Dzamma at-Târîkh. 45. Syekh Ahmad ibn Muhammad yang dikenal dengan Ibn Abd as-Salam al-Mishri (w 931 H). • al-Qaul an-Nâshir Fî Radd Khabbath ‘Ali Ibn Nâshir. 46. Al-’Allâmah Syekh Ahmad ibn Muhammad al-Khawarizmi ad-Damasyqi yang dikenal dengan Ibn Qira (w 968 H). 47. Imam al-Qâdlî al-Bayyadli al-Hanafi (1098 H). * Isyârât al-Marâm Min ‘Ibârât Imam. 48. Syekh al-’Allâmah Ahmad ibn Muhammad al-Witri (w 980 H). • Raudlah an-Nâzhirîn Wa Khulâshah Manâqib ash-Shâlihîn. 49. Al-Faqîh al-’Allâmah Syekh Ibn Hajar al-Haitami (w 974 H). • al-Fatâwâ al-Hadîtsiyyah. • al-jawhar al-Munazh-zham Fî Ziyârah al-Qabr al-Mu’azham. • Hâsyihah al-Idlâh Fî Manâsik al-Hajj Wa al-’Umrah. 50. Syekh Jalaluddin ad-Dawani (w 928 H). * Syarh al-’Aqâ-id al-Adludiyyah. 51. Syekh Abd an-Nafi ibn Muhammad ibn Ali ibn Iraq ad-Damasyqi (w 962 H). Lihat kitab Dakhâ-ir al-Qashr Fî Tarâjum Nubalâ’ al-Ashr karya Ibn Thulun pada halaman 32-33. 52. Syekh al-Qâdlî Abu Abdillah al-Maqarri. * Nazhm al-La-âlî Fî Sulûk al-Âmâlî. 53. Syekh Mulla Ali al-Qari al-Hanafi (w 1014 H). • Syarh asy-Syifâ Bi Ta’rif Huqûq al-Musthafâ Li al-Qâdlî ‘Iyâdl. 54. Imam Syekh Abd ar-Ra’uf al-Munawi asy-Syafi’i (w 1031 H). • Syarh asy-Syamâ’il al-Muhammadiyyah Li at-Tirmidzi. 55. Syekh al-Muhaddits Muhammad ibn Ali ibn Allan ash-Shiddiqi al-Makki (w 1057 H). • aL-Mubrid al-Mubki Fî Radd ash-Shârim al-Manki. 56. Syekh Ahmad al-Khafaji al-Mishri al-Hanafi (w 1069 H). • Syarh asy-Syifâ Bi Ta’rîf Huqûq al-Musthafâ Li al-Qâdlî ‘Iyâdl. 57. Al-Mu-arrikh Syekh Ahmad Abu al-Abbas al-Maqarri (w 1041 H). * Azhar ar-Riyâdl. 58. Syekh Muhammad az-Zarqani al-Maliki (w 1122 H). * Syarh al-Mawâhib al-Ladunniyyah. 59. Syekh Abd al-Ghani an-Nabulsi ad-Damasyqi (1143 H). Beliau banyak menyerang Ibn Taimiyah dalam berbagai karyanya. 60. Al-Faqîh ash-Shûfi Syekh Muhammad Mahdi ibn Ali ash-Shayyadi yang dikenal dengan nama ar-Rawwas (w 1287 H). 61. Syekh Idris ibn Ahmad al-Wizani al-Fasi al-Maliki. • an-Nasyr ath-Thayyib ‘Alâ Syarh Syekh ath-Thayyib. 62. Syekh as-Sayyid Muhammad Abu al-Huda ash-Shayyadi (w 1328 H). * Qilâdah al-Jawâhir. 63. Syekh Musthafa ibn Syekh Ahmad ibn Hasan asy-Syathi ad-Damasyqi al-Hanbali, hakim Islam wilayah Duma, hidup sekitar tahun 1331 H. • Risâlah Fî ar-Radd ‘Alâ al-Wahhâbiyyah. 64. Syekh Musthafa ibn Ahmad asy-Syathi al-Hanbali ad-Damasyqi (w 1348 H). • an-Nuqûl asy-Syar’iyyah. 65. Syekh Mahmud Khaththab as-Subki (w 1352 H). * ad-Dîn al-Khâlish Aw Irsyâd al-Khlaq Ilâ Dîn al-Haq. 66. Mufti kota Madinah Syekh al-Muhaddits Muhammad al-Khadlir asy-Syinqithi (w 1353 H). • Luzûm ath-Thalâq ats-Tsalâts Daf’ah Bimâ La Yastahî’ al-Âlim Daf’ah. 67. Syekh Abd al-Qadir ibn Muhammad Salim al-Kailani al-Iskandarani (w 1362 H). • an-Naf-hah az-Zakiyyah Fî ar-Radd ‘Alâ al-Wahhâbiyyah. • al-Hujjah al-Mardliyyah Fî Itsbât al-Wâsithah al-Latî Nafathâ al-Wahhâbiyyah. 68. Syekh Ahmad Hamdi ash-Shabuni al-Halabi (w 1374 H). * Risâlah Fî ar-Radd ‘Alâ al-Wahhâbiyyah. 69. Syekh Salamah al-Azami asy-Syafi’i (w 1376 H) • al-Barâhîn as-Sâth’iah Fî Radd Ba’dl al-Bida’ asy-Syâ-i’ah. * Berbagai makalah dalam surat kabar al-Muslim Mesir. 70. Mufti negara Mesir Syekh Muhammad Bakhit al-Muthi’i (w 1354 H). • Tath-hîr al-Fu’âd Min Danas al-’I'tiqâd. 