Kamis, 09 Agustus 2012

Tuntunan Praktis ZAKAT FITRAH

1. Pengertian Zakat Fitrah Zakat Fitrah adalah zakat yang harus dikeluarkan oleh setiap orang Islam pada saat menjelang hari raya Iedul Fitri. 2. Hukum Zakat Fitrah Zakat Fitrah adalah hukumnya wajib. Berdasarkan Sabda Rasulullah s.a.w. sebagai berikut : فَرَضَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم زَكَاةَ الفِطْرِ -مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ Artinya : Rasulullah telah mewajibkan mengeluarkan Zakat Fitrah (pada bulan Ramadhan kepda setiap manusia) (HR. Bukhari – Muslim). 3. Orang-orang Yang Wajib Zakat Fitrah Zakat Fitrah adalah wajib bagi setiap orang Islam, untuk dirinya sendiri dan untuk orang-orang yang berada dalam tanggungannya, yaitu dari : 1) Laki-laki 2) Perempuan 3) Anak-anak 4) Janin 5) Orang dewasa 6) Budak 7) Orang tua 8) Dan setiap orang yang merdeka (bukan budak). 4. Macam-macam Zakat Fitrah Zakat Fitrah pada intinya adalah menggunakan makanan atau kebutuhan pokok dari suatu wilayah terkait. Berikut ini adalah hal-hal yang diperbolehkan digunakan untuk Zakat Fitrah : 1) Gandum 2) Kurma 3) Susu 4) Anggur kering 5) Beras 6) Dll. 5. Ukuran Zakat Fitrah Menurut pendapat mayoritas ulama, bahwa Zakat Fitrah di keluarkan dengan kadar ukuran 1 sha’. Yaitu sekitar 2,5 sampai 3,0 kilogram. 6. Membagikan Zakat Fitrah Zakat Fitrah itu harus dibagikan kepada kelompok berikut ini : 1) Fakir 2) Miskin 3) Petugas zakat 4) Muallaf 5) Budak 6) Orang yang terlilit hutang 7) Orang yang sedang dalam jalan Allah 8) Dan orang yang sedang dalam perjalanan jauh yang bukan maksiat. 7. Waktu menunaikan Zakat Fitrah Zakat Fitrah ditunaikan pada : 1) Sebelun ditunaikannya shalat Ied 2) Dan boleh dikeluarkan pada awal bulan Ramadhan Maka jika Zakat Fitrah dikeluarkan setelah shalat Ied, maka dihitung sebagai shadaqah biasa, dan belum menggugurkan kewajiban zakat fitrah. 8. Lafadz Niat Zakat Fitrah Lafadz niat zakat fitrah yang dikeluarkan untuk diri sendiri. نَوَيْتُ عَنْ اُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ نَفْسِيْ فَرْضَ للهِ تَعَالَى Artinya : Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku fardhu karena Allah. Lafadz niat zakat fitrah yang dikeluarkan untuk orang lain. نَوَيْتُ عَنْ اُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ …… فَرْضَ للهِ تَعَالَى Artinya : Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk ……. fardhu karena Allah. 9. Doa mengeluarkan dan menerima zakat fitrah Doa bagi orang yang mengeluarkan zakar fitrah اَللَّهُمَّ اجْعَلْهَا مَغْنَمًا وَلَا تَجْعَلْهَا مَغْرَمًا Artinya : Ya Allah jadikan ia sebagai simpanan yang menguntungkan dan jangan jadikan ia pemberian yang merugikan. Doa bagi orang yang menerima zakat fitrah اَجَرَكَ اللهُ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَبَارَكَ فِيْمَا اَبْقَيْتَ وَاجْعَلْهُ لَكَ طَهُوْرًا Artinya : semoga Allah memberikan pahala atas apa yang engkau berikan, dan semoga Allah memberikan barakah atas harta simpananmu dan menjadikannya sebagai pembersih bagimu. Sumber: Amaliah Bulan Ramadhan, LTM-PBNU, 2011 Manfaat Zakat Fitrah Manfaat zakat fitrah adalah: 1. Sebagai pembersih atau penyuci jiwa orang yang berpuasa dari perkataan yang tidak ada manfaatnya dan perkataan yang keji. 2. Sebagai subsidi makanan bagi orang-orang miskin Shahabat Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma berkata: فَرَضَ رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ ”Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam telah mewajibkan zakat fitrah sebagai penyuci jiwa orang yang berpuasa dari perkataan yang tidak ada manfaatnya dan perkataan yang keji dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat Id, maka terhitung sebagai zakat yang diterima (sah sebagai zakat fitrah, red), dan barangsiapa menunaikannya setelah selesai shalat Id, maka itu adalah shadaqah dari shadaqah-shadaqah biasa.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Tausiyah: AMALAN RASULULLAH SAW DI 10 HARI TERAKHIR RAMADHAN

Hadits Aisyah menunjukkan bahwa Rasulullah saw menilai istimewa sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan dibandingkan malam malam-malam sebelumnya. Keistimewaan itu ditunjukkan dengan berbagai macam ibadah yang khusus dilakukan beliau pada malam-malam tersebut. كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يجتهد فى العشر الأواخر مالايجتهد فى غيره Bahwa Rasulullah saw meningkatkan kesungguhan (ibadahnya) di sepuluh terakhir (bulan Ramadhan) yang tidak dilakukan pada hari-hari seblumnya. Diantara laku ibadah yang dilakukan beliau adalah: Pertama, menghidupkan malam-malam Ramadhan. Dalam Shahih Muslim, aisyah meriwayatkan: ماعلمته صلى الله عليه وسلم قام ليلة حتى الصباح Aku selalu menyaksikan beliau beribadah selama ramadhan hingga menjelang subuh Begitu juga hadits riwayat Abu Ja’far Muhammad bin Ali menerangkan “barangsiapa menjumpai bulan Ramadhan dalam keadaan sehat dan berislam, kemudian berpuasa di siang harinya dan shalat di malam harinya secara runut, mengendalikan matanya, menjaga kemaluannya, mulutnya, tangannya dan selalu hadir dalam shalat berjam’ah, maka orang tersebut telah benar-benar berpuasa selama satu bulan dan akan memperoleh kesempurnaan pahala, dan menemukan laylatl qadar dan meraih keberuntungan yang dihadiahkan oleh Allah swt Tuhan yang Maha Memberkahi. Kedua, Rasulullah saw selalu membangunkan keluarganya untuk shalat malam di malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan hadits Abi Dzar menggambarkan hal ini dengan jelas: قام بهم ليلة ثلاث وعشرين وخمس وعشرين ذكر أنه دعا أهله ونساءه ليلة سبع وعشرين خاصة، Bahwasannya Rasulullah saw. beserta keluarganya bengun (untuk beribadah) pada malam 23, 25, 27. Khususnya pada malam 29. Bahkan dalam satu riwayat Rasulullah pernah membangunkan Fathimah dan Ali di malam hari itu dan berkata “ayo bangun-bangun, sholat-sholat” Artinya, begitu sangat istimewanya sepuluh malam terakhir bagi Rasulullah saw, hingga beliau mementingkan untuk membangunkan segenap keluarganya, baik yang muda, tua, kecil maupun besar dari laki maupun perempuan untuk beribadah mengharap-harapkan laylatul qadar. Ketiga, Rasulullah saw mengencangkan ikat pinggang, dengan artian menghindari tempat tidur di malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Beliau menyendiri memburu kenikmatan beribadah. Secara otomatis I’tikaf ini akan menghindarkan beliau dari tempat tidur dan menggauli istrinya. Hal ini berdasar pada hadits: في الصحيحين عن عائشة رضي الله عنها قالت: “كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا دخل العشر شد مئزره، وأحيا ليله، وأيقظ أهله” Bahwa Rasulullah saw ketikamemasuki sepuluh terakhir malam Ramadhan beliau mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan (beribadah) malam itu dan membangunkan keluarganya. Keempat, Rasulullah saw pernah pada satu malam dari sepuluh malam terakhir Ramadhan, menyambung puasa tanpa berbuka hingga magrib yang akan datang (puasa wishal). Artinya sebagaimana hadits Aisyah bahwa bahwa Rasulullah saw menggabungkan buka dan sahur untuk dua malam puasa. Hal ini untuk menjaga kekosongan perut agar mudah berkonsentrasi dalam beribadah kepada Allah swt, dan bermunajat kepada-Nya. Sebagaimana yang diterangkan dalam hadits. وروي عنه من حديث عائشة وأنس أنه صلى الله عليه وسلم :”كان في ليالي العشر يجعل عشاءه سحوراً Namun puasa wishal ini hanya boleh dilakukan oleh Rasulullah saw. tidak oleh umatnya. Kelima, Rasulullah saw mandi dan membersihkan diri, merapikan pakaian serta memakai wangi-wangian menjelang waktu isya’ selama sepuluh hari terakhir Ramadhan. hal ini dengan harapan memperoleh laylatul qadar begitulah keterangan Ibnu Jarir. Oleh karenanya dainjurkan bagi mereka yang mengharapkan laylatul qadar untuk membersihkan diri dengan mandi dan berpakaian yang rapih dan wangi. Hendaklah bersih diri (dhahir) ini juga disertai dengan perhiasan jiwa (bathin) dengan taubat minta ampunan dari segala dosa. Karena sugguh percuma perhiasan dhahir tanpa kesucian bathin. Karena sesungguhnya Allah swt tidak memandang keadaan bentuk dan hartamu, tetapi ia (Allah) memperhatikan hati dan amal-amalmu. Keenam, Rasulullah saw selalu beri’tikaf di malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Sebuah hadits Sayyidah Aisyah menerangkan bahwa Rasulullah saw beri’tikaf di sepuluh terakhir bulan Ramadhan, hingga Allah swt memanggilnya. Redaktur: Ulil Hadrawy