71. Wakil para Masyâyikh Islam pada masa Khilafah Utsmaniyyah Turki Syekh al-Muhaddits Muhammad Zahid al-Kautsari (1371 H). • Kitâb al-Maqâlât al-Kautsari. • at-Ta’aqqub al-Hatsîts Limâ Yanfîhi Ibn Taimiyah Min al-Hadîts. • al-Buhûts al-Wafiyyah Fî Mufradât Ibn Taimiyah. • al-Isyfâq ‘Alâ Ahkâm ath-Thalâq. 72. Syekh Ibrahim ibn Utsman as-Samnudi al-Mishri, salah seorang ulama yang hidup di masa sekarang. * Nushrah Imam as-Subki Bi Radd ash-Shârim al-Manki. 73. Ulama terkemuka di kota Mekah Syekh Muhammad al-Arabi at-Tabban (w 1390 H). • Barâ-ah al-Asy’ariyyîn Min ‘Aqâ-id al-Mukhâlifîn. 74. Syekh Muhammad Yusuf al-Banuri al-Bakistani. * Ma’ârif as-Sunan Syarh Sunan at-Tirmidzi. 75. Syekh Manshur Muhammad Uwais, salah seorang ulama yang masih hidup di masa sekarang. • Ibn Taimiyah Laysa Salafiyyan. 76. Al-Hâfizh Syekh Ahmad ibn ash-Shiddiq al-Ghumari al-Maghribi (w 1380 H). • Hidâyah ash-Shughrâ’. * al-Qaul al-Jaliyy. 77. Syekh al-Musnid al-Habîb Abu al-Asybal Salim ibn Husain ibn Jindan, salah seorang ulama terkemuka di Indonesia (w 1389 H) • al-Khulâshah al-Kâfiyah Fî al-Asânid al-’Âliyah. 78. Syekh al-Muhaddits Abdullah al-Ghumari al-Maghribi (w 1413 H). • Itqân ash-Shun’ah Fî Tahqîq Ma’nâ al-Bid’ah. • ash-Shubh as-Sâfir Fî Tahqîq Shalât al-Musâfir. • ar-Rasâ’il al-Ghumâriyyah. * Dan berbagai tulisan beliau lainnya. 79. Syekh Hamdullah al-Barajuri, salah seorang ulama terkemuka di Saharnafur India. • al-Bashâ-ir Li Munkirî at-Tawassul Bi Ahl al-Qubûr. 80. Syekh Abu Saif al-Hamami secara terang telah mengkafirkan Ibn Taimiyah dalam karyanya berjudul Ghauts al-’Ibâd Bi Bayân ar-Rasyâd. Beliau adalah salah seorang ulama besar dan terkemuka di wilayah Mesir. Kitab karyanya ini telah direkomendasikan oleh para masyayikh Azhar dan ulama besar lainnya, yaitu oleh Syekh Muhammad Sa’id al-Arfi, Syekh Yusuf ad-Dajwi, Syekh Mahmud Abu Daqiqah, Syekh Muhammad al-Bujairi, Syekh Muhammad Abd al-Fattah Itani, Syekh Habibullah al-Jakni asy-Syinqithi, Syekh Dasuqi Abdullah al-Arabi, dan Syekh Muhammad Hafni Bilal. 81. Syekh Muhammad ibn Isa ibn Badran as-Sa’di al-Mishri. 82. As-Sayyid Syekh al-Faqîh Alawi ibn Thahir al-Haddad al-Hadlrami. 83. Syekh Mukhtar ibn Ahmad al-Mu’ayyad al-Azhami (w 1340 H). • Jalâ’ al-Awhâm ‘An Madzhab al-A-immah al-’Izhâm Wa at-Tawassul Bi Jâh Khayr al-Anâm -’Alaih ash-Shalât Wa as-Salâm-. Kitab ini berisi bantahan atas kitab karya Ibn Taimiyah berjudul Raf’u al-Malâm. 84. Syekh Isma’il al-Azhari. • Mir’âh an-Najdiyyah. 85. KH. Ihsan ibn Muhammad Dahlan Jampes Kediri, salah seorang ulama terkemuka Indonesia yang cukup produktif menulis berbagai karya yang sangat berharga. • Sirâj ath-Thâlibîn ‘Alâ Minhâj al-’Âbidîn Ilâ Jannah Rabb al-’Âlamîn. 86. KH. Hasyim Asy’ari Tebu Ireng Jombang. Salah seorang ulama terkemuka Indonesia, perintis ormas Islam Jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU). Beliau merintis ormas ini tidak lain hanya untuk membentengi kaum Ahlussunnah Indonesia dari faham-faham Ibn Taimiyah yang telah diusung oleh kaum Wahhabiyyah. • ‘Aqîdah Ahl as-Sunnah Wa al-Jamâ’ah. 87. KH. Sirajuddin Abbas, salah seorang ulama terkemuka Indonesia. • I’tiqad Ahl as-sunnah Wa al-Jama’ah. * Empat Puluh Masalah Agama 88. KH. Ali Ma’shum Yogyakarta (w 1410 H), salah seorang ulama terkemuka Indonesia. • Hujjah Ahl as-Sunnah Wa al-Jamâ’ah. 89. KH. Ahmad Abd al-Halim Kendal, salah seorang ulama besar Indonesia. • Aqâ-id Ahl as-Sunnah Wa al-Jamâ’ah. Ditulis tahun 1311 H 90. KH. Bafadlal ibn Syekh Abd asy-Syakur as-Sinauri Tuban. Salah seorang ulama terkemuka Indonesia yang cukup produktif menulis berbagai karya yang sangat berharga. • Risâlah al-Kawâkib al-Lammâ’ah Fî Tahqîq al-Musammâ Bi Ahl as-Sunnah. • Syarh Risâlah al-Kawâkib al-Lammâ’ah Fî Tahqîq al-Musammâ Bi Ahl as-Sunnah. • Al-’Iqd al-Farîd Bi Syarh Jawharah at-Tauhîd 91. Tuan Guru Zainuddin ibn Abd al-Majîd Pancor Lombok Nusa Tenggara Barat. • Hizb Nahdlah al-Wathan 92. KH. Muhammad Syafi’i Hadzami ibn Muhammad Saleh Ra’idi, salah seorang ulama betawi, pernah menjabat ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Propinsi DKI Jakarta (1990-2000). * Taudlîh al-Adillah. 93. KH. Ahmad Makki Abdullah Mahfuzh Sukabumi Jawa Barat. * Hishn as-Sunnah Wa al-Jama’âh Pernyataan Ibn Taimiyah bahwa Allah adalah Jism (benda) Pernyataan Ibn Taimiyah bahwa Allah adalah benda ia sebutkan dalam banyak tempat dari berbagai karyanya, dan bahkan membela kesesatan kaum Mujassimah; kaum yang berkeyakinan bahwa Allah sebagai jism. Pernyataannya ini di antaranya disebutkan dalam Syarh Hadits an-Nunzul[1], Muwafaqat Sharih al-Ma’qul Li Shahih al-Manqul[2], Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah[3], Majmu’ Fatawa[4], dan Bayan Talbis al-Jahmiyyah[5]. Di antara ungkapannya yang ia tuliskan dalam Bayan Talbis al-Jahmiyyah adalah sebagai berikut: “Sesungguhnya tidak ada penyebutan baik di dalam al-Qur’an, hadits-hadits nabi, maupun pendapat para ulama Salaf dan para Imam mereka yang menafian tubuh (jism) dari Allah. Juga tidak ada penyebutan yang menafikan bahwa sifat-sifat Allah bukan sifat-sifat benda. Dengan demikian mengingkari apa yang telah tetap secara syari’at dan secara akal; artinya menafikan benda dan sifat-sifat benda dari Allah, adalah suatu kebodohan dan kesesatan”[6]. Catatan Kaki : [1] Syarah Hadits an-Nuzul, h. 80 [2] Lihat Muwafaqat Sharih al-Ma’qul, j. 1, h. 62, j. 1, h. 148 [3] Lihat karyanya; Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah, j. 1, h. 197, dan j. 1, h. 180 [4] Majmu’ Fatawa, j. 4, h. 152 [5] Bayan Talbis al-Jahmiyyah, j. 1, h. 101 [6] Ibid. Pernyataan Menyesatkan Ibnu Taimiyah Bahwa Allah Duduk! Feb19 Pernyataan Ibn Taimiyah bahwa Allah bersifat dengan duduk sangat jelas ia sebutkan dalam beberapa tempat dari karya-karyanya, sekalipun hal ini diingkari oleh sebagian para pengikutnya ketika mereka tahu bahwa hal tersebut adalah keyakinan yang sangat “buruk”. Di antaranya dalam kitab berjudul Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah, Ibn Taimiyah menuliskan sebagai berikut: “Sesungguhnya mayoritas Ahlussunnah berkata bahwa Allah turun dari ‘arsy, namun demikian ‘arsy tersebut tidak sunyi dari-Nya”[1]. Dalam kitab Syarh Hadits an-Nuzul, Ibn Taimiyah menuliskan: “Pendapat ke tiga, yang merupakan pendapat benar, yang datang dari pernyataan para ulama Salaf dan para imam