Tausiyah Alhabib Munzir Almusawa: SIFAT KEDERMAWANAN RASULULLAH SAW

“Bahwa Rasulullah SAW adalah manusia yang paling dermawan, dan beliau sangat lebih dermawan di bulan Ramadhan, di bulan itu beliau SAW selalu dikunjungi Jibril AS dan menemui beliau SAW setiap malamnya, dan memperdalam Alqur’an, dan sungguh Rasulullah SAW lebih dermawan terhadap berbuat baik melebihi semilir angin yang berhembus menyejukkan” (Shahih Bukhari) Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh فَحَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. اَللّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ شَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur, Yang Maha melimpahkan kemuliaan di siang dan malam hari bulan Ramadhan, di siang hari Ramadhan dengan pahala puasa yang berlimpah tiada terhitung, sebagaimana firman-Nya dalam hadits qudsi : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلاَّ الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِى بِهِ ““ Setiap amal perbuatan keteurunan Adam adalah untuk dirinyakecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku (Allah) dan Aku yang akan membalasnya” Adapun pahala amal ibadah yang lainnya di bulan Ramadhan dilipat gandakan hingga 700 kali lipat bahkan lebih, sebagaimana dalam riwayat Shahih Muslim. Sehingga orang yang melakukan shalat Tarawih di setiap malam hari bulan Ramadhan sebanyak 20 rakaat, maka berarti ia mendapatkan pahala melakukan shalat tarawih sebanyak 14.000 rakaat dalam setiap malamnya, dalam setiap rakaat terdapat 2 kali sujud, maka ia mendapatkan pahala 28.000 kali sujud dalam setiap malamnya, malamnya, dan jika seseorang mengkhatamkan Al qur’an satu kali di bulan Ramadhan maka pahalanya adalah 700 kali khatam Al qur’an, maka setiap ibadah yang dilakukan di siang atau malam hari bulan Ramadhan pahalanya akan dilipatgandakan hingga 700 kali lipat. Cahaya kedermawanan Ilahi berpijar kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga dalam hadits di atas beliau disebut sebagai أَجْوَدَ النَّاسِ ( manusia yang paling dermawan ). Dapat kita renungkan betapa indah dan mengharukan jika kita berjumpa dengan manusia yang paling baik, manusia paling ramah dan paling dermawan dari seluruh manusia yang pernah ada dan manusia yang akan ada hingga akhir zaman, tentunya ledakan cinta dan keinginan untuk dekat dan mengikutinya terbit dalam jiwa-jiwa kita. Kita yang tidak berjumpa dengan beliau pun telah merasakan sejuknya riwayat-riwayat yang disampaikan akan indahnya budi pekerti sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau adalah orang yang paling dermawan, dimana tidak pernah mengatakan “tidak” terhadap orang yang meminta sesuatu kepadanya selama beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki apa yang diminta orang tersebut. Disebutkan dalam riwayat Shahih Al Bukhari, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kembali ke rumahnya, beliau melihat seorang wanita dengan membawa kedua anaknya keluar dari rumah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam masuk ke dalam rumah dan berkata kepada sayyidah Aisyah : “ Wahai Aisyah siapa tamu yang tadi datang ke rumah kita?”, maka sayyidah Aisyah berkata : “Mereka adalah pengemis wahai Rasulullah”, “lalu apa yang telah engkau berikan kepada mereka?”, tanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sayyidah Aisyah berkata : “Aku tidak memiliki sesuatu kecuali hanya 2 butir kurma yang kuberikan kepada mereka, lantas wanita itu membelah 1 kurma menjadi dua bagian dan memberikan kepada kedua anaknya, dan menyimpan 1 butir kurma yang tersisa”, mendengar hal itu kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar menyusul wanita pengemis dan kedua anaknya itu, dan berkata dengan suara yang sangat keras memanggil penduduk Madinah : “wahai penduduk Madinah barangsiapa diantara kalian yang ingin menyantuni seorang wanita dan kedua anaknya, sungguh hal itu akan menjadi benteng baginya dari api neraka”. Dalam hal ini tentunya bukan berarti cukup bagi seseorang untuk berderma sekali saja kemudian masuk surga, akan tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan hal ini untuk menunjukkan bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam akan memberikan syafaat kepada orang yang memuliakan tamu beliau, karena beliau merasa malu ketika orang datang ke rumah beliau untuk meminta-minta namun di saat itu ia tidak mendapati apa-apa kecuali 2 butir kurma, sehingga beliau shallallahu ‘alaihi wasallam melimpahkan syafaat kepada orang yang memuliakan tamunya, demikian limpahan anugerah yang diberikan oleh manusia yang paling dermawan, bukan berupa emas, perak atau lainnya, tetapi pembebasan dari api neraka, alangkah indah budi pekerti sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan di malam hari ini kita bertamu di majelis sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mendengarkan hadits-hadits dan tuntunan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan sungguh beliau tidak akan mengecewakan para tamunya, dan kita bertamu pada keridhaan Allah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bertamu kepada cahaya kemuliaan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan malam ini kita bertamu kepada rahasia kedermawanan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ambillah rahasia kedermawanan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah bersabda dalam riwayat Shahih Al Bukhari : أُوْتِيْتُ مَفَاتِيْحَ خَزَائِنِ اْلأَرْضِ حَتَّى وُضِعَتْ فِيْ يَدِيْ “Aku diberi kunci-kunci perbendaharaan bumi (kemakmuran), hingga diletakkan di tanganku” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam telah diberi oleh Allah kunci-kunci kemakmuran, yang diberi kunci kemakmuran adalah orang yang paling dermawan dari segenap manusia yang dermawan, sehingga sangat mudah mendapatkannya yaitu dengan memahami rahasia kedermawanan beliau dan memanut beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan disebutkan dalam hadits di atas bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam lebih bersifat dermawan lagi di bulan Ramadhan, maka tali keluhuran iman yang berpijar dalam jiwa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersambung pada rahasia kedermawanan Allah subhanahu wata’ala, Yang mana Allah subhanahu wata’ala Maha Dermawan dan lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan. Di bulan Ramadhan ini 10 hari pertama yaitu hari-hari rahmat dari Allah subhanahu wata’ala telah kita lewati, dan kita telah masuk pada 10 malam kedua yaitu malam pengampunan dari Allah subhanahu wata’ala, dan selanjutnya kita akan memasuki 10 malam terakhir yaitu malam-malam pembebasan dari api neraka, maka beruntung bagi orang yang pada 10 malam pertama ia mendapatkan rahmah, mendapatkan pengampunan pada 10 malam kedua, dan pada 10 malam terakhir mendapatkan pembebasan dari api neraka, serta kemuliaan Lailatul Qadr. Terdapat juga orang-orang yang beruntung, dimana sejak malam Nishfu Sya’ban ia telah mendapatkan pengampunan dari Allah, terdapat juga orang yang sejak malam pertama bulan Ramadhan telah diampuni dosa-dosanya meskipun belum memasuki malam-malam pengampunan di bulan Ramadhan. Malam hari ini adalah malam pengampunan yang pertama, yaitu malam yang kesebelas bulan Ramadhan, semoga tidak seorang pun dari kita yang melewati malam ini kecuali telah mendapatkan pengampunan dari Allah atas segala dosa,amin. Mungkin diantara kita tidak memahami dan tidak menyadari akan bahaya dosa, ketahuilah bahwa satu kali berbuat dosa maka berarti seseorang telah membuat musibah untuk masa mendatang mungkin di dunia atau di akhirat, sebaliknya perbuatan baik yang dilakukan maka dengan hal tersebut seseorang berarti telah menyiapkan suatu kebaikan atau kenikmatan di masa mendatang untuk kehidupannya di dunia atau di akhirat, dan semakin seseorang berbuat baik maka Sang Maha Baik Allah subhanahu wata’ala akan semakin berbuat baik terhadapnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : إنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ يُحِبُّ الطَّيِّبَ “ Sesungguhnya Allah Maha Baik dan menyukai kebaikan” Dan tiadalah sesuatu yang lebih indah di sisi Allah subhanahu wata’ala dari tuntunan sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian disebutkan bahwa setiap malam bulan Ramadhan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu didatangi oleh malaikat Jibril As dan mengajari beliau shallallahu ‘alaihi wasallam Al qur’an. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah samudera ilmu yang terdalam dari seluruh makhluk ciptaan Allah subhanahu wata’ala, namun masih belajar kepada malaikat Jibril As dengan mempelajari Al qur’an bersama malaikat Jibril. Meskipun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lebih memiliki ilmu yang mendalam dari malaikat Jibril, namun karena beliau shallallahu ‘alaihi wasallam haus akan ilmu yang mungkin ada ilmu yang belum beliau ketahui namun telah diketahui oleh malaikat Jibril, dan juga untuk saling bertukar ilmu bersama malaikat Jibril AS. Ingatlah bahwa orang yang paling mendalam ilmunya dari seluruh manusia ini pun masih mempelajari Al qur’an bersama malaikat Jibril As di setiap malam-malam bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan adalah bulan Al qur’an, maka perbanyaklah membaca dan belajar Al qur’an agar terikat dengan shahib Al qu’ran sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang mana beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dicipta oleh Allah subhanahu wata’ala untuk membawa Al qur’an, yang dengan itu kita akan sampai kepada Yang Maha Memiliki keridhaan dan Maha menurunkan Al qur’an, Maha Tunggal dan Maha Abadi, Maha Sempurna dan Maha Berwibawa, Maha membuka rahasia rahmah, pengampunan dan pembebasan dari api neraka. Disebutkan juga dalam hadits diatas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diumpamakan bahwa kedermawanan beliau lebih daripada angin yang berhembus, yang dimaksud adalah seperti angin yang bertiup kemudian berlalu, dimana ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberi sesuatu maka tidak akan beliau ingat lagi setelahnya, berbeda dengan orang di zaman sekarang, yang sebagian mereka memberi dan itu pun terkadang memberi dengan rasa berat, akan tetapi pemberiannya terus diingat hingga bertahun-tahun telah lewat, jika hal demikian terjadi, maka ibadahnya yang berupa pemberian itu ditujukan untuk mendapatkan keridhaan Allah subhanahu wata’ala atau karena ingin mendapatkan pujian dari orang lain?!. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika memberi kepada orang lain, maka pemberian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam seakan-akan seperti angin yang berhembus kemudian berlalu, tanpa diingat dan disebut-sebut lagi setelahnya. Dalam hal ini salah seorang mufti Hadramaut Al ‘Allamah Al Musnid Al Habib Ali Masyhur Al Hafidh,, beliau mengatakan bahwa amal ibadah yang diterima oleh Allah subhanahu wata’ala secara mutlak adalah amal ibadah yang dikerjakan dan telah dilupakan, maka hal tersebut telah sampai ke hadirat Allah subhanahu wata’ala, sedangkan amal ibadah yang masih diingat belum sampai ke hadirat Allah subhanahu wata’ala, demikianlah ajaran para ulama’ salafusshalih al ‘arifuun billah. Maka sepantasnyalah seseorang untuk tidak lagi mengingat amal baik yang telah dilakukan, akan tetapi selalu memikirkan di masa mendatang agar tetap bisa selalu melakukan amal baik dan tidak terjebak untuk melakukan hal-hal yang dimurkai Allah subhanahu wata’ala, hidup dalam ketenangan yang bebas dari permusuhan atau kebencian terhadap sesama, tanpa mengingat lagi perbuatan baik yang telah dilakukan di masa lalu, namun perbuatan dosa yang telah dilakukan di masa lalu tetap diingat untuk selalu dimintai pengampunan kepada Allah subhanahu wata’ala dan agar tidak lagi terjebak ke dalamnya di hari-hari mendatang, alangkah indahnya kehidupan yang hari-harinya dilewati dalam ketenangan hingga akhir kehidupan di dunia hingga kelak berkumpul dengan orang-orang yang penuh dengan ketenangan di surga Allah subhanahu wata’ala. Selanjutnya kita bermunajat kepada Allah, semoga acara malam Nuzul Al qur’an dan Haul ahlul badr yang dipadu dengan dzikir يا الله 1000 X pada malam Senin yang akan datang berlangsung dengan sukses, dan insyaallah akan disertai sambutan oleh guru mulia Al Musnid Al ‘Arif billah Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim Al Hafidh melalui streaming dari Hadramaut, semoga acara tersebut membawa keberkahan bagi kita semua, dan semoga Allah subhanahu wata’ala membuka rahasia keluhuran agung bagi kita agar kita menjadi ahlul qur’an, dan agar kelak di hari kiamat kita termasuk orang-orang yang beersama dengan Ahlul Badr Al Kubra dari kalangan kaum Muhajirin dan Anshar, serta selalu berada dalam naungan cinta kepada pimpinan Muhajirin dan Anshar, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, amin allahumma amin.. فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا Ucapkanlah bersama-sama يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ

Tausiyah : LAILATUL QADAR MENURUT AL-QURAN & AL HADITS

Sudah sering kita dengar istilah Lailatul Qadar, bahkan selalu lekat dalam ingatan. Namun demikian, nyatanya kita tidak akan pernah mengenal hakikat Lailatul Qadar itu sendiri, lantaran masalahnya amat ghaib. Pengetahuan kita terbatas hanya pada apa yang telah ditunjukkan di dalam berbagai nash, baik Al-Qur’an maupun As-Sunnah serta interpretasinya. Secara etimologis, “lailah” artinya malam, dan “al-qadar” artinya takdir atau kekuasaan. Adapun secara terminologis, dapat kita coba dengan cara mengamati ayat berikut ini : إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ “Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malm kemuliaan (Lailatul Qadar)” (QS Al-Qadar (97):1) Dari pernyataan bahwa Al-Qur’an tersebut diturunkan pada saat Lailatul Qadar, dapat kita tangkap pengertian, yakni; pertama , Lailatul Qadar merupakan dari suatu malam, saat diturunkan Al-Qur’an secara keseluruhan. Walhasil, Lailatul Qadar itu terjadi hanya satu kali, tidak sebelum dan sesudahnya. Akan tetapi keagungan dan keutamaannya itu diabadikan oleh Allah SWT untuk tahun-tahun berikutnya. Tegasnya, Lailatul Qadar yang ada sekarang ini, hanyalah semacam hari peringatan yang memiliki berbagai keistimewaan yang sangat luar biasa. Kedua, Lailatul Qadar merupakan sebutan dari suatu malam pada setiap bulan Ramadhan, yang dahulu kala pernah bersamaan dengan peristiwa diturunkannya Al Qur’an secara keseluruhan. Kedua pengertian tersebut di atas, merupakan hasil analisa yang boleh jadi dapat diterima oleh semua pihak, lantaran sama sekali tidak mengingkari keutamaan Lailatul Qadar. Sedangkan hakikatnya hanyalah Allah SWT yang mengetahui. Sementara lailatul Qadar itu sendiri, dalam sebuah ayat dinyatakan sebagai Lailah Mubarakah (ةalam kebaikan). إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ “Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi.”(Q.S Ad Dukhaan (44):3) Dalam masalah ini, para Muffasir menjelaskan bahwa Lailatul Qadar itu adalah saat diturunkannya Al-Qur’an secara keseluruhan dari Lauhul Mahfuzhke Baitul’Izzah, sebelum diwahyukan kepada Rasulullah SAW secara berangsur. Olah sebab itu, tidaklah dapat disamakan antara Lailatul Qadar dengan Nuzulul Qur’an atau turunnya ayat pertama Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW. Betapa mulia dan begitu istimewanya Lailatul qadar itu, sebagai rahmat dan nikmat Allah SWY bagi seluruh ummat Muhammad. Sehingga tak satupun dari kita yang tak suka jika mampu meraihnya. Dan wajar pula, jika malam jatuhnya Lailatul Qadar itupun selau dipertanyakan, bahkan nyaris selalu menimbulkan perselisihan pendapat. Kapan Lailatul Qadar? Menurut suatu pendapat ; Lailatul Qadar itu jatuh pada malam ke 27 setiap bulan Ramadhan. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW: مَنْ كَانَ مُتَحَرِّيْهَا، فَلْيَتَحَرِّهَا فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ “Siapapaun mengintainya maka hendaklah mengntainya pada malam ke dua puluh tujuh.” (HR. Ahmad dari Ibnu ‘Umar) Sementara menurut pendapat yang lain; perintah Rasulullah SAW untuk mengintai pada malam ke 27 itu, bukan merupakan suatu kepastian bahwa Lailatul Qadar akan terjadi pada malam itu. Akan tetapi hanya sebagai petunjuk, bahwa pada malam itu memang kemungkinan besar akan terjadi. Terbukti dengan permyataan Rasulullah SAW sendiri dalam hadist yang lain. أخْبَرَنَا رسول الله صلى الله عليه و سلم عن لَيْلَةِ الْقَدْرِقال : هي في رمضان في العشر الأواخر ، في إحدى و عشرين أو ثلاث و عشرين أو خمس و عشرين أو سبع و عشرين أو تسع و عشرين أو في آخِرِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ “Rasulullah SAW telah memberitakan kepadaku tentang Lailatul Qadar. Beliau bersabda: “Lailatul Qadar terjadi pada Ramadhan; dalam sepuluh hari terakhir. Malam dua puluh satu, dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dua puluh sembilan atau ,malam terakhir.” Adapun yang dimaksud dengan malam terakhir dalam hadts di atas, tentunya jika sebulan Ramadhan itu hanya 29 hari. Sehingga malam yang ke 29 otomatis merupakan malam terakhir. Dengan demikian, menurut kami pendapat yang kedua ini jauh lebih dasarnya ketimbang pendapat pertama. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa; jatuhnya Lailatul Qadar itu sama sekali tak dapat ditentukan secara pasti. Lantaran perupakan rahasia Allah SWT. Lailatul Qadar yang agung itu—sebagaimana jawaban terdahulu sangantlah ghaib malam jatuhnya. Namun demikian, Rasulullah SAW telah memberi petunjuk kepada ummatnya bahwa jatuhnya itu di antara malam-malam ganjil pada sepuluh hari Ramadhan terakhir. Maka tidak mustahil, jika diantara hari-hari itu setiap tahunnya akan berubah-ubah, sebagaimana dapat dicerna pula dari berbagai hadits yang berbeda-beda penjelasannya. Kemungkinan berubah-ubah tersebut, jika dimaksudkan bahwa Lailatul Qadar itu merupakan sebutan dari suatu malam pada setiap bulan Ramadhan yang dahulu kala pernah bersamaan dengan peristiwa diturunkannya Al-Qur’an secara keseluruhan. Adapun jika dimaksudkan bahwa, Lailatul Qadar hanya semacam hari peringatan, maka tidak mungkin jatuhnya Lailatul Qadar itu akan berubah, bahkan sampai kiamat nanti. Selain itu, nampaknya perlu kita sadari pula, bahwa tidak adanya kepastian pada malam tertentu tentang jatuhnya Lailatul Qadar ini, justru banyak membawa hikmah yang antara lain, untuk mandapatkan keutamaan dan berkah dari saat turunnya Lailatul Qadar itu, kaum Muslimin tidak hanya dengan bertekun ibadah semalam saja. Akan tetapi harus selama 10 malam terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW beserta keluarganya. Tidak Mustahil, jika Lailatul Qadar yang sangat didambakan namun tak dapat ditentukan tanggal pastinya itu sering diamati oleh banyak orang. Sehingga tentu saja setiap pengamat membutuhkan data dan informasi tentang tanda-tanda jatuhnya. Dalam sejarah, salah seorang sahabat Rasulullah SAW bernama ’Ubal bin Ka’ab telah bersumpah bahwa ia pernah menyaksikan Lailatul Qadar itu. Sehingga ia mampu menjelaskan tanda-tandanya, sebagaimana dalam pernyataanya: وَأمَارَتُهَا أنْ تَطْلُعَ الشَّمْسَ فِيْ صَبِيْحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لَا شُعَاعَ لَهَا ”Dan salah satu tandanya adalah, pada pagi harinya cahaya matahari terbit memutih atau tidak bersinar seperti biasa.”(HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dan Tarmizi, dari Ubai bin Ka’ab) Tanda ini hanya diketahui setelah Lailatul Qadar terjadi. Jadi, sama sekali bukan tanda akan jatuhnya. Sedangkan tanda-tanda ketika sedang terjadi Lailatul Qadar, menurut sebuah keterangan, adalah malam terasa begitu hening cuaca cerah, langit bersih, tak ada angin dan bebas dari mendung. Namun bisa dipastikan Lailatul Qadar yang terjadi pada setiap bulan Ramadhan itu, merupakan waktu mustajab untuk berdo’a. Jika seseorang telah yakin bahwa malam itu sedang terjadi Lailatul Qadar, maka hendaknya ia membaca do’a sebagaimana telah diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada Aisyah, ketika beliau ditanya. اَللَّهُمَّ إنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فاَعْفُ عَنَّا ”Wahai Allah Sesungghnya Engkau maha pengampun serta suka mengampuni, maka ampunilah aku” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Tarmizi dari’ Aisyah) Adapun do’a sebagaimana dalam hadits tersebut di atas, merupakan do’a yang sekali diucapkan ketika seorang telah yakin bahwa, malam itu adalah Lailatul Qadar. Jadi, bukan do’a yang harus dibaca berulangkali semalam suntuk ketika diyakini sebagai Lailatul Qadar. Lailatul Qadar yang penuh dengan keagungan, berkah dan hikmah itu, merupakan kesempatan emas bagi umat Muhammad untuk meraih keutamaan ibadah yang sangat istimewa dengan modal ketentuan maksimal. Adapun keutamaannya ibadah yang semalam itu melebihi pahala ibadah seribu bulan. وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ. لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ ”Tahukah engkau, apakah Lailatul Qadar Itu? Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan.” (Q.S Al Qadr(97):2-3) Selain itu, dalam sebuah hadits dinyatakan bahwa orang yang bertekun ibadah pada saat Lailatul Qadar hanya karena Allah SWT, dengan hati senang serta selalu mengahrap ridha-Nya, maka akan diampuni dosa-dosanya. مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إيْمَا نًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ”Siapapun yang ibadahnya pada saat Lailatul Qadar karena iman serta mengharap ridho Allah, maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah) Pengertian ibadah sebagaimana dalam hadits di atas, memiliki makna yang sangat luas. Yakni mencakup segala macam bentuk ibadah; shalat, dzikir, membaca Al-Qur’an, i’tiqaf, Belajar ilmu agama dan lain sebagainya. Cara Rasulullah SAW Menghadapi Lailatul Qadar Rasulullah SAW, sebagai teladan yang terbaik, tentu saja akan jauh lebih sempurna amal ibadahnya dari pada umatnya. Dan dalam manghadapi Lailatul Qadar itu, beliau selalu membangunkan keluarganya untuk bertekun ibadah, agar supaya mendapatkan kehormatan yang teramat istimewa dari Allah SWT. Sedangkan hal ini dilakukannya pada setiap 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Dengan harapan dapat terjaring Lailatul Qadar yang didambakannya. كَانَ إذَا دَخَلَ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرِ أَحْيَ الَّيْلَ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ وَشَدَّ الْمِئْزَرِ ”Nabi SAW ketika telah masuk sepuluh hari terakhir maka beliau menghidupkan malam itu dengan membangunkan seluruh anggota keluarganya serta mengencangkan sarungnya.” (HR. Bukhari dan Muslim, dari ’ Aisyah) كَانَ رسول الله صلى الله عليه و سلم يُوْقِظُ أَهْلَهُ فِيْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ وَيَرْفَعُ الْمِئْزَرِ ”Rasulullah SAW membangun keluarganya pada sepuluh hari terakhir dan menyingsingkan sarungnya.” (HR. Tarmizi, dari Ali bin abi Thalib) Yang dimaksud dengan mengencangkan dan atau menyingsingkan sarungnya sebagaimana termaktub dalam kedua hadits tersebut di atas, adalah segera melaksanakan kegiatan ibadah, serta menjauhi isterinya. Memang, banyak orang yang tahu persis keutamaan serta keistimewaan bergiat ibadah pada saat lailatul Qadar. Namun ternyata hanya sedikit orang yang yang mau berusaha melaksanakan ibadah tersebut supaya dapat meraih keutamaannya. Orang yang mengabaikan kesempatan ibadah dalam Lailatul Qadar, sama artinya dengan membuang kesempatan emas yang sangat berharga, serta menjauhkan dirinya dari segala kejahatan. إنَّ هَذاَ الشَّهْرَ قَدْ حَضَرَكُمْ وَفِيْهِ لَيْلَةً خَيْرُ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حَرَمَهَا فَقَدْ حَرَمَ الْخَيْرَ كًلُّهُ وَلَا يُحْرَمُ خَيْرَهَا إلَّا مَحْرُوْمٌ ”Sesungguhnya bulan ini (Ramadhan) telah datang kepadamu, dan di dalamnya ada semalam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa saja terhalang darinya maka terhalang dari segala kebaikan dan tidaklah terhalang darinya kecuali orang yang terhalang.” (HR. Ibnu Majah, dari Anas bin malik) Maksud dari hadits tersebut di atas yakni, jika seorang tidak mempedulikan ibadah dengan pahala yang amat besar pada Lailatul Qadar ini, maka secara logis sama artinya ia akan tertarik dengan ibadah di saat lain, yang tentu lebih rendah imbalan pahalanya. Dan alangkah meruginya orang-orang yang seperti itu. KH Arwani Faishal Wakil Ketua PP Lembaga Bahtsul Masa’il NU