terkemuka bahwa Allah berada di atas ‘arsy. Dan bahwa ‘arsy tersebut tidak sunyi dari-Nya ketika Dia turun menuju langit dunia. Dengan demikian maka ‘asry tidak berada di arah atas-Nya”[2]. Dan bahkan lebih jelas lagi ia sebutkan dalam Majmu’ Fatawa. Ibn Taimiyah berkata: “Para ulama yang diridlai oleh Allah dan para wali-Nya telah menyatakan bahwa Rasulullah; Muhammad didudukan oleh Allah di atas ‘arsy bersama-Nya”[3]. Keyakinan buruk Ibn Taimiyah ini disamping telah dinyatakan sendiri dalam karya-karyanya, demikian pula telah disebutkan oleh para ulama yang semasa dengannya atau para ulama yang datang sesudahnya. Dengan demikian keyakinan ini bukan sebuah kedustaan belaka, tapi benar adanya sebagai keyakinan Ibn Taimiyah. Dan oleh karena itu keyakinan inilah di masa sekarang ini yang dipropagandakan oleh para pengikutnya. Salah seorang ulama terkemuka yang hidup semasa dengan Ibn Taimiyah; yaitu Al-Imam al-Mufassir Abu Hayyan al-Andalusi dalam kitab tafsirnya bejudul an-Nahr al-Madd menuliskan sebagai berikut: “Saya telah membaca dalam sebuah buku karya Ahmad ibn Taimiyah, seorang yang hidup semasa dengan kami, dengan tulisan tangannya sendiri, buku berjudul al-‘Arsy, ia berkata: Sesungguhnya Allah duduk di atas Kursi, dan Dia telah menyisakan tempat dari Kursi tersebut untuk Ia dudukan nabi Muhammad di sana bersama-Nya. Ibn Taimiyah ini adalah orang yang pemikirannya dikuasai oleh pemikiran at-Taj Muhammad ibn ‘Ali ibn ‘Abd al-Haqq al-Barinbri. Bahkan Ibn Taimiyah ini telah menyerukan dan berdakwah kepada pemikiran orang tersebut, dan mengambil segala pemikirannya darinya. Dan kita telah benar-benar membaca hal tersebut di dalam bukunya tersebut”[4]. Klaim Ibn Taimiyah bahwa apa yang ia tuliskan ini sebagai keyakinan ulama Salaf adalah bohong besar. Kita tidak akan menemukan seorang-pun dari para ulama Salaf saleh yang berkeyakinan tasybih semacam itu. Anda perhatikan pernyataan Ibn Taimiyah di atas, sangat tidak buruk dan tidak konsisten. Di beberapa karyanya ia menyatakan bahwa Allah duduk di atas ‘arsy, namun dalam karyanya yang lain ia menyebutkan bahwa Allah duduk di atas kursi. Padahal dalam sebuah hadits shahih telah disebutkan bahwa besarnya bentuk antara ‘arsy di banding dengan kursi tidak ubahnya seperti sebuah kerikil kecil di banding padang yang sangat luas. Artinya bahwa bentuk ‘arsy sangat besar sekali, dan merupakan makhluk Allah yang paling besar bentuknya. Di mana logikanya, ia mengatakan bahwa Allah duduk di atas ‘arsy, dan pada saat yang sama ia juga mengatakan bahwa Allah duduk di atas kursi?! Cukup untuk membantah keyakinan sesat semacam ini dengan mengutip pernyataan al-Imam ‘Ali ibn al-Husain ibn ‘Ali ibn Abi Thalib; atau yang lebih dikenal dengan nama al-Imam ‘Ali Zain al-‘Abidin, bahwa beliau berkata: “Maha suci Engkau wahai Allah, Engakau tidak di dapat diindra, tidak dapat di sentuh, dan tidak dapat di raba”[5]. Artinya bahwa Allah bukan benda yang berbentuk dan berukuran. Catatan Kaki : [1] Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah, j. 1, h. 262 [2] Syarh Hadits an-Nuzul, h. 66 [3] Majmu’ Fatawa, j. 4, h. 374 [4] An-Nahr al-Madd, tafsir ayat al-Kursi. [5] Lihat al-Hafizh Murtadla az-Zabidi dalam Ithaf as-Sadah al-Muttaqin Bi Syarh Ihya’ Ihya’ ‘Ulumiddin, j. 4, h. 380 Kesesatan Ibnu Taimiyah Diakui Muridnya Sendiri, Adz-Dzahabi Al-Hâfizh adz-Dzahabi ini adalah murid dari Ibn Taimiyah. Walaupun dalam banyak hal adz-Dzahabi mengikuti faham-faham Ibn Taimiyah, –terutama dalam masalah akidah–, namun ia sadar bahwa ia sendiri, dan gurunya tersebut, serta orang-orang yang menjadi pengikut gurunya ini telah menjadi bulan-bulanan mayoritas umat Islam dari kalangan Ahlussunnah Wal Jama’ah pengikut madzhab al-Imâm Abu al-Hasan al-Asy’ari. Kondisi ini disampaikan oleh adz-Dzahabi kepada Ibn Taimiyah untuk mengingatkannya agar ia berhenti dari menyerukan faham-faham ekstrimnya, serta berhenti dari kebiasaan mencaci-maki para ulama saleh terdahulu. Untuk ini kemudian adz-Dzahabi menuliskan beberapa risalah sebagai nasehat kepada Ibn Taimiyah, sekaligus hal ini sebagai “pengakuan” dari seorang murid terhadap kesesatan gurunya sendiri. Risalah pertama berjudul Bayân Zghl al-‘Ilm Wa ath-Thalab, dan risalah kedua berjudul an-Nashîhah adz-Dzhabiyyah Li Ibn Taimiyah. Dalam risalah Bayân Zghl al-‘Ilm, adz-Dzahabi menuliskan ungkapan yang diperuntukan bagi Ibn Taimiyah sebagai berikut [Secara lengkap dikutip oleh asy-Syaikh Arabi at-Tabban dalam kitab Barâ-ah al-Asy’ariyyîn Min ‘Aqâ-id al-Mukhâlifîn, lihat kitab j. 2, h. 9]: “Hindarkanlah olehmu rasa takabur dan sombong dengan ilmumu. Alangkah bahagianya dirimu jika engkau selamat dari ilmumu sendiri karena engkau menahan diri dari sesuatu yang datang dari musuhmu atau engkau menahan diri dari sesuatu yang datang dari dirimu sendiri. Demi Allah, kedua mataku ini tidak pernah mendapati orang yang lebih luas ilmunya, dan yang lebih kuat kecerdasannya dari seorang yang bernama Ibn Taimiyah. Keistimewaannya ini ditambah lagi dengan sikap zuhudnya dalam makanan, dalam pakaian, dan terhadap perempuan. Kemudian ditambah lagi dengan konsistensinya dalam membela kebenaran dan berjihad sedapat mungkin walau dalam keadaan apapun. Sungguh saya telah lelah dalam menimbang dan mengamati sifat-sifatnya (Ibn Taimiyah) ini hingga saya merasa bosan dalam waktu yang sangat panjang. Dan ternyata saya medapatinya mengapa ia dikucilkan oleh para penduduk Mesir dan Syam (sekarang Siria, lebanon, Yordania, dan Palestina) hingga mereka membencinya, menghinanya, mendustakannya, dan bahkan mengkafirkannya, adalah tidak lain karena dia adalah seorang yang takabur, sombong, rakus terhadap kehormatan dalam derajat keilmuan, dan karena sikap dengkinya terhadap para ulama terkemuka. Anda lihat sendiri, alangkah besar bencana yang ditimbulkan oleh sikap “ke-aku-an” dan sikap kecintaan terhadap kehormatan semacam ini!”. Adapun nasehat adz-Dzahabi terhadap Ibn Taimiyah yang ia tuliskan dalam risalah an-Nashîhah adz-Dzahabiyyah, secara lengkap dalam terjemahannya sebagai berikut [Teks lebih lengkap dengan aslinya lihat an-Nashîhah adz-Dzahabiyyah dalam dalam kitab Barâ-ah al-Asy’ariyyîn Min ‘Aqâ-id al-Mukhâlifîn, j. 2, h. 9-11]: “Segala puji bagi Allah di atas kehinaanku ini. Ya Allah berikanlah rahmat bagi diriku, ampunilah diriku atas segala kecerobohanku, peliharalah imanku di dalam diriku. Oh… Alangkah