Dalil Nagli: MENGUSAP WAJAH SETELAH SHOLAT

Salah satu kebiasaan yang sering kita lihat, setiap selesai mengucapkan salam dalam shalat, umat Islam mengusap wajah dengan kanannya. Hal ini didasarkan satu riwayat bahwa setelah bahwa Rasulullah SAW selalu mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. عَنِ السَّائِبِ بْنِ يِزِيْدِ عَنْ أَبِيْهِ أنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إذَا دَعَا فَرَفَعَ يَدَيْهِ مَسَحَ وَجْهَهُ بِيَدَيْهِ -- سنن أبي داود Dari Saib bin Yazid dari ayahnya, “Apabila Rasulullah SAW berdoa, beliau beliau selallu mengangkat kedua tangannya, lalu mengusap wajahnya dengan kedua tangannya." (HR Abu Dawud, 1275) Begitu pula orang yang telah selesai melaksanakan shalat, ia juga disunnahkan mengusap wajah dengan kedua tangannya, sebab shalat secara bahasa berarti berdoa. Di dalam shalat terkandung doa-doa kepada Allah SWT Sang Khaliq. Sehingga orang yang mengerjakan shalat berarti juga sedang berdoa. Maka wajar jika setelah shalat ia juga disunnahkan untuk mengusap muka. Syekh Abu Bakar bin Muhammad Syatha dalam kitab I’anatut Thalibin menyatakan: Imam Nawawi dalam kitabnya al-Adzkar, dan kami juga meriwayatkan hadits dalam kitab Ibnus Sunni dari Sahabat Anas bahwa Rasulullah SAW apabila selesai melaksanakan shalat, beliau mengusap wajahnya dengan tangan kanannya. Lalu berdoa: أَشْهَدُ أَنْ لَا إلهَ إلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ اَللَّهُمَّ اذْهَبْ عَنِّي الْهَمَّ وَالْحَزَنَ “Saya bersaksi tiada Tuhan kecuali Dia Dzat Yang maha Pengasih dan penyayang. Ya Allah Hilangkan dariku kebingungan dan kesusahan." (I’anatut Thalibin, juz I, hal 184-185) Hal ini menjadi bukti bahwa mengusap muka setelah shalat memang dianjurkan dalam Islam. Karena Nabi Muhammad SAW juga mengusap muka setelah shalat. KH Muhyiddin Abdusshomad Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam, Rais Syuriyah PCNU Jember tambahan Hadits: 1. Bahwasanya Rasul saw saat akan tidur di pembaringannya, menggabung kedua telapak tangannya lalu nafatsa (meniup dg sedikit meludah) pada kedua telapak tangannya lalu membaca surat Al Ikhlas dan Alfalaq dan Annaas, lalu mengusapkannya ke wajahnya, dan seluruh tubuh yg mungkin dicapainya, neliau mengulanginya 3X (Shahih Bukhari hadits no.4729). 2. Bahwasanya Rasul saw bila telah menuju pembaringannya nafatsa pada kedua telapak tangannya dengan Qulhuwallahu ahad dan Mu'awwidzatain, lalu mengusapkannya kewajahnya dan anggota tubuhnya yg dapat dicapai kedua tangan beliau saw, berkata Aisyah ra, ketika beliau sakit maka beliau menyuruhku untuk melakukannya untuk beliau saw (Shahih Bukhari hadits no.5416) jelas jelas hadits riwayat Shahih Bukhari dijelaskan bahwa Rasul saw mengusap wajahnya dalam doa beliau saw, terutama saat akan tidur dan saat sakit.

Tausiyah Alhabib Munzir Almusawa: KEMULYAAN PUASA RAMADHAN

Sabda Rasulullah saw : “Allah swt berfirman : Semua perbuatan keturunan Adam adalah untuknya, kecuali puasa, sesungguhnya puasa adalah untukku, dan Aku yg mengganjarnya (amal puasa mempunyai kekhususan disisi Allah swt). Dan puasa adalah perlindungan, maka jika dihari puasa diantara kalian, jangan ia mencaci, jangan pula berbicara dg ucapan buruk, jika ada seseorang yg mencacinya, atau mengancamnya, maka katakan : Sungguh aku orang yg sedang berpuasa, Dan Demi Yang diri Muhammad (saw) ini dalam genggaman Nya (Allah swt), sungguh bau yg tidak sedap dari bibir orang yg berpuasa lebih wangi disisi Allah swt dari wangi misik terwangi, Dan bagi yg berpuasa itu dua kegembiraan, gembira saat berbuka dan gembira saat berjumpa dengan Tuhannya (swt) ia gembira dengan puasanya” (Shahih Bukhari) Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh فَحَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. اَللّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ شَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur, Yang Maha Membuka kelembutan dan kasih sayangNya di malam-malam terluhur dalam setiap tahunnya, di hari-hari yang paling mulia dari hari-hari lainnya, yaitu hari-hari agung di bulan Ramadhan dan malam-malam luhur di bulan Ramadhan, dimana tersimpan padanya rahasia kemuliaan Al qur’an yang mana awalnya merupakan rahasia pembuka segala rahmat Ilahi, dan pertengahannya adalah pengampunan Allah subhanahu wata’ala yang berlimpah, serta pembebasan dari api neraka di akhirnya. Sungguh selayaknya ummat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berbahagia karena telah mendapatkan anugerah yang berlimpah berupa bulan luhur, bulan yang paling agung dari semua bulan, yaitu bulan Ramadhan yang sangat termuliakan, sehingga pahala dari setiap perbuatan hamba-hamba Allah subhanahu wata’ala di siang dan malamnya dilipatgandakan. Dan hadits yang telah kita baca, yang merupakan hadits qudsi Allah subhanahu wata’ala berfirman : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلاَّ الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِى بِهِ “ Setiap amal perbuatan keteurunan Adam adalah untuk dirinyakecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku (Allah) dan Aku yang akan membalasnya” Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani di dalam Fath Al Bari mensyarahakan bahwa makna hadits tersebut dengan menukil ucapan Al Imam Malik dalam kitabnya Al Muwattha’ dan para imam lainnya bahwa Allah subhanahu wata’ala ingin menyampaikan kepada kita bahwa ibadah puasa memiliki keutamaan lebih dibanding ibadah lainnya, dimana Allah subhanahu wata’ala melipatgandakan pahala amal perbuatan lainnya menjadi 10 hingga 700 kali lipat bahkan lebih, namun untuk ibadah puasa Allah tidak menyerahkan kepada malaikat untuk menilainya, akan tetapi Allah subhanahu wata’ala yang akan langsung memberi balasannya yang tanpa perhitungan lagi dan tentunya lebih dari 700 kali lipat, demikianlah rahasia keluhuran ibadah puasa. Di bulan Ramadhan pahala minimal dari setiap amal perbuatan adalah 10 kali lebih besar dari yang kita lakukan hingga 700 kali lipat dari yang kita perbuat, selain ibadah puasa baik berupa shalat wajib, shalat sunnah, membaca Al qur’an dan lainnya, sehingga jika seseorang menghatamkan Al qur’an di bulan Ramadhan maka seakan-sekan ia menghatamkan Al qur’an 10 kali atau 700 kali di bulan lainnya, demikian juga dengan ibadah yang lainnya selain puasa. Sehingga bulan Ramadhan ini disebut bulan 1000 sujud, karena di bulan ini ummat Islam dari kalangan Ahlu sunnah waljama’ah melakukan shalat tarawih sebanyak 20 rakaat dan ditambah 3 raka’at shalat witir di setiap malamnya, dimana dalam setiap raka’at terdapat 2 sujud sehingga dalam 20 rakaat terdapat 40 sujud setiap malamnya dan dilakukan selama 30 malam, maka jumlah sujud dalam shalat tarawih saja selama bulan Ramadhan adalah 1200 sujud lebih dari 1000 sujud dan belum lagi termasuk sujud dalam shalat witir dan shalat sunnah lainnya,dan jumlah tersebut dilipatgandakan menjadi 10 hingga 700 kali lipat, itu dalam sekali Ramadhan dan berapa kali Ramadhan yang telah kita lewati, sungguh betapa Maha Dermawan Allah subhanahu wata’ala yang telah memuliakan hamba-hambaNya dengan bulan luhur ini. Dan juga aka nada lagi pahala agung yang Allah siapkan pada satu malam puncak keluhuran yaitu Lailatul Qadr, dimana ibadah di malam lebih baik daripada ibadah 1000 bulan. Adapun untuk beribadah pada malam Lailatul Qadr tidak harus menanti waktu tertentu, karena yang menanti waktu tertentu itu adalah saa’ah Al Ijabah ( Waktu-waktu dikabulkannya doa), di hari Jum’at misalnya terdapat waktu-waktu tertentu dimana doa di waktu itu tidak akan ditolak oleh Allah subhanahu wata’ala ketika itu. Adapun Lailatul Qadr tidak dibatasi waktu tertentu seperti saa’ah al ijaabah yang lainnya akan tetapi Lailatul Qadr dimulai dari terbenamnya matahari di malam itu hingga terbitnya fajar. Dan ibadah puasa akan dibalas langsung oleh Allah subhanahu wata’ala karena puasa merupakan satu-satunya ibadah yang jauh dari sifat riya’, dimana puasa tidak terlihat oleh orang lain sebagaimana ibadah lainnya seperti shalat, kecuali puasa di bulan Ramadhan karena semua orang diwajibkan berpuasa di bulan Ramadhan, akan tetapi puasa sunnah pada selain bulan Ramadhan, seseorang yang berpuasa tidak akan diketahui bahwa ia sedang berpuasa apabila orang tersebut tidak memberitahukan bahwa ia sedang berpuasa, maka ibadah yang paling suci dan mudah untuk mencapai ikhlas adalah ibadah puasa sehingga pahalanya pun sangat agung di sisi Allah subhanahu wata’ala. Kemudian dalam hadits tadi disebutkan : الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ ، وَلاَ يَسْخَبْ ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ : إِنِّى امْرُؤٌ صَائِمٌ Al Imam Ibn Hajar menjelaskan bahwa makna جُنَّةٌ adalah sebuah perlindungan dan benteng dari api neraka dan murkaan Allah subhanahu wata’ala. Oleh sebab itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kita untuk menjaga puasa kita agar sempurna, yaitu ketika seseorang berpuasa maka ia tidak mengucapkan kalimat-kalimat yang kotor dan buruk, seperti mencaci maki, menghina dan lainnya. Adapun kalimat فَلاَ يَرْفُثْ dalam hadits tersebut mempunyai beberapa makna diantaranya adalah larangan berjimak di siang hari bulan Ramadhan, dan makna yang lain adalah larangan mengumpat atau mencaci maki dan lainnya dari mengucapkan kalimat-kalimat yang buruk. Mengucapkan hal-hal yang buruk, seperti mencaci maki, mengumpat dan lainnya di selain bulan puasa dan dalam keadaan orang tidak berpuasa pun hal tersebut dilarang, namun karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menginginkan kita agar lebih sempurna lagi dalam menjalani puasa di bulan Ramadhan, maka beliau melarang kita untuk berucap kalimat-kalimat yang buruk selama bulan Ramadhan. Kemudian disebutkan dalam hadits ini disebutkan jika seseorang mencacinya (orang yang sedang berpuasa) atau menantangnya dengan cara berkelahi atau yang lainnya baik di bulan Ramadhan atau selainnya, maka disunnahkan baginya untuk mengatakan : إِنِّى امْرُؤٌ صَائِمٌ “ Sesungguhnya aku sedang berpuasa” Akan tetapi jika seseorang telah membahayakan nyawa kita dan kita terjebak di dalamnya sedangkan kita dalam keadaan berpuasa, maka dalm hal seperti ini sudah seharusnya bagi kita untuk membela diri karena hal demikian diperintahkan oleh Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana juga Badr Al Kubra yang terjadi di bulan Ramadhan dimana kaum muslimin ingin membela diri dan agama mereka. Al Imam Ibn Hajar menjelaskan bahwa kalimat إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ ini mencakup atau diucapkan untuk kedua fihak yaitu orang yang dicaci dan orang yang mencaci, karena kalimat ini layak diucapkan untuk yang dicaci agar menenangkan dirinya, dan layak pula diucapkan kepada orang yang mencaci atau menantangnya yang menunjukkan bahwa ia tidak akan melayaninya karena ia dalam keadaan berpuasa, sebagaimana dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk mengucapkan : إِنِّي صَائِمٌ إِنِّيْ صَائِمٌ “ Sesungguhnya aku berpuasa, sesungguhnya aku berpuasa” Kalimat yang pertama diucapkan untuk dirinya sendiri, sedangkan kalimat yang kedua diucapkan untuk orang yang mengganggunya, dan hal ini lebih sempurna menurut pendapat jumhur ulama’, namun jika hanya diucapkan sekali saja maka diniatkan untuk keduanya. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ ، وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ وَإِذَا لَقِىَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ “ Demi jiwa Muhammad yang berada di dalam genggaman-Nya (Allah), sungguh bau mulut seorang yang berpuasa di sisi Allah lebih wangi dari pada aroma misk, dan bagi yang berpuasa terdapat 2 kebahagiaan, yaitu ketika berbuka puasa ia gembira, dan ketika bertemu dengan Rabb nya (Allah) ia gembira karena puasanya” Bukan berarti maksud dari kalimat tersebut bahwa Allah subhanahu wata’ala menyukai aroma yang tidak sedap, namun karena Allah subhanahu wata’ala Maha Mengetahui bahwa orang yang berpuasa itu akan menahan bau yang tidak sedap dari mulutnya, namun ia bersabar menahan dirinya untuk tetap tidak makan atau minum agar bau tidak sedap hilang dari mulutnya karena ingin mencapai kesempurnaan puasanya demi ridha Allah subhanahu wata’ala, sehingga hal itu di sisi Allah subhanahu wata’ala lebih wangi daripada aroma misk. Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani menjelaskan dalam pendapat lainnya bahwa kelak di hari kiamat orang yang banyak berpuasa akan mendapatkan bau yang sangat wangi keluar dari mulutnya, sebagaimana para syuhada’ mereka akan mendapatkan bau yang sangat wangi dari darah yang keluar dari luka-lukanya kelak di hari kiamat. Kemudian disebutkan bahwa orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan, yaitu kegembiraan di saat ia berbuka puasa, dimana bagi tingkatan puasa kalangan orang awam (orang umum) kegembiraan itu didapatkan karena ia telah diperbolehkan untuk makan dan minum setelah sehari penuh menahan lapar dan haus, adapun bagi tingkatan puasa orang-orang khusus bahwa kegembiran itu dikarenakan puasa mereka sempurna hingga terbenam matahari. Adapun kegembiraan yang kedua adalah disaat orang yang berpuasa itu kelak berjumpa dengan Allah subhanahu wata’ala. Demikian rahasia keluhuran yang kita ambil dari hadits yang agung nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan kita ketahui bahwa bulan Ramadhan adalah bulan Al qur’an, karena rahasia kemuliaan Al qur’an terbit pada malam 17 Ramadhan. Diriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari bahwa turunnya wahyu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu dengan berbagai cara, diantaranya dengan adanya suara yang bergemirincing dan hal itu merupakan sesuatu yang sangat berat bagi beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, dan terkadang dengan datangnya malaikat Jibril yang membawakan wahyu tersebut. Dan diiriwayatkan dalam Shahuh Al Bukhari bahwa sayyidah Aisyah Ra berkata ketika turun wahyu kepada Rasulullahu shallallahu ‘alaihi wasallam di waktu cuaca yang sangat dingin, maka akan mengalir keringat yang deras dari dahi beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan tubuh beliau berubah menjadi panas, karena dahsyatnya kewibawaan turunnya firman-firman Allah kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan dalam riwayat Shahih Muslim sayyidina Abu Hurairah Ra berkata : “Tidak seorang pun dari kami (sahabat) berani mengangkat kepala untuk memandang wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di saat turunnya ayat kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam”, karena ketika itu wajah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berpijar dengan cahaya rabbani yang membuat seluruh mata tertunduk dari rahasia kewibawaan Allah subhanahu wata’ala yang terbit disaat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan wahyu-wahyu Allah yang baru turun kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Diriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari bahwa tanda-tanda sebelum turunnya wahyu yang pertama kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah dengan datangnya mimpi yang berkelanjutan, dimana beliau selalu bermimpi melihat cahaya terbitnya fajar atau seakan-akan cahaya matahari yang akan terbit, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam lebih menyukai untuk khalwat (menyendiri) dan lebih sering dilakukan di gua Hira, di saat itu beliau di usia 39 tahun, sehingga meninggalkan kesibukan yang biasa beliau lakukan seperti berdagang, namun ketika usia beliau akan memasuki 40 tahun beliau semakin banyak menyukai khalwat (menyendiri) di gua Hira’ kemudian kembali ke rumah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam hingga waktu yang telah ditentukan untuk diturunkan kepada beliau cahaya Yang Maha Benar Allah subhanahu wata’ala, maka ketika itu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam melihat malaikat Jibril As berada di antara langit dan bumi yang memperlihatkan sosok yang sebenarnya, bukan berwujud manusia tetapi berwujud malaikat yang sebenarnya kemudian berkata : “Wahai Muhammad, ini Jibril”, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menghindar dan ketika beliau berada dalam keramaian maka malaikat Jibril tidak lagi terlihat, namun ketika beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dalam keadaan sendiri malaikat Jibril kembali terlihat oleh beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka malaikat Jibril terus mengikuti beliau shallallahu ‘alaihi dan tetap berada di antara langit dan bumi seraya berkata : “Wahai Muhammad, (ini) Jibril”, maksudnya adalah telah tiba waktunya untuk turun wahyu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sehingga beliau menghindar dan memasuki gua Hira, maka ketika itu malaikat Jibril As turun ke gua Hira kemudian malaikat Jibril As berkata : إقرأ ( Bacalah), namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : مَا أَنَا بِقَارِئٍ ( Aku tidak bisa membaca/ apa yang harus aku baca), maka malaikat Jibril As kemudian memeluk beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, hingga disebutkan bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam hampir tidak bisa bernafas dari eratnya pelukan malaikat Jibril. Dalam hal ini sebagian ulama’ menjelaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dipeluk sedemikian eratnya oleh malaikat Jibril dikarenakan malaikat Jibril sangat gembira telah bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah menahan kerinduan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam selama ribuan tahun sejak malaikat Jibril As diciptakan, karena telah dikabarkan oleh Allah subhanahu wata’ala bahwa akan tiba suatu waktu ia diutus kepada nabi akhir zaman, semulia-mulia makhluk ciptaan Allah subhanahu wata’ala, sehingga ketika malaikat Jibril bertemu dengan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, ia memeluk beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dengan seerat-eratnya. Kemudian malaikat Jibril melepaskan pelukannya dan kembali berkata : “Bacalah”, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Aku tidak bisa membaca/ apa yang harus aku baca”, maka malaikat Jibril kembali memeluk beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, dan dijelaskan oleh para ulama’ bahwa malaikat Jibril gembira sekali mendenagr indahnya suara nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana dalam riwayat Shahih Al Bukhari bahwa salah seorang berkata : “Aku tidak pernah mendengar suara yang lebih indah dari suara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”. Kemudian untuk yang ketiga kalinya malaikat Jibril kembali memeluk nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata : اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ ، خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ ، اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ ، الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ ، عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ ( العلق : 1-5 ) “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” ( QS. Al ‘Alaq : 1-5) Lima ayat tersebut adalah ayat yang pertama turun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditinggal oleh malaikat Jibril As dan setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam turun dari gua Hira dan mendatangi istri beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sayyidah Khadijah Ra dalam keadaan gemetar dari rahasia kewibawaan firman Allah subhanahu wata’ala yang pertama kali turun kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam yang mana hal itu terjadi pada malam 17 Ramadhan, 13 tahun sebelum hijrah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kembali ke rumah beliau dan menemui sayyidah Khadijah Ra, lalu sayyidah Khadijah membawa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam kepada anak pamannya, Waraqah Bin Naufal yang mana ia adalah seorang Rahib agama Nasrani. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan kepadanya akan hal yang telah terjadi, lalu Waraqah berkata : “ Seandainya aku masih hidup ketika engkau dianiaya dan diusir oleh kaummu dari wilayahmu, sungguh aku akan menjadi pembela dan penolongmu”, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “Apakah aku akan terusir oleh kaumku?”, kemudian Waraqah bin Naufal berkata : “Tidak seorang pun yang mengalami kejadian seperti ini, kecuali pasti akan terusir oleh kaumnya serta dimusuhi, dan jika aku mendapati masa itu sungguh aku akan menjadi pendukung dan penolongmu”, namun setelah beberapa lama Waraqah pun wafat. Sehingga sebagian pendapat mengatakan bahwa Waraqah adalah orang yang pertama kali beriman, karena telah mengakui kenabian sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan dialah orang pertama yang mengetahui hal tersebut sebelum orang lain mengetahuinya, namun sebagian ulama’ tidak membenarkan hal tersebut karena ia belum mengucapkan kalimat syahadah dihadapan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan setelah kejadian tersebut firman Allah tidak lagi turun kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam hingga waktu yang dikehendaki Allah subhanahu wata’ala, dimanan malaikat Jibril As kembali lagi terlihat dengan wujud yang aslinya untuk kedua kalinya, sebagaimana yang teriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari ketika itu malaikat Jibril terlihat duduk di atas kursi di antara langit dan bumi dan terus mendekati nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam masuk ke dalam rumah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata kepada sayyidah Khadijah Ra : زَمِّلُوْنِيْ زَمِّلُوْنِيْ “ Selimuti aku, selimuti aku” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam diselimuti, lalu turunlah surat Al Muddatssir ayat 1-5 : يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ، قُمْ فَأَنْذِرْ، وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ، وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ، وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ ( المدثر : 1-5 ) “Hai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan, dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah”. ( QS. Al Muddatssir : 1-5) Ayat tersebut merupakan wahyu kedua yang turun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan di saat itu adalah bulan Rabi’ Al Awal yang mana usia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam genap 40 tahun. Demikian rahasia kebangkitan Risalah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang diawali dengan kelahiran beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian dilanjutkan dengan turunnya wahyu yang pertama ketika akhir usia beliau yang ke 39, kemudian wahyu yang kedua turun ketika usia beliau tepat mencapai 40 tahun, dan terus wahyu Allah subhanahu wata’ala turun kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam hingga beliau berjuang selama 13 tahun di Makkah, kemudian hijrah ke Madinah Al Munawwarah selama 10 tahun, lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam meninggalakan Madinah dan kaum muslimin untuk menghadap Allah subhanahu wata’ala. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam wafat dan meninggalkan dunia namun rahasia keluhuran beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah sirna dari zaman ke zaman dan hingga malam hari ini kita masih berada dalam naungan cahaya kebangkitan risalah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka malam 17 Ramadhan adalah malam pertama diturunkannya ayat-ayat Al qur’an dan di malam itu juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa untuk kemenangan Ahlu Badr Al Kubra yang terjadi pada tahun ke 2 H, kurang lebih 15 tahun setelah wahyu pertama (QS. Al ‘Alaq : 1-5 ) turun kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu pula Allah subhanahu wata’ala memuliakan bulan Ramadhan, yang mana di bulan inilah Allah subhanahu wata’ala memuliakan ummat ini dengan turunnya Al qur’an Al Karim, semoga Allah subhanahu wata’ala memuliakan kita dengan rahasia kemuliaan bulan Ramadhan. Maka perindahlah siang-siang hari kita di bulan Ramadhan ini dengan puasa dan ibadah lainnya, serta hiasilah dan sempurnakan malam-malamnya dengan memperbanyak shalat tarawih dan membaca Al qur’an. Cukuplah bagi kita untuk melewati kehidupan kita ini dengan permainan, karena hakikat kehidupan dunia adalah permainan, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala : وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَلَلدَّارُ الْآَخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ ( الأنعام : 32 ) “Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?”. ( QS. Al An’aam : 32 ) Seseorang yang memiliki akal sempurna tidak akan mau jika disebut sebagai pemain atau orang yang suka bermain, akan tetapi justru dalam kehidupan di dunia ini orang yang menjadi pemain adalah orang yang banyak beruntung di dunia dan mendapatkan banyak harta, seperti pemain sepak bola misalnya, ia bisa mendapatkan keberuntungan hingga triliunan dolar hanya karena memiliki keahlian sebagai pemain. Namun tentunya tujuan dari kehidupan kita di dunia bukan mengharapkan hal itu, akan tetapi yang kita dambakan agar Allah subhanahu wata’ala memberikan kecukupan dan kemudahan untuk setiap kebutuhan dalam kehidupan kita di dunia dan menjadikan kita untuk senantiasa mengingatNya, karena kehidupan kita di dunia adalah sebagai bekal untuk kehidupan kelak di akhirat, maka jalanilah kehidupan ini dengan banyak beribadah dan mentaati segala perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang, serta dengan mengikuti tuntunan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Kita memohon kepada Allah subhanahu wata’ala agar selalu mencukupkan segala kebutuhan kita baik yang zhahir dan bathin, serta mempermudah segala yang sulit dari setiap permasalahan kita, menyingkirkan segala masalah dan musibah kita dan menggantikannya dengan rahmat dan anugerah dariNya… فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا Ucapkanlah bersama-sama يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ Kita terus berdoa untuk terlaksananya dan suksesnya acara kita pada malam 17 Ramadhan, Haul Ahlu Al Badr dan Doa malam Nuzul Al Qur’an, semoga acara ini berjalan dengan sukses dan mendapatkan keberkahan dari Allah subhanahu wata’ala untuk kita, wilayah dan bangsa kita, serta bagi seluruh ummat Islam di barat dan timur. Dan telah kita sampaikan kepada guru mulia Al Habib Umar bin Muhammad Al Hafizh untuk memberikan sambutan dari Tarim Hadramaut dalam acara tersebut melalui streaming dan beliau telah bersedia untuk hal itu. Semoga Allah subhanahu wata’ala memberikan kemudahan kepada kita semua untuk hadir dalam acara ini, dan bagi yang tidak bisa hadir langsung dalam acara maka usahakan untuk ikut hadir melalui streaming, jika bisa dengan gambar atau hanya sekedar suara, agar kita ikut termuliakan dengan rantai agung yang mengikat kita dengan para Ahlu Al Badr radiyallahu ‘anhum, dimana mereka adalah golongan orang-orang yang termulia diantara ummat ini. Selanjutnya kita bertawassul kepada Ahlu Al Badr dan berdoa semoga Allah subhanahu wata’ala mengangkat segala permasalahan dan kesulitan dari kita dengan kemuliaan Ahlu Al Badr Radiyallahu ‘anhum, kemudian doa penutup oleh guru kita Al Habib Hud bin Muhammad Bagir Al Atthas, yatafaddhal masykura.