sengsaranya diriku karena aku sedikit sekali memiliki sifat sedih!! Oh… Alangkah disayangkan ajaran-ajaran Rasulullah dan orang-orang yang berpegang teguh dengannya telah banyak pergi!! Oh… Alangkah rindunya diriku kepada saudara-saudara sesama mukmin yang dapat membantuku dalam menangis!! Oh… Alangkah sedih karena telah hilang orang-orang (saleh) yang merupakan pelita-pelita ilmu, orang-orang yang memiliki sifat-sifat takwa, dan orang-orang yang merupakan gudang-gudang bagi segala kebaikan!! Oh… Alangkah sedih atas semakin langkanya dirham (mata uang) yang halal dan semakin langkanya teman-teman yang lemah lembut yang menentramkan. Alangkah beruntungnya seorang yang disibukan dengan memperbaiki aibnya sendiri dari pada ia mencari-cari aib orang lain. Dan alangkah celakanya seorang disibukan dengan mencari-cari aib orang lain dari pada ia memperbaiki aibnya sendiri. Sampai kapan engkau (Wahai Ibn Taimiyah) akan terus memperhatikan kotoran kecil di dalam mata saudara-saudaramu, sementara engkau melupakan cacat besar yang nyata-nyata berada di dalam matamu sendiri?! Sampai kapan engkau akan selalu memuji dirimu sendiri, memuji-muji pikiran-pikiranmu sendiri, atau hanya memuji-muji ungkapan-ungkapanmu sendiri?! Engkau selalu mencaci-maki para ulama dan mencari-cari aib orang lain, padahal engkau tahu bahwa Rasulullah bersabda: “Janganlah kalian menyebut-menyebut orang-orang yang telah mati di antara kalian kecuali dengan sebutan yang baik, karena sesungguhnya mereka telah menyelesaikan apa yang telah mereka perbuat”. Benar, saya sadar bahwa bisa saja engkau dalam membela dirimu sendiri akan berkata kepadaku: “Sesungguhnya aib itu ada pada diri mereka sendiri, mereka sama sekali tidak pernah merasakan kebenaran ajaran Islam, mereka betul-betul tidak mengetahui kebenaran apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad, memerangi mereka adalah jihad”. Padahal, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang sangat mengerti terhadap segala macam kebaikan, yang apa bila kebaikan-kebaikan tersebut dilakukan maka seorang manusia akan menjadi sangat beruntung. Dan sungguh, mereka adalah orang-orang yang tidak mengenal (tidak mengerjakan) kebodohan-kebodohan (kesesatan-kesesatan) yang sama sekali tidak memberikan manfa’at kepada diri mereka. Dan sesungguhnya (Sabda Rasulullah); “Di antara tanda-tanda baiknya keislaman seseorang adalah apa bila ia meninggalkan sesuatu yang tidak memberikan manfa’at bagi dirinya”. (HR. at-Tirmidzi) Hai Bung…! (Ibn Taimiyah), demi Allah, berhentilah, janganlah terus mencaci maki kami. Benar, engkau adalah seorang yang pandai memutar argumen dan tajam lidah, engkau tidak pernah mau diam dan tidak tidur. Waspadalah engkau, jangan sampai engkau terjerumus dalam berbagai kesesatan dalam agama. Sungguh, Nabimu (Nabi Muhammad) sangat membenci dan mencaci perkara-perkara [yang ekstrim]. Nabimu melarang kita untuk banyak bertanya ini dan itu. Beliau bersabda: “Sesungguhnya sesuatu yang paling ditakutkan yang aku khawatirkan atas umatku adalah seorang munafik yang tajam lidahnya”. (HR. Ahmad) Jika banyak bicara tanpa dalil dalam masalah hukum halal dan haram adalah perkara yang akan menjadikan