Tausiyah Alhabib Munzir Almusawa: KEUTAMAAN PUASA RAMADHAN

Sabda Rasulullah saw : Barangsiapa yg berpuasa Ramadhan, dg Iman dan Kesungguhan, maka diampuni dosa dosanya. Dan Sabda Rasulullah saw : Barangsiapa yg shalat malam dibulan Ramadhan, dg Iman dan Kesungguhan, maka diampuni dosa dosanya. (shahih Bukhari) Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh فَحَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. اَللّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ شَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur, Yang Maha membuka rahasia cahaya keindahan dan anugerah yang tiada mampu diberikan antara seorang hamba kepada yang lainnya kecuali dariNya, yang berupa kehidupan dan kenikmatan dunia yang fana serta kehidupan dan kenikmatan akhirat yang kekal. Dimana kenikmatan akhirat tiada satu makhluk pun yang mampu memberikannya kecuali hanya dari sang pencipta seluruh makhluk, Allah subhanahu wata’ala. Begitu pula kenikmatan dunia tiada akan pernah bisa terjadi tanpa kehendak dan izin dari Allah subhanahu wata’ala, Sang Pemilik kenikmatan dunia dan akhirat yang tiada henti melimpahkan anugerah dan kenikmatan kepada hamba-hambaNya sepanjang waktu dan zaman di dunia secara berkesinambungan dari samudera kelembutanNya, sebagaimana firmanNya : وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ ( الأعراف : 156 ) “ Dan rahmatKu (kasih sayangKu) meliputi segala sesuatu” Sungguh kasih sayang Allah sampai kepada segala sesuatu di seluruh bentangan langit dan bumi, sejak alam ini dicipta hingga datang hari kiamat, serta akan berlanjut dengan rahmat yang abadi bagi hamba-hamba yang beriman, bagi hamba-hamba yang ingin mendekat kepada Sang Maha pemilik kenikmatan yang abadi, Sang Maha memiliki kenikmatan dhahir dan bathin, pemilik kenikmatan dunia dan akhirat, Sang Maha Tunggal dan Maha Kekal, Maha Abadi dan Maha Sempurna, Rabbul ‘alamin subhanahu wata’ala. Maka bukalah sanubari kita terlebih lagi dengan kehadiran kita di majelis yang luhur ini, di dalam istana keridhaan Allah subhanahu wata’ala, di dalam undangan Allah yang telah mengundang ruh kita hingga mengizinkan seluruh sel tubuh kita berpadu untuk melangkah dan hadir ke tempat ini, dan telah kita fahami bahwa Allah subhanahu wata’ala tiadalah mengundang tamu kecuali pasti memuliakan para tamunya, maka anugerahnya berlimpah di malam hari ini, dimana juga merupakan malam-malam luhur yang semakin dekat dengan bulan terluhur, pemimpin seluruh bulan, yaitu bulan Ramadhan yang beberapa hari lagi berada dihadapan kita, bulan yang paling mulia yang di dalamnya terbuka anugerah-anugerah Ilahi yang diberikan kepada makhluk, yang mana tiada satu makhluk pun yang mampu memberinya antara satu sama lainnya. Dan malam ini akan kita dengarkan khutbah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika telah berakhir bulan Sya’ban dan masuk pada bulan Ramadhan. Dimana beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda diriwayatkan dalam Shahih Ibn Khuzaimah dan juga oleh Al Imam Al Baihaqi dan lainnya, meskipun sebagian ahli hadits mengatakan bahwa hadits ini dha’if, akan tetapi Al Imam Ibn Khuzaimah memasukkannya ke dalam kitab Shahih beliau, namun ucapan-ucapan dari khutbah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut merupakan rangkaian atau rangkuman dari hadits-hadits yang memiliki derajat Shahih yang bisa dipertanggungjawabkan dengan dalil Al qur’anul Karim. Adapun khutbah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah : يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ أَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيمٌ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ شَهْرٌ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، جَعَلَ اللهُ صِيَامَهُ فَرِيضَةً، وَقِيَامَ لَيْلِهِ تَطَوُّعاً مَنْ تَقَرَّبَ فِيهِ بِخُصْلَةٍ مِنَ الخَيْرِكَانَ كَمْنَ أَدَّى فَرِيضَةً فِيما سِوَاهُ، وَمَنْ أَدَّى فِيهِ فَرِيضَةً كَانَ كَمَنْ أدَّى سَبْعِيْنَ فَرِيضَةً فِيمَا سِوَاهُ، وَهُوَ شَهْرُ الصَّبْرِ، والصَّبْرُ ثَوَابُهُ الجَنَّةُ، وَشَهْرُ المُوَاسَاةِ وَشَهْرٌ يَزْدَادُ فِيهِ رِزْقُ الْمُؤْمِنِ، مَنْ فَطَّرَ فِيهِ صَائِماً كَانَ مَغْفِرَةً لِذنُوبِهِ، وَعِتْقَ رَقَبَتِهِ مِنَ النَّارِ، وَكَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْتَقِصَ مِنْ أَجْرِهِ شَيْءٌ، قَالُوْا: لَيْسَ كُلُّنَا نَجِدُ مَا يُفْطِرُ الصَّائِمَ ؟!، فَقَالَ رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : "يُعْطِي اللهُ هَذَا الثَّوَابَ مَنْ فَطَّرَ صَائِماً عَلَى تَمْرَةٍ ، أَوْ شَرْبَةِ مَاءٍ أَوْ مَذْقَةِ لَبَنٍ ، وَهُوَ شَهْرٌ أَوَّلُهُ رَحْمَةٌ ، وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ ، وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ ، مَنْ خَفَّفَ عَنْ مَمْلُوْكِهِ غَفَرَ اللهُ لَهُ وَأَعْتَقَهُ مِنَ النَّارِ ، وَاسْتَكْثِرُوْا فِيْهِ مِنْ أَرْبَعِ خِصَالٍ ، خَصْلَتَيْنِ تَرْضَوْنَ بِهِمَا رَبَّكُمْ ، وَخَصْلَتَيْنِ لاَ غِنَى بِكُمْ عَنْهُمَا ،فَأَمَّا الْخَصْلَتَانِ اللَّتَانِ تَرْضَوْنَ بِهِمَا رَبَّكُمْ : فَشَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ الله ، وَتَسْتَغْفِرُوْنَهُ ، وَأَمَّا اللَّتَانِ لاَ غِنَى بِكُمْ عَنْهُمَا : فَتَسْأَلُوْنَ اللهَ الْجَنَّةَ ، وَتَعُوْذُوْنَ بِهِ مِنَ النَّارِ ، وَمَنْ أَشْبَعَ فِيْهِ صَائِماً سَقَاهُ اللهُ مِنْ حَوْضِيْ شَرْبَةً لاَ يَظْمَأُ حَتَّى يَدْخُلَ الْجَنَّةَ . “ Wahai manusia telah kepada kalian bulan yang agung, bulan yang penuh dengan keberkahan, bulan dimana di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan (Lailatul Qadr), dan di bulan itu Allah jadikan puasa di siang harinya menjadi kewajiban (bagi yang mampu), dan bangun malam / shalat di malam harinya merupakan hal yang disunnahkan. Barangsiapa yang melakukan satu kebaikan di bulan itu maka pahalanya sama dengan pahala melakukan perbuatan yang fardhu (wajib) di selain bulan Ramadhan, dan barangsiapa melakukaan satu perbuatan wajib di bulan Ramadhan maka pahalanya sama dengan melakukan 70 perbuatan wajib di selain bulan Ramadhan , dan bulan Ramadhan adalah bulan kesabaran dan balasan kesabaran adalah surga, dan bulan itu adalah bulan yang penuh simpati (tolong menolong), dan bulan ditambahnya rizeki orang mukmin, barangsiapa yang memberikan buka puasa untuk orang yang berpuasa di bulan itu maka baginya pengampunan atas dosa-dosanya dan dibebaskan dari api neraka, serta baginya pahala puasa seperti orang yang berpuasa dan tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa. Ketika mendengar hal itu, para sahabat berkata : “Wahai Rasulullah, tidak semua dari kami memiliki sesuatu untuk memberi makan orang yang berpuasa”, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Pahala ini diberikan oleh Allah kepada orang yang memberi makan untuk orang yang berpuasa dengan sebutir kurma atau seteguk air atau susu”, dan bulan Ramadhan awalnya adalah rahmah (kasih sayang) Allah, dan pertengahannya adalah pengampunan Allah, serta akhirnya adalah pembebasan dari api neraka, dan barangsiapa yang meringankan (pekerjaan) budaknya di bulan Ramadhan maka Allah subhanahu wata’ala mengampuni dosanya dan membebaskannya dari api neraka. Dan perbanyaklah dibulan itu (untuk melakukan) 4 hal, 2 hal yang pertama membuat Tuhan kalian (Allah subhanahu wata’ala) ridha, dan 2 hal yang lainnya merupakan sesuatu yang kalian butuhkan. Dua hal yang membuat Tuhan kalian (Allah subhanahu wata’ala) ridha adalah mengucapkan syahadat (أشهد ألا إله إلا الله ), dan kalian meminta ampunan kepada Allah subhanahu wata’ala (أستغفر الله العظيم ), adapun dua hal yang kalian butuhkan terhadap keduanya adalah kalian meminta kepada Allah untuk dimasukkan ke dalam surga dan dijauhkan dari api neraka, dan barangsiapa yang memberi makan orang yang berpuasa di bulan Ramadhan hingga kenyang, maka Allah akan memberinya minum dari telagaku ( Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) dimana seteguk air itu menjadikannya tidak akan merasa haus selama-lamanya hingga ia masuk ke surga”. Demikianlah khutbah beliau 14 abad yang silam, dimana beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Wahai manusia kalian telah didatangi oleh bulan yang agung, bulan yang penuh dengan keberkahan (keberkahan adalah kebaikan yang dilipatgandakan oleh Allah subhanahu wata’ala). Dimana bulan itu adalah bulan yang di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan (Lailatul Qadr), dan di bulan itu Allah jadikan puasa di siang harinya menjadi kewajiban (bagi yang mampu), dan bangun malam / shalat di malam harinya merupakan hal yang disunnahkan. Adapun ucapan ini juga diperkuat dengan hadits yang telah kita baca : مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ “Barangsiapa yang bangun (shalat malam) dengan keimanan dan karena mengharap ridha Allah, maka diampuni dosanya yang telah lalu”. Al Imam Ibn Hajar berkata dengan menukil ucapan hujjatul Islam Al Imam An Nawawi bahwa makna kalimat ( إحتسابا ) adalah kesungguhan niat untuk melakukan puasa karena Allah subhanahu wata’ala tanpa ada niat yang lain, adapun sebagian ulama lainnya menafsirkan makna kalimat tersebut adalah kesungguhan untuk berusaha memperindah puasanya yang tidak hanya sekedar menahan lapar dan haus, tetapi diperindah dengan melakukan juga hal-hal yang sunnah dalam berpuasa, yang diantara sunnah-sunnah puasa adalah mengakhirkan waktu makan sahur yaitu ketika telah mendekat waktu subuh, seperti contoh jika waktu subuh jam 04.30 maka sahurnya jam 04.00 , dan mempercepat buka puasa, memperbanyak membaca Al qur’an, beri’tikaf di masjid, dan lainnya dari sunnah-sunah yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Adapun setiap sunnah-sunnah yang dilakukan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Al Imam An Nawawi bahwa pahala perbuatan baik di bulan Ramadhan dilipatgandakan menjadi 10 hingga 700 kali lipat, kecuali ibadah puasa, karena ibadah puasa Allah subhanahu wata’ala yang akan memberikan balasan pahalanya, sebagaimana yang riwayatkan dalam hadits qudsi : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ : الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ “ Setiap perbuatan anak Adam (manusia) dilipatgandakan (pahalanya) ; setiap satu kebaikan dilipatgandakan dengan 10 kebaikan hingga 700 kali lipat, Allah subhanahu wata’ala berfirman : “kecuali puasa, sesungguhnya itu (puasa) adalah untukKu dan Aku yang akan membalasnya (memberi pahalanya)”. Dan disebutkan dalam khutbah rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa shalat di malam harinya adalah merupakan hal yang disunnahkan. Maka kembali kepada hadits yang disebut diatas, Al Imam An Nawawi menjelaskan dalam syarah Nawawiyah ‘alaa Shahih Muslim dan merupakan pendapat jumhur ulama’ bahwa makna kalimat (قام ) dalam hadits tersebut yang dimaksud adalah shalat tarawih. Dan dijelaskan oleh Al Imam An Nawawi bahwa dimasa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat tarawih dilakukan secara berjamaah kemudian dibubarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam karena khawatir dianggap sebagai hal yang wajib, kemudian dilakukan secara sendiri. Maka ketika itu shalat tarawih berjamaah tidak lagi diperbuat di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak pula di masa khalifah sayyidina Abu Bakr As Shiddiq Ra. Akan tetapi di masa sayyidina Umar bin Khattab Ra shalat tarawih kembali dilakukan secara berjama’ah di masjid, yang kemudian dilanjutkan juga di masa khalifah sayyidina Utsman bin Affan, kemudian di masa khalifah sayyidina Ali bin Abi Thalib kw, dan berlanjut hingga masa para imam empat madzhab, namun ada sebagian kecil dari madzhab Imam Malik dan Imam Syafi’i yang melakukan shalat tarawih secara sendiri di masa Al Imam An Nawawi Ar. Namun yang telah kita ketahui tentunya shalat tarawih itu yang lebih utama dilakukan secara berjamaah karena hal ini merupakan pendapat jumhur para ulama’ dan para sahabat radiyallahu ‘anhum sejak masa khalifah sayyidina Umar bin Khattab, dimana mereka semua adalah orang-orang yang lebih mengetahui dan memahami diantara yang afdhal dan yang lebih afdhal, namun jika tidak memungkinkan untuk melakukannya secara berjamaah maka boleh dilakukan secara sendiri. Adapun mengenai jumlah rakaat shalat tarawih adalah 20 rakaat dan 3 rakaat shalat witir, dan tidak ada satu pun dari empat madzhab yang melakukan shalat tarawih kurang dari 23 rakaat beserta witir, kecuali di dalam madzhab Al Imam Malik yang melakukan shalat tarawih 41 rakaat di masjid An Nabawi. Maka tidak ada diantara mereka yang melakukan shalat tarawih 11 rakaat termasuk witir, akan tetapi hal itu juga tidak ada larangannya, karena yang disunnahkan sebagaimana hadits dan khutbah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah melakukan shalat sunnah di malam-malam bulan Ramadhan tanpa ada jumlah tertentu yang diwajibkan, namun tentunya yang afdhal adalah mengikuti apa yang telah diperbuat oleh para shahabat dan para imam RA. Kemudian dalam khutbah tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan bahwa perbuatan-perbuatan sunnah di bulan Ramadhan maka pahalanya sama dengan pahala melakukan perbuatan yang fardhu (wajib) di selain bulan Ramadhan, dan melakukan satu perbuatan wajib di bulan Ramadhan sama dengan melakukan 70 perbuatan wajib di selain bulan Ramadhan. Bahkan disebutkan dalam riwayat Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim bahwa amal perbuatan di bulan ramadhan pahala perbuatan dilipatgandakan menjadi 10 hingga 700 kali lipat bahkan lebih. Demikian keagungan rahasia bulan Ramadhan. Disebutkan juga dalam khutbah tersebut bahwa bulan Ramadhan adalah bulan kesabaran, dan balasan dari kesabaran adalah surga. Sebagaimana kesabaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sangat agung bersama para sahabatnya dari kaum muhajirin dan anshar, dimana di bulan Ramadhan telah terjadi perang Badr Al Kubra, padahal bulan Ramadhan merupakan bulan penuh kesabaran, namun mengapa justru perang Badr Al Kubra terjadi di bulan itu?, karena dari peperangan itu bukan karena ingin pemusuhan atau ingin menghancurkan, akan tetapi tujuan peperangan itu adalah demi menegakkan dan membela agama Islam dari serangan kaum Quraisy, setelah kesabaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya yang berkesinambungan selama belasan, dimana selama 13 tahun di Makkah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para pengikutnya terus dianiaya dan dipersulit hingga setelah hijrah ke Madinah pun hal itu terus terjadi, hingga tibalah waktu dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat ingin memboikot kafilah Abu Sofyan yang akan masuk ke kota Makkah dengan tujuan mengambil sandang pangan yang akan masuk ke kota Madinah, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ingin memberikan teguran atas perbuatan orang quraisy terhadap umat Islam. Adapun keluarnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersama para pengikutnya bukanlah dengan tujuan memerangi kaum Quraisy, namun setelah kaum kuffar quraisy mengetahui hal itu maka mereka pun keluar dengan 3000 pasukan lengkap dengan senjata untuk melawan kaum muslimin, sehingga terjadilah perang Badr Al Kubra. Dan pasukan kaum muslimin di saat itu adalah 313 orang, akan tetapi meskipun dengan jumlah yang sedikit itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masih memerintahkan kepada kaum muslimin untuk tidak memukul kaum wanita, anak-anak kecil, dan 0rang-orang yang tidak bersenjata, serta tidak menyerang sebelum mereka menyerang terlebih dahulu. Dua pasukan yang sangat tidak seimbang, dimana pasukan kafir Quraisy yang berjumlah 3000 orang itu, mereka lengkap dengan senjata dan perlengkapan perang yang lainnya, sedangkan pasukan umat Islam hanya berjumlah 313 orang, dimana hanya sebagian saja yang memiliki kuda, sebagian saja yang memiliki senjata. Namun meskipun keadaan demikian, kemenangan tetap didapatkan oleh kaum muslimin dengan kemenangan yang dahsyat di Badr Al Kubra, dengan doa yang dahsyat dari makhluk termulia di malam 17 Ramadhan dan diantara doa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah : اللَّهُمَّ إِنْ شِئْتَ أَنْ لاَ تُعْبَدَ بَعْدَ الْيَوْمِ “ Wahai Allah, kecuali jika Engkau berkehendak untuk tidak disembah setelah hari ini” Mengapa demikian?, karena yang ditinggal di Madinah hanyalah kaum wanita dan anak-anak, sedangkan semua kaum lelaki pergi mengikuti perang Badr, dan jika jumlah pasukan yang hadir di perang Badr itu dibantai dan dikalahkan oleh kaum quraisy, maka tidak ada lagi yang akan mempertahankan dan menyebarkan Islam di muka bumi. Maka keesokan harinya di saat perang Badr berlangsung, Allah subhanahu wata’ala menurunkan 5000 pasukan malaikat untuk membantu kaum muslimin dalam perang Badr, padahal 1 malaikat saja telah cukup untuk melawan pasukan kafir Quraisy, namun mengapa Allah subhanahu wata’ala menurunkan sebanyak 5000 malaikat, hal ini adalah untuk memuliakan sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian diriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari, ketika malaikat Jibril bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “Wahai Rasulullah, bagaimana keadaan orang-orang yang ikut dalam peperangan Badr Al Kubra?”, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “ Mereka adalah sebaik-baik kelompok dari ummatku”, kemudian Jibril berkata : “Begitu juga malaikat yang diturunkan untuk membantu ahlu Badr adalah sebaik-baik malaikat dari seluruh malaikat”. Dalam perang Badr itu telah bersatu kaum Muhajirin dan Anshar, serta para ahlu bait (keluarga) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam satu kesatuan kalimat لا إله إلا الله محمد رسول الله, dimana satu panji dipegang oleh kaum muhajirin yaitu sayyidina Ali bin Abi Thalib Kw, dan satu panji yang lain dipegang oleh kaum Anshar yang berakhir dengan kemenangan yang dahsyat bagi kaum muslimin, demikian agungnya rahasia pertolongan Allah subhanahu wata’ala kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan para pecinta beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Disebutkan juga dalam khutbah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa bulan Ramadhan adalah bulan penuh simpati yaitu saling membantu satu sama lain, saling peduli antara satu dan lainnya, serta di bulan Ramadhan orang-orang yang beriman akan ditambah rizkinya oleh Allah subhanahu wata’ala, maka janganlah sekali-kali merasa berat atau takut untuk mengeluarkan shadaqah di bulan Ramadhan ini. Dan dalam khutbah tersebut dikatakan barangsiapa yang memberikan buka puasa untuk orang yang berpuasa maka ia akan mendapatkan pengampunan atas dosa-dosanya dan dibebaskan dari api neraka, serta baginya pahala puasa seperti orang yang berpuasa dan tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa. Ketika mendengar hal itu, para sahabat berkata : “Wahai Rasulullah, tidak semua dari kami memiliki sesuatu untuk memberi makan orang yang berpuasa”, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Pahala ini juga diberikan oleh Allah kepada orang yang memberi makan untuk orang yang berpuasa dengan sebutir kurma atau seteguk air atau susu”. Jadi tidak harus memberi makan dengan makanan yang enak atau banyak, namun meskipun dengan memberi makan orang yang berpuasa dengan sebutir kurma, atau seteguk air atau susu maka pengampunan Allah dan pembebasan dari api neraka akan didapatkan. Kemudian disebutkan dalam khutbah tersebut bahwa bulan Ramadhan awalnya adalah rahmat (kasih sayang) Allah, dan pertengahannya adalah pengampunan Allah, serta akhirnya adalah pembebasan dari api neraka. Maka tidak ada keselamatan yang lebih agung dari selamatnya seseorang dari api neraka, selamat dari kemurkaan Allah subhanahu wata’ala yang terbesar dan masuk ke dalam api neraka. Oleh karena itu di bulan Ramadhan merupakan bulan untuk kita berjuang agar mencapai kepada keluhuran dan keridhaan Allah subhanahu wata’ala. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam khutbah tersebut bahwa barangsiapa yang meringankan (pekerjaan) budaknya di bulan Ramadhan maka Allah subhanahu wata’ala mengampuni dosanya, namun di zaman sekarang sudah tidak ada lagi perbudakan. Disebutkan pula di bulan Ramadhan untuk memperbanyak melakukan 4 hal, dimana 2 hal yang pertama akan membuat Allah subhanahu wata’ala ridha, dan 2 hal yang lainnya merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh kita. Dua hal yang pertama adalah mengucapkan syahadat (أشهد ألا إله إلا الله ), dan beristighfar atau meminta ampunan kepada Allah subhanahu wata’ala (أستغفر الله العظيم ), adapun dua hal lainnya yang merupakan hal yang sangat kita butuhkan adalah meminta kepada Allah untuk dimasukkan ke dalam surga dan dijauhkan dari api neraka. Dan 4 hal tersebut adalah ucapan yang sering kita dengar yaitu : أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ الله أَسْتَغْفِرُ اللهَ أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ “ Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang patut disembah selain Allah, aku memohon ampunan kepada Allah, aku memohon kepada Mu surga dan berlindung kepadaMu dari api neraka” Serta disebutkan bahwa orang yang memberi makan orang yang berpuasa di bulan Ramadhan hingga kenyang, tidak hanya seperti yang tadi disebutkan yaitu hanya sekedar memberi sebutir kurma atau seteguk air atau susu, akan tetapi memberinya makan hingga kenyang maka ia akan diberi minum dari telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi dimana setelah itu ia tidak akan merasa haus selama-lamanya hingga ia masuk ke surga. Jadi sudah selayaknya di bulan Ramadhan ini setiap umat Islam untuk tidak hanya memikirkan makanan untuk dirinya sendiri, akan tetapi juga memperhatikan orang lain yaitu dengan memberi mereka makanan atau buka puasa, karena dengan hal itu seseorang akan mendapatkan janji dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu meminum air dari telaga beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Haidirin hadirat yang dimuliakan Allah Insyaallah kita berjumpa di majelis malam Selasa yang akan datang serta majelis-majelis harian yang lainnya, dan perlu juga diketahui bahwa besok tanggal 17 Juli 2012 adalah majelis Forum Pemuda Muslim Maluku bertempat di daerah Kalimalang. Begitu juga pendaftaran majelis di bulan Ramadhan masih tetap kita buka, karena majelis di bulan Ramadhan tentunya lebih utama daripada majelis di hari-hari lainnya, sebagaimana ibadah di bulan Ramadhan lebih utama daripada bulan lainnya. Para salafusshalih di bulan Ramadhan mereka selalu memenuhi hari-harinya dengan ibadah khususnya memperbanyak membaca Al qur’an di siang atau malam harinya, dan di malam harinya melaksanakan shalat tarawih, seperti yang terjadi di Tarim Hadramaut di beberapa masjid setelah mereka selesai shalat Isya’ di awal waktu, mereka langsung melaksanakan shalat tarawih, ada juga yang melakukan shalat tarawih di masjid lain pada jam 20.30, dan di masjid yang lain ada yang melakukan shalat tarawih pada jam 22.00, di masjid yang lain ada yang melakukan shalat tarawih pada jam 23.30 atau 00.30, hingga jama 02.30 diantara mereka masih ada yang melakukan shalat tarawih, sehingga bagi orang yang mampu maka bisa menghadiri shalat tarawih sampai 3 kali atau lebih dalam satu malam dengan berpindah-pindah dari masjid satu ke masjid yang lainnya. Dan mereka juga tetap melakukan dzikir atau shalawat namun tidak secara berjamaah, tetapi secara sendiri. Adapun kita tetap membuka majelis di bulan Ramadhan ini adalah untuk membuka kesempatan bagi yang ingin melakukannya secara bersama, yang mungkin banyak diantara kita yang tidak mampu untuk melakukannya secara sendiri, oleh sebab itulah majelis-majelis di bulan Ramadhan tetap kita buka. Kemudian acara kita pada tanggal 17 Ramadhan yang akan datang, yaitu malam nuzulul Alqur’an dan juga haul Ahlu Badr dengan dzikir يا الله sebanyak 1000 kali di Monas, dan insyaallah akan ada sambutan langsung melalui streaming oleh guru mulia Al Musnid Al ‘Arif billah Al Habib Umar bin Salim bin Hafidh dari Tarim Hadramaut, semoga acara ini sukses dan penuh barakah amin allahumma amin. Acara dan doa yang agung di malam turunnya Al qur’an, serta 17 Ramadhan yang merupakan hari kemenangan Ahlu Badr itu juga bertepatan dengan tanggal 17 Agustus 1945 hari kemerdekaan RI, negara kaum muslimin terbesar di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa Allah subhanahu wata’ala telah memberikan anugerah besar kepada bangsa Indonesia untuk mengalahkan sekutu, dan kita memohon kepada Allah subhanahu wata’ala semoga Jakarta yang menjadi Ibukota dan benteng negara muslimin terbesar di dunia ini dijaga oleh Allah dari gangguan-gangguan yang ingin menghancurkannya, dimana mana kota Jakarta ini sedang kita bangun untuk menjadi kota yang makmur penuh dengan iman dan kedamaian, maka semoga Allah subhanahu wata’ala memberikan pertolongan untuk kota Jakarta dan kota-kota serta wilayah-wilayah lainnya di negeri Indonesia, dan juga untuk seluruh negara dan wilayah ummat Islam di barat dan timur sebagaimana pertolongan dan kemenangan yang diberikan kepada Ahlu Badr, dan senantiasa dalam lindungan Allah subhanahu wata’ala. Selanjutnya kita berdoa bersama semoga Allah subhanahu wata’ala melimpahkan rahmat dan kebahagiaan serta mengabulkan seluruh hajat kita, memberikan kesuksesan kepada kita di dunia dan akhirat, dan semoga yang sedang dalam musibah diantara kita Allah angkat musibahnya dan digantikan dengan anugerah, serta musibah-musibah yang akan datang kepada kita segera disingkirkan oleh Allah dan digantikan dengan anugerah dari Allah subhanahu wata’ala… فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا Ucapkanlah bersama-sama يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ

Dalil Nagli: TADARUS AL-QURAN DI BULAN RAMADHAN

Bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah, karena di dalamnya terkandung beribu kebaikan. Tidak heran pada bulan ini semua umat Islam berlomba-lomba mencari kebaikan, termasuk tadarus (membaca) Alquran. Pada malam hari Ramadlan, masjid-masjid marak dengan bacaan Al-Qur'an secara silih berganti. Tidak jarang, bacaan tersebut disambungkan pada pengeras suara. Semua itu dilakukan dengan satu harapan: berkah Ramadlan yang telah dijanjikan Allah SWT. Bagaimana hukum melakukan tadarus tersebut ? Pada bulan Ramadhan, pahala amal kebaikan akan dilipatgandakan oleh Allah SWT. Abu Hurairah RA meriwayatkan Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang memeriahkan bulan Ramadlan dengan ibadah/qiyamu ramadhan; (dan dilakukan) dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka akan diampuni segala dosanya yang telah lalu”. (Shahih Bukhari, h.1870) Al-Shan’ani dalam kitabnya Subulus Salam menjelaskan, qiyam ramadhan (dalam hadist diatas) adalah mengisi dan memeriahkan malam Ramadlan dengan melakukan shalat dan membaca Al-Qur'an. (Subulus Salam Juz II, h. 173) Membaca Al-Quran pada malam hari di bulan Ramadhan sangat dianjurkan oleh agama. Kemudian bagaimana jika membaca Al-Quran secara bersama-sama, yang satu membaca dan yang lain menyimak? Syaikh Nawawi Al-Bantani menjawab, termasuk membaca Al-Quran adalah mudarasah, yang sering disebut dengan idarah. Yakni seseorang membaca pada orang lain. Kemudian orang lain itu membaca pada dirinya. Yang seperti itu tetap sunah.” (Nihayah al-Zain, 194-195) Dapat disimpulkan bahwa tadarus Al-Quran yang dilakukan di masjid-masjid pada bulan Ramadhan tidak bertentangan dengan agama dan merupakan perbuatan yang sangat baik, karena sesuai dengan tuntunan Rasul. Jika dirasa perlu menggunakan pengeras suara agar menambah syiar Islam, maka hendaklah diupayakan sesuai dengan keperluan dan jangan sampai menganggu pada lingkungannya. (Alif **dikutip dari buku Fiqh Tradisionalis karya KH. Muhyidin Abdussomad h. 183) Tadarus Dengan Suara Lantang Pada bulan Ramadlan, pahala amal kebaikan akan dilipatgandakan oleh Allah SWT. Nabi SAW sangat menganjurkan umatnya untuk memperbanyak melaksanakan ibadah kepada Allah SWT padda malam hari bulan Ramadlan. Dalam sebuah Hadits, Nabi SAW bersabda: عن ابى هريرة رضي الله عنه أن رسول الله ص.م. قال من قام رمضان ايماناواحتسابا غفرله ماتقدم من ذنبه. (صحيح البخاري, رقم 1870 ) “dari Abi Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang memeriahkan bulan Ramadlan dengan ibadaah, (dan dilaakukan) dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka akan diampuni segala dosanya yang telah lalu” (Shahih al-Bukhari: 1870) Tentang apa yang dimaksud dengan memeriahkan malam bulan Ramadlan yang ada dalam hadits ini, al-Shan’ani dalam kitabnya Subul al-Salam menjelaskan: قيام رمضان اي قيام لياليهامصليااوتاليا. (سبل السلام, ج 2 ص 173 ) “yang dimaksud dengan qiyam Ramadlan (dalam hadits itu) adalah mengisi dan memeriahkan malam Bulan Ramadlan denga melakukan shalat atau membaca al-Qur’an” (Subul al-Salam, juz II, hal 173) Lebih lanjut, Syaikh al-Manawi, pengarang kitab Faidl al-Qadir Syarh al-Jami’ al-Shaghir menjelaskan ويحصل بنحو تلاوة اوصلاة اوذكر او غلم شرعي وكذاكل اخروي (فيض القدير , ج 6 ص 191 ) “Qiyam Ramadlan itu dapat dilaksanakan dengan membaca al-Qur’an, shalat, dzikir atau mempelajari ilmu agama. Dan juga dapat terwujud dalam setiap bentuk perbuatan baik.” (Faidl al-Kabir, juz VI, hal. 191) Maka sudah jelas, bahwa membaca al-Qur’an pada malam bulan puasa itu sangat dianjurkan oleh agama. Kemudian bagaimana jika hal itu dilakukan secara bersama-sama. Yang satu membaca al-Qur’an, sedang yang lain mendengarkan serta memperhatikan bacaan tersebut? Menjawab pertanyaan ini syaikh Nawawi al-Bantani mengatakan: فمن التلاوة المدارسة المعبر عنها بالادارة وهي ان يقرأ على غيره ويقرأ غيره عليه ولوغيرماقرأه الأول. (نهاية الزين , ص 195-194) “Termasuk membaca al-Qur’an (pada bulan Ramadlan) adalah mudarasah, yang sering disebut pula dengan idarah. Yakni seseorang membaca pada orang lain. Kemudian orang lain itu membaca pada dirinya. (Yang seperti ini tetap sunnah) sekalipun apa yang dibaca (orang tersebut) tidak seperti yang dibaca orang pertama.” (Nihayah al-Zain, 194-195) dan ternyata, praktik seperti ini pernah dilakukan Rasulullah SAW bersama malaikat Jibril. Dalam sebuah hadits disebutkan: عن ابن عباس ان رسول الله ص.م. كان من اجودالناس واجودمايكون في رمضان حين يلقاه جبريل يلقاه كل ليلة يدارسه القرأن فكان رسول الله ص.م. حين يلقاه جبريل اجود من الريح المرسلة. (مسندأحمد , رقم 3358) “Dari Ibn ‘Abbas RA bahwa Rasulullah SAW adalah orang yang paling pemurah. Sedangkan saat yang paling pemurah bagi beliau pada bulan Ramadlan adalah pada saat malaikat Jibril mengunjungi beliau. Malaikat Jibril selalu mengunjungi Nabi setiap malam bulan Ramadlan, lalu melakukan mudarasah al-Qur’an dengan Nabi. Rasulullah SAW ketika dikunjungi malaikat Jibril, lebih dermawan dari angin yang berhembus.” (Musnad Ahmad: 3358) Dapat disimpulkan bahwa tadarus yang dilakukan di masjid-masjid atau mushalla pada malam bulan Ramadlan tidak bertentangan dengan agama dan merupakan perbuatan yang sangat baik, karena sesuai dengan tuntunan dan ajaran Nabi SAW. Jika dirasa perlu menggunakan pengeras suara, agar menambah syiar agama Islam, maka hendaklah diupayakan sesuai dengan keperluan dan jangan sampai mengganggu lingkungannya, supaya ajaran syiar tersebut bisa diraih. Sumber: Muhyiddin Abdusshomad, Fiqh Tradisionalis, Malang:Pustaka Bayan, 2004,