hati itu sangat keras, maka terlebih lagi jika banyak bicara dalam ungkapan-ungkapan [kelompok yang sesat, seperti] kaum al-Yunusiyyah, dan kaum filsafat, maka sudah sangat jelas bahwa itu akan menjadikan hati itu buta. Demi Allah, kita ini telah menjadi bahan tertawaan di hadapan banyak makhluk Allah. Maka sampai kapan engkau akan terus berbicara hanya mengungkap kekufuran-kekufuran kaum filsafat supaya kita bisa membantah mereka dengan logika kita?? Hai Bung…! Padahal engkau sendiri telah menelan berbagai macam racun kaum filsafat berkali-kali. Sungguh, racun-racun itu telah telah membekas dan menggumpal pada tubuhmu, hingga menjadi bertumpuk pada badanmu. Oh… Alangkah rindunya kepada majelis yang di dalamnya diisi dengan tilâwah dan tadabbur, majelis yang isinya menghadirkan rasa takut kepada Allah karena mengingt-Nya, majelis yang isinya diam dalam berfikir. Oh… Alangkah rindunya kepada majelis yang di dalamnya disebutkan tentang orang-orang saleh, karena sesungguhnya, ketika orang-orang saleh tersebut disebut-sebut namanya maka akan turun rahmat Allah. Bukan sebaliknya, jika orang-orang saleh itu disebut-sebut namanya maka mereka dihinakan, dilecehkan, dan dilaknat. Pedang al-Hajjaj (Ibn Yusuf ats-Tsaqafi) dan lidah Ibn Hazm adalah laksana dua saudara kandung, yang kedua-duanya engkau satukan menjadi satu kesatuan di dalam dirimu. (Engkau berkata): “Jauhkan kami dari membicarakan tentang “Bid’ah al-Khamîs”, atau tentang “Akl al-Hubûb”, tetapi berbicaralah dengan kami tentang berbagai bid’ah yang kami anggap sebagai sumber kesesatan”. (Engkau berkata); Bahwa apa yang kita bicarakan adalah murni sebagai bagian dari sunnah dan merupakan dasar tauhid, barangsiapa tidak mengetahuinya maka dia seorang yang kafir atau seperti keledai, dan siapa yang tidak mengkafirkan orang semacam itu maka ia juga telah kafir, bahkan kekufurannya lebih buruk dari pada kekufuran Fir’aun. (Engkau berkata); Bahwa orang-orang Nasrani sama seperti kita. Demi Allah, [ajaran engkau ini] telah menjadikan banyak hati dalam keraguan. Seandainya engkau menyelamatkan imanmu dengan dua kalimat syahadat maka engkau adalah orang yang akan mendapat kebahagiaan di akhirat. Oh… Alangkah sialnya orang yang menjadi pengikutmu, karena ia telah mempersiapkan dirinya sendiri untuk masuk dalam kesesatan (az-Zandaqah) dan kekufuran, terlebih lagi jika yang menjadi pengikutmu tersebut adalah seorang yang lemah dalam ilmu dan agamanya, pemalas, dan bersyahwat besar, namun ia membelamu mati-matian dengan tangan dan lidahnya. Padahal hakekatnya orang semacam ini, dengan segala apa yang ia perbuatan dan apa yang ada di hatinya, adalah musuhmu sendiri. Dan tahukah engkau (wahai Ibn Taimiyah), bahwa mayoritas pengikutmu tidak lain kecuali orang-orang yang “terikat” (orang-orang bodoh) dan lemah akal?! Atau kalau tidak demikian maka dia adalah orang pendusta yang berakal tolol?! Atau kalau tidak demikian maka dia adalah aneh yang serampangan, dan tukang membuat makar?! Atau kalau tidak demikian maka dia adalah seorang yang [terlihat] ahli ibadah dan saleh, namun sebenarnya dia adalah seorang yang tidak paham apapun?! Kalau engkau tidak percaya kepadaku maka periksalah orang-orang yang menjadi pengikutmu tersebut, timbanglah mereka dengan adil…! Wahai Muslim (yang dimaksud Ibn Taimiyah), adakah layak engkau mendahulukan syahwat keledaimu yang selalu memuji-muji dirimu sendiri?! Sampai kapan engkau akan tetap menemani sifat itu, dan berapa banyak lagi orang-orang saleh yang akan engkau musuhi?! Sampai kapan engkau akan tetap hanya membenarkan sifatmu itu, dan berapa banyak lagi orang-orang baik yang akan engkau lecehkan?! Sampai kapan engkau hanya akan mengagungkan sifatmu itu, dan berapa banyak lagi orang-orang yang akan engkau kecilkan (hinakan)?! Sampai kapan engkau akan terus bersahabat dengan sifatmu itu, dan berapa banyak lagi orang-orang zuhud yang akan engkau perangi?! Sampai kapan engkau hanya akan memuji-muji pernyataan-pernyataan dirimu sendiri dengan berbagai cara, yang demi Allah engkau sendiri tidak pernah memuji hadits-hadits dalam dua kitab shahih (Shahîh al-Bukhâri dan Shahîh Muslim) dengan caramu tersebut?! Oh… Seandainya hadits-hadits dalam dua kitab shahih tersebut selamat dari keritikmu…! Tetapi sebalikanya, dengan semaumu engkau sering merubah hadits-hadits tersebut, engkau mengatakan ini dla’if, ini tidak benar, atau engkau berkata yang ini harus ditakwil, dan ini harus diingkari. Tidakkah sekarang ini saatnya bagimu untuk merasa takut?! Bukankah saatnya bagimu sekarang untuk bertaubat dan kembali (kepada Allah)?! Bukankah engkau sekarang sudah dalam umur 70an tahun, dan kematian telah dekat?! Tentu, demi Allah, aku mungkin mengira bahwa engkau tidak akan pernah ingat kematian, sebaliknya engkau akan mencaci-maki seorang yang ingat akan mati! Aku juga mengira bahwa mungkin engkau tidak akan menerima ucapanku dan mendengarkan nesehatku ini, sebaliknya engkau akan tetap memiliki keinginan besar untuk membantah lembaran ini dengan tulisan berjilid-jilid, dan engkau akan merinci bagiku berbagai rincian bahasan. Engkau akan tetap selalu membela diri dan merasa menang, sehingga aku sendiri akan berkata kepadaku: “Sekarang, sudah cukup, diamlah…!”. Jika penilaian terhadap dirimu dari diri saya seperti ini, padahal saya sangat menyangi dan mencintaimu, maka bagaimana penilaian para musuhmu terhadap dirimu?! Padahal para musuhmu, demi Allah, mereka adalah orang-orang saleh, orang-orang cerdas, orang-orang terkemuka, sementara para pembelamu adalah orang-orang fasik, para pendusta, orang-orang tolol, dan para pengangguran yang tidak berilmu. Aku sangat ridla jika engkau mencaci-maki diriku dengan terang-terangan, namun diam-diam engkau mengambil manfaat dari nasehatku ini. “Sungguh Allah telah memberikan rahmat kepada seseorang, jika ada orang lain yang menghadiahkan (memperlihatkan) kepadanya akan aib-aibnya”. Karena memang saya adalah manusia banyak dosa. Alangkah celakanya saya jika saya tidak bertaubat. Alangkah celaka saya jika aib-aibku dibukakan oleh Allah yang maha mengetahui segala hal yang ghaib. Obatnya bagiku tiada lain kecuali ampunan dari Allah, taufik-Nya, dan hidayah-Nya. Segala puji hanya milik Allah, Shalawat dan salam semoga terlimpah atas tuan kita Muhammad, penutup para Nabi, atas keluarganya, dan para sahabatnya sekalian. sumber: pesantrenonline, dll