Tausiyah: SEJARAH, HUKUM DAN JUMLAH RAKAAT TARAWEH

oleh: KH Abd. Nashir Fattah (Jombang - Jawa Timur) Shalat tarawih adalah bagian dari pada Qiyamu Ramadlan. Karena itu, mari kita lakukan ibadah shalat tarawih dengan sungguh-sungguh dan memperhatikannya serta mengharapkan pahala dan balasan dari Allah swt, Karena Malam Ramadlan adalah kesempatan yang terbatas bilangannya dan orang mu’min yang berakal akan memanfaatkannya dengan baik tanpa ada yang terlewatkan.Jangan sampai kalian meninggalkan shalat tarawih, jika ingin memperoleh pahala shalat tarawih. Dan jangan pula kembali dari shalat tarawih sebelum imam selesai darinya dan dari shalat witir, agar mendapatkan pahala shalat semalam suntuk. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi SAW: “Barangsiapa mendirikan shalat malam bersama imam sehingga selesai, dicatat baginya shalat semalam suntuk”. (HR. Sunan, dengan sanad shahih). Hukum Shalat Tarawih Shalat tarawih adalah shalat yang dilakukan khusus pada malam bulan Ramadlan yang dilaksanakan setelah shalat Isya’ dan sebelum sholat witir. Hukum melaksanakan shalat tarawih adalah sunnah bagi kaum laki-laki dan kaum hawa (perempuan), karena tarawih telah dianjurkan beliau Nabi Muhammad saw kepada ummatnya. Shalat tarawih merupakan salah satu syi’ar dibulan Ramadlan yang penuh berkah, keagungan dan keutamaan disisi Allah swt. Sebagaimana termaktub dalam Hadist Nabi: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (رواه البخاري ومسلم) Artinya: Dari Abi Hurairah ra: sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda; “Barang siapa yang melakukan ibadah (shalat tarawih) di bulan Ramadlan hanya karena iman dan mengharapkan ridlo dari Allah, maka baginya diampuni dosa-dosanya yang telah lewat”. (HR. Bukhari dan Muslim). Dan sabda Rasulullah SAW: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَغِّبُ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ فِيهِ بِعَزِيمَةٍ فَيَقُولُ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (رواه مسلم) Artinya: “Dari Abi Hurairah ra: Rasulullah SAW menggemarkan shalat pada bulan Ramadlan dengan anjuran yang tidak keras. Beliau berkata: “Barang siapa yang melakukan ibadah (shalat tarawih) di bulan Ramadlan hanya karena iman dan mengharapkan ridla dari Allah, maka baginya di ampuni dosa-dosanya yang telah lewat”. (HR: Muslim). Maksud kata “Qoma Ramadlan” dalam hadist di atas adalah melaksanakan ibadah untuk menghidupkan malamnya bulan Ramadlan dengan cara melaksanakan shalat tarawih, dzikir, membaca al-Qur’an dan ibadah-ibadah sunnah lainnya sebagaimana yang dianjurkan beliau Nabi saw. Dan orang-orang yang melakukannya dengan didasari iman dan mengharapkan keridlo’an Allah, maka Allah swt akan mengampuni dosa-dosa kecilnya yang telah lewat. Sejarah Shalat Tarawih Shalat tarawih adalah shalat yang dilakukan hanya pada bulan Ramadlan, dan shalat tarawih ini dikerjakan beliau Nabi pada tanggal 23 Ramadlan tahun kedua hijriyyah, namun pada masa itu beliau Nabi mengerjakan shalat tarawih tidak di masjid terus menerus, kadang di masjid, kadang mengerjakannya di rumah. Sebagaimana dalam Hadist: عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنْ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ وَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ (رواه البخاري ومسلم) Artinya: “Dari ‘Aisyah Ummil Mu’minin ra: sesungguhnya Rasulullah SAW pada suatu malam hari sholat di masjid, lalu banyak orang sholat mengikuti beliau, beliau sholat dan pengikut bertambah ramai (banyak) pada hari ke-Tiga dan ke-empat orang-orang banyak berkumpul menunggu beliau Nabi, tetapi Nabi tidak keluar (tidak datang) ke masjid lagi. Ketika pagi-pagi, Nabi bersabda: “sesungguhnya aku lihat apa yang kalian perbuat tadi malam. Tapi aku tidak datang kemasjid karena aku takut sekali kalau sholat ini diwajibkan pada kalian”. Siti ‘Aisyah berkata: “hal itu terjadi pada bulan Ramadlan”. (HR. Bukhari dan Muslim). Hadist ini menerangkan bahwa Nabi Muhammad SAW memang pernah melaksanakan sholat tarawih, pada malam hari yang ke-dua beliau datang lagi mengerjakan sholat dan pengikutnya tambah banyak. Pada malam yang ketiga dan ke-empat Nabi tidak datang ke masjid, dengan alasan bahwa beliau takut sholat tarawih itu akan diwajibkan Allah, karena pengikutnya sangat antusias dan bertambah banyak, sehingga hal ini ada kemungkinan beliau berfikir, Allah sewaktu-waktu akan menurunkan wahyu mewajibkan sholat tarawih kepada ummatnya, karena orang-orang Muslimin sangat suka mengerjakannya. Jika hal ini terjadi tentulah akan menjadi berat bagi ummatnya. Atau akan memberikan dugaan kepada ummatnya, bahwa sholat tarawih telah diwajibkan, karena sholat tarawih adalah perbuatan baik yang selalu dikerjakan beliau Nabi, sehingga ummatnya akan menduga sholat tarawih adalah wajib. Hal ini sebagaimana keterangan dibawah ini: أَنَّهُ إِذَا وَاظَبَ عَلَى شَيْء مِنْ أَعْمَال الْبِرّ وَاقْتَدَى النَّاس بِهِ فِيهِ أَنَّهُ يُفْرَض عَلَيْهِمْ اِنْتَهَى Artinya: “Sesungguhnya Nabi ketika menekuni sesuatu dari amal kebaikan dan diikuti ummatnya, maka perkara tersebut telah diwajibkan atas ummatnya”. Langkah bijaksana dan sangat sayangnya beliau Nabi saw kepada ummatnya. Pada hadist di atas dapat ditarik kesimpulan: 1) Nabi melaksanakan shalat tarawih berjama’ah di Masjid hanya dua malam. Dan beliau tidak hadir melaksanakan shalat tarawih bersama-sama di masjid karena takut atau khawatir shalat tarawih akan diwajibkan kepada ummatnya. 2) Shalat tarawih hukumnya adalah sunnah, karena sangat digemari oleh rasulullah dan beliau mengajak orang-orang untuk mengerjakannya. 3) Dalam hadist di atas tidak ada penyebutan bilangan roka’at dan ketentuan roka’at shalat Tarawih secara rinci. Jumlah Roka’at Shalat Tarawih Pada Masa Sahabat Abu Bakar Dan Umar Ra. Shalat tarawih adalah bagian dari shalat sunnah Al-Mu’akkadadah (sholat sunnah yang sangat disunnahkan). sedangkan roka’at shalat tarawih adalah 20 roka’at tanpa witir, sebagaimana yang telah dikerjakan sahabat Umar dan mayoritas sahabat lainnya yang sudah disepakati oleh umatnya, baik ulama’ salaf atau ulama’ kholaf mulai masa sahabat Umar sampai sekarang ini, bahkan ini sudah menjadi ijma’ sahabat dan semua ulama’ madzhab, Syafi’I, Hanafi, Hanbali dan mayoritas Madzhab Maliki, karena dalam Madzhab Malikyi ini masih ada khilaf, seperti hadist yang diriwayatkan dari Imam Malik bin Anas ra, Imam darul Hijroh Madinah yang berpendapat bahwa shalat tararawih itu lebih dari 20 roka’at sampai 36 roka’at. Adapun hadist Malik bin Anas adalah sebagaimana berikut: Beliau berkata; “Saya dapati orang-orang melakukan ibadah malam di bulan Ramadlan “yakni shalat tarawih” dengan tiga puluh sembilan roka’at yang tiga adalah sholat Witir”. Dan Imam Malik sendiri memilih 8 rokaat namun secara mayorits Malikiyyah yaitu sesuai dengan pendapat mayoritas Syafi’iyyah, Hanabilah dan Hanafiyyah yang telah sepakat bahwa shalat tarawih adalah 20 roka’at, hal ini merupakan pendapat yang lebih kuat dan sempurna ijma’nya. Shalat Tarawih Pada Masa Sahabat Abu Bakar Ra. Shalat tarawih Pada masa Kholifah Abu Bakar ra. Umat Islam melaksanakan shalat sendiri-sendirian atau berkelompok ada 3 ada 4 dan ada yang 6 orang. Pada masa kholifah Abu Bakar shalat tarawih dengan satu imam di masjid belum ada, sehingga pada masa tersebut roka’at shalat tarawihpun belum ada ketetapan yang secara jelas, karena para shahabat ada yang melaksanakan shalat 8 roka’at kemudian menyempurnakan di rumahnya seperti pada keterangan di awal. Shalat Tarawih Pada Masa Sahabat Umar Ra. Setelah sayyidina umar mengetahui umat Islam shalat tarawih dengan sendiri-sendirian, barulah muncul dalam pikirannya untuk mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan shalat tarawih di dalam masjid dengan satu imam, sebagaimana keterangan dibawah ini: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا النَّاسُ فِي رَمَضَانَ يُصَلُّونَ فِي نَاحِيَةِ الْمَسْجِدِ فَقَالَ مَا هَؤُلَاءِ ؟ فَقِيلَ: هَؤُلَاءِ نَاسٌ لَيْسَ مَعَهُمْ قُرْآنٌ وَأُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ يُصَلِّي وَهُمْ يُصَلُّونَ بِصَلَاتِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَصَابُوا وَنِعْمَ مَا صَنَعُوا (رواه أبو داود) Artinya: “Dari Abi Hurairah ra, beliau berkata: “Rasulullah saw keluar di bulan Ramadlan, beliau melihat banyak manusia yang melakukan shalat tarawih di sudut masjid, beliau bertanya, “Siapa mereka?” kemudian di jawab: “Mereka adalah orang-orang yang tidak mempunyai al-Qur’an (tidak bisa menghafal atau tidak hafal al-Qur’an), dan sahabat Ubay bin Ka’ab sholat mengimami mereka, lalu Nabi berkata: “benar mereka itu, dan sebaik-baiknya perbuatan adalah yang mereka lakukan”. (HR: Abu Dawud). Kemudian Sahabat Umar berinisiatif mengumpulkan para sahabat shalat Tarawih dalam satu Masjid dengan satu imam. Sebagaimana keterangan: عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ: خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ (رواه البخاري) Artinya: “Dari ‘Abdirrohman bin ‘Abdil Qori’ beliau berkata; “Saya keluar bersama Sayyidina Umar bin Khatthab ra ke Masjid pada bulan Ramadlan. (Didapati dalam masjid tersebut) orang yang shalat tarawih berbeda-beda. Ada yang shalat sendiri-sendiri dan ada juga yang shalat berjama’ah”. Lalu Sayyidina Umar berkata: “Saya punya pendapat andai kata mereka aku kumpulkan dalam jama’ah satu imam, niscaya itu lebih bagus”. Lalu beliau mengumpulkan kepada mereka dengan seorang imam, yakni shohabat Ubay bin Ka’ab. Kemudian satu malam berikutnya, kami datang lagi ke masjid. Orang-orang sudah melaksanakan sholat tarawih dengan berjama’ah di belakang satu imam. Umar berkata: “sebaik-baiknya bid’ah adalah ini (shalat tarawih dengan berjama’ah)”. (HR: Bukhari). Dari sini sudah sangat jelas bahwa pertama kali orang yang mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan tarawih dengan cara berjama’ah adalah sahabat Umar ra, sedangkan jama’ah shalat tarawih pada waktu itu dilakukan dengan 20 roka’at. Sebagaimana keterangan: عَنْ يَزِيدَ بْنِ رُومَانَ , قَالَ: كَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ فِي زَمَنِ عُمَرَرضي الله عنه فِي رَمَضَانَ بِثَلاَثٍ وَعِشْرِينَ رَكْعَةً (رواه مالك) “Dari Yazid bin Ruman telah berkata: “Manusia senantiasa melaksanakan shalat (tarawih) pada masa Umar ra di bulan Ramadlan sebanyak 23 rokaat“. (HR. Malik) Yang dimaksud 23 roka’at adalah, melaksanakan shalat Tarawih 20 roka’at dan witir. Dengan bukti hadist yang diriwayatkan Sa’ib bin Yazid: عَنْ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ: كَانُوا يَقُومُونَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِينَ رَكْعَةً (راه البيهقي وَصَحَّحَ إِسْنَادَهُ النَّوَوِيُّ وَغَيْرُهُ) Artinya: “Dari Saaib bin Yazid berkata: “para sahabat melaksanakan shalat (tarawih) pada masa Umar ra di bulan Ramadlan sebanyak 22 roka’at”. (HR. Al-Baihaqi). Dua dalil di atas sangat jelas sekali menjelaskan jumlah bilangan shalat tarawih 20 roka’at, dalil tersebut juga dikuatkan dengan perilaku para shahabat yang telah mengikutinya bahkan Sayyidah ‘Aisyahpun juga mengikuti, hal ini telah menunjukkan menjadi ijma’ sahabat karena tiada satu orangpun yang mengingkari atau menentang, begitu juga para ulama’ empat madzhab atau madzhab lainnya. Jadi shalat tarawih 20 roka’at ini sangat jelas dan harus kita ikuti karena ini adalah sunnah Khulafa’ur Rosyidin yang harus kita ikuti, dan Sayyidina Umar adalah juga salah satu sahabat yang telah diakui kebenarannya oleh Nabi. Sebagaimana sabda Nabi: عَنْ ابْنِ عُمَرَ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَعَلَ الْحَقَّ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ وَقَلْبِهِ (رواه الترمذي) Artinya: “Sesungguhnya Allah telah menjadikan kebenaran melalui lisan dan hati umar”. (HR. Turmudzi). Dan Hadist Nabi SAW: وَقَدْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ مِنْ بَعْدِي عُضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ (أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُدَ وَابْنُ مَاجَهْ وَالتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ وَقَالَ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ) Artinya: “Dan sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda: “maka ikutilah sunnahku dan sunnah Khulafaur Rosyidin yang mendapatkan pentunjuk setelah aku meninggal, maka berpegang teguhlah padanya dengan erat”. Dan Hadist Nabi SAW: عَنْ حُذَيْفَةُ هُوَ الَّذِي يَرْوِي عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِقْتَدُوا بِاَللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِي أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ ( أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ حَسَنٌ) Artinya: “Dari Hudzaifah ra ia berkata, Rasulullah SAW telah bersabda; “ikutilah dua orang setelahku, yakni abu bakar dan ‘Umar”. (HR. Turmudzi). Shalat Tarawih Menurut Pandangan Ulama’ فَذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ – مِنْ الْحَنَفِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ وَبَعْضِ الْمَالِكِيَّةِ إلَى أَنَّ التَّرَاوِيحَ عِشْرُونَ رَكْعَةً لِمَا رَوَاهُ مَالِكٌ عَنْ يَزِيدَ بْنِ رُومَانَ وَالْبَيْهَقِيُّ عَنْ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ مِنْ قِيَامِ النَّاسِ فِي زَمَانِ عُمَرَ رضي الله تعالى عنه بِعِشْرِينَ رَكْعَةً وَجَمَعَ عُمَرُ النَّاسَ عَلَى هَذَا الْعَدَدِ مِنْ الرَّكَعَاتِ جَمْعًا مُسْتَمِرًّا قَالَ الْكَاسَانِيُّ: جَمَعَ عُمَرُ أَصْحَابَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي شَهْرِ رَمَضَانَ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ رضي الله تعالى عنه فَصَلَّى بِهِمْ عِشْرِينَ رَكْعَةً وَلَمْ يُنْكِرْ عَلَيْهِ أَحَدٌ فَيَكُونُ إجْمَاعًا مِنْهُمْ عَلَى ذَلِكَ. وَقَالَ الدُّسُوقِيُّ وَغَيْرُهُ: كَانَ عَلَيْهِ عَمَلُ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ. وَقَالَ ابْنُ عَابِدِينَ: عَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ شَرْقًا وَغَرْبًا. وَقَالَ عَلِيٌّ السَّنْهُورِيُّ: هُوَ الَّذِي عَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ وَاسْتَمَرَّ إلَى زَمَانِنَا فِي سَائِرِ الْأَمْصَارِ وَقَالَ الْحَنَابِلَةُ: وَهَذَا فِي مَظِنَّةِ الشُّهْرَةِ بِحَضْرَةِ الصَّحَابَةِ فَكَانَ إجْمَاعًا وَالنُّصُوصُ فِي ذَلِكَ كَثِيرَةٌ. (الموسوعة الفقهية . ج 27 ص 142) Artinya: “Maka menurut pendapat jumhur (mayoritas ulama’ Hanafiyyah, Syafi’iyyah, Hanabillah, Dan sebagian malikiyyah, bahwa shalat tarawih adalah 20 roka’at, karena pada hadist yang telah diriwayatkan Malik bin Yazid bin Ruman dan Imam al-Baihaqyi dari Saib bin Yazid tentang shalatnya umat Islam di masa Sayyidina Umar bin Khatthab ra dengan 20 roka’at, dan Umar mengumpulkan manusia untuk melakukan tarawih 20 roka’at dengan jama’ah (golongan) yang terus menerus sampai sekarang. Imam As-Sakakyi berkata: Umar telah mengumpulkan para sahabat Rasulullah saw pada Ubay bin Ka’ab ra, kemudian Ka’ab sholat mengimami mereka 20 roka’at, dan tidak ada satu orang pun yang mengingkarinya, maka hal itu sudah menjadi ijma’ (kesepakatan) mereka. Dan Imam Ad-Dasukyi berkata: dan itu yang dilakukan shohabat dan tabi’in, dan Imam Ibnu ‘Abidin berkata: itu adalah yang dilakukan manusia mulai dari bumi timur sampai bumi barat, dan ‘Ali As-Sanhuryi berkata: itu adalah yang dilakukan manusia sejak dulu sampai masaku dan masa yang akan datang selamanya, dan berkata ulama’ Hanabilah: “ini telah yaqin terkenal (mashur) di masa para sahabat, maka ini merupakan ijma’ dan banyak dalil-dali Nash yang menjelaskanya. Imam Ibnu Taimiyyah dan Syekh ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdil Wahab juga menegaskan sebagaimana berikut: Keterangan yang terdapat dalam sebuah kitab “Tashhih Hadistis Sholah At-Tarawih Isriina Roka’ah “ . Imam ibnu Taimiyyah juga sepakat dan berpendapat, bahwa rok’at shalat tarawih 20 rika’at, dan beliau menfatwakan sebagaimana berikut, Artinya: Imam Ibnu Taimiyyah berkata dalam fatwanya, “Telah terbukti bahwa sahabat bin Ubay bin Ka’ab mengerjakan sholat Ramadlan bersama-sama orang pada waktu itu sebanyak 20 roka’at, lalu mengerjakan Witir 3 roka’at, kemudian mayoritas Ulama’ mengatakan bahwa itu adalah sunnah. Karena pekerjaan itu dilaksanakan di tengah-tengah kaum Muhajiriin dan Anshor, dan tidak ada satupun diantara mereka yang menentang atau melanggar perbuatan itu”. Dan di dalam kitab “Majmu’ Fatawyi Al-Najdiyyah” diterangakan tentang jawaban Syekh ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdil Wahab tentang bilangan roka’at shalat tarawih. Ia mengatakan bahwa setelah sahabat Umar mengumpulkan manusia untuk melaksanakan shalat berjama’ah kepada sahabat Ubay bin Ka’ab, maka sholat yang mereka lakukan adalah 20 roka’at”. Niat Shalat Tarawih أُصَلِّيْ سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ مَأْمُوْمًا / إِمَامًا للهِ تَعَالَى. الله أكبر…. Doa Setelah Sholat Taraweh اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا بِاْلإِيْمَانِ كَامِلِيْنَ وَلِفَرَائِضِكَ مُؤَدِّيْنَ وَلِلصَّلاَةِ حَافِظِيْنَ وَلِلزَّكَاةِ فَاعِلِيْنَ وَلِمَا عِنْدَكَ طَالِبِيْنَ وَلِعَفْوِكَ رَاجِيْنَ وَبِالْهُدَى مُتَمَسِّكِيْنَ وَعَنِ اللَّهْوِ مُعْرِضِيْنَ وَفِي الدُّنْيَا زَاهِدِيْنَ وَفِي اْلأَخِرَةِ رَاغِبِيْنَ وَبِالْقَضَآءِ رَاضِيْنَ وَلِلنَّعْمَاءِ شَاكِرِيْنَ وَعَلَى الْبَلاَءِ صَابِرِيْنَ وَتَحْتَ لِوَآءِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَائِرِيْنَ وَإِلَى الْحَوْضِ وَارِدِيْنَ وَإِلَى الْجَنَّةِ دَاخِلِيْنَ وَمِنَ النَّارِ نَاجِيْنَ وَعَلَى سَرِيْرَةِ الْكَرِيْمَةِ قَاعِدِيْنَ وَمِنْ حُوْرٍ عِيْنٍ مُتَزَوِّجِيْنَ وَمِنْ سُنْدُسٍ وَإِسْتِبْرَقٍ وَدِيْبَاجٍ مُتَلَبِّسِيْنَ وَمِنْ طَعَامِ الْجَنَّةِ آكِلِيْنَ وَمِنْ لَبَنٍ وَعَسَلٍ مُصَفًّى شَارِبِيْنَ بِأَكْوَابٍ وَأَبَارِيْقَ وَكَأْسٍ مِنْ مَعِيْنٍ مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّقِيْنَ وَالشُّهَدَآءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيْقًا ذَلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللهِ وَكَفَى بِاللهِ عَلِيْمًا. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. دَعْوَاهُمْ فِيْهَا سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيْهَا سَلاَمٌ وَأَخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا فِيْ لَيْلَةِ هَذَا الشَّهْرِ الشَّرِيْفَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ السُّعَدَآءِ الْمَقْبُوْلِيْنَ، وَلاَ تَجْعَلْنَا مِنَ اْلأَشْقِيَاءِ الْمَرْدُوْدِيْنَ، اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا وُضُوْئَنَا وَصَلاَتَنَا وَقِيَامَنَا وَقِرَائَتَنَا وَرُكُوْعَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَسْبِيْحَنَا وَتَهْلِيْلَنَا وَتَمْجِيْدَنَا وَخُشُوْعَنَا وَتَضَرُّعَنَا وَلاَ تَضْرِبْ بِهَا وُجُوْهَنَا يَا إِلَهَ الْعَالَمِيْنَ وَيَا خَيْرَ النَّاصِرِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمْ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ. Niat Sholat Witir أُصَلِّيْ سُنَّةَ الْوِتْرِ رَكْعَتَيْنِ إِمَامًا / مَأْمُوْمًا للهِ تَعَالَى. الله أكبر …. أُصَلِّيْ سُنَّةَ الْوِتْرِ رَكْعَةً إِمَامًا / مَأْمُوْمًا للهِ تَعَالَى. الله أكبر …. Dzikir Setelah Shalat Witir سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ ×3 . سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّنَا وَرَبُّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوحِ. Doa Setelah Shalat Witir اَللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لَا أُحْصِى ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ: اللَّهُمَّ عَذِّبِ الْكَفَرَةَ أَهْلَ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ الَّذِينَ يَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِك , وَيُكَذِّبُونَ رَسُولَكَ، وَيُقَاتِلُونَ أَوْلِيَاءَكَ، وَيَدِيْنُوْنَ دِينًا غَيْرَ دِينِكَ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ , وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ، وَاجْعَلْ فِي قُلُوبِهِمْ الْإِيمَانَ وَالْحِكْمَةَ، وَثَبِّتْهُمْ عَلَى مِلَّةِ رَسُولِكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَوْزِعْهُمْ أَنْ يُوْفُوا بِعَهْدِك الَّذِي عَاهَدَتْهُمْ عَلَيْهِ، وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّك وَعَدُوِّهِمْ إلَهَ الْحَقِّ فَاجْعَلْنَا مِنْهُمْ. (اللَّهُمَّ إنَّك عَفْوٌ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنَّا يَاكَرِيمْ